Mohon tunggu...
HUM
HUM Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sebut saja saya HUM, panggilan inisial yang melekat ketika saya beranjak dewasa. Saat masa anak-anak yang begitu lucunya sampai masa remaja yang sedemikian cerianya, tidak pernah terbersit sekalipun panggilan HUM, tapi yang namanya takdir siapa yang bisa menolaknya kan..?!\r\n\r\nhttp://www.69hum.com\r\n email : hardono.umardani@bicycle4you.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rejeki Sudah Ada yang Ngatur, Salah Satunya Bapak

26 April 2012   15:43 Diperbarui: 5 November 2015   22:54 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengisi rutinitas dan untuk menjaga kebugaran tubuh *sok lebay, seperti agenda biasanya weekend diisi dengan gowes. Perjalanan kali ini sebenarnya cerita gowes dua minggu yang lalu, mudah-mudahan belum basi untuk dirangkai menjadi sebuah cerita dengan benang merah yang sudah dipersiapkan :)

Perjalanan kali ini mengambil rute seputar kampung dekat rumah sampai ke kawasan industri. Berhubung siang sudah menjelang, acara muter-muter tidak bertahan lama, keburu basah semua seluruh badan kepanasan terik mentari sampai harus peras keringat, untung tidak jadi banting tulang *: senyum. Perjalanan akhirnya pitstop sejenak ketika melewati tempat kerja. Sekedar meneguk sebotol minuman, menyempatkan diri mampir nongkrong sejenak di luar gerbang. Sengaja juga mampir untuk check pengerjaan otomatisasi pintu gerbang.

Yup...mulai minggu lalu terjadi sedikit perubahan yang dilakukan untuk karyawan yang bertujuan untuk menggalakkan disiplin di tempat kerja. Salah satu aktivitas fisik yang dilakukan adalah dengan pembuatan gerbang otomatis yang dikendalikan dari pos security, jadi setiap karyawan yang keluar masuk harus menggunakan kartu pas dengan persetujuan atasan dan lapor ke security. Imbas dari penerapan aturan ini, semakin sedikit karyawan yang makan di luar.

Nah, sebelum aturan itu mulai diberlakukan, sengaja saya mengawali investigasi imbas dari penerapan aturan baru ini dengan nongkrong di luar gerbang tempat para penjual berdagang. Memang di depan tempat kerja mangkal beberapa pedagang dengan berbagai menu khas mereka. Dan yang menjadi nasabah utama tentu saja karyawan di tempat kerja saya. Sebenarnya perusahaan sudah menyedakan menu untuk makan para karyawan, tapi dengan berbagai pertimbangan tetap saja banyak karyawan yang keluar makan siang di penjual depan, termasuk saya tentunya *:senyum meski cuman sesekali. Satu-satunya alasan saya untuk menikmati makanan di luar tersebut adalah menu yang variasi dan suasana yang lain. Kita bisa memilih menu mulai somay, nasi goreng, ketoprak, tongseng, ayam goreng sampai bebek goreng. Yang selalu saya tekankan sama penjual bebek goreng adalah jangan lupa pakai "B" ya..coba bayangin kalo' "B"-nya ilang...wuiihh...:D Selain itu suasana akrab dengan obrolan santai dengan teman dan para pedagang serta tukang ojeg yang mangkal di situ di bawah rindangnya pohon disertai semilir angin yang bertiup sepoi-sepoi merupakan salah satu daya tarik yang tidak didapatkan ketika makan siang di kantin perusahaan.

Dengan sebotol minuman di tangan, saya membuka obrolan dengan pedagang yang mangkal di depan gerbang. Topik langsung mengarah pada imbas bagi mereka terhadap kebijakan baru yang issue-nya memang sudah sampai ke telinga para pedagang, diperkuat dengan aktivitas fisik yang mereka lihat terhadap pintu gerbang. Mereka bercerita bahwa pasrah dengan segala kebijakan yang akan diterapkan, meskipun memang pasti akan berimbas terhadap menurunnya omset jualan mereka. Sedikit masuk lebih dalam mengorek informasi dari salah seorang pedagang nasi goreng yang tiada duanya mantab rasanya *soalnya nggak ada penjual nasi goreng lain di situ..:D, dia bercerita bahwa untuk bisa dapat kavling berjualan di depan gerbang ini tidaklah mudah, penuh persaingan dengan pedagang yang sudah buka lapak duluan, belum lagi harus setor upeti pada "petugas". Ya..mereka ini sebenarnya pedagang ilegal, meski sudah bayar iuran tetap pada "petugas" tapi tetap saja harus pontang panting menyelamatkan dagangan ketika ada razia ketertiban. Memang kadang ironis melihat perjuangan hidup mereka tapi cukup salut dengan kegigihan para pedagang tersebut, mengumpulkan setiap lembar dan receh untuk menghidupi keluarga. [caption id="attachment_173826" align="aligncenter" width="542" caption="Rejeki sudah ada yang ngatur...(Doc: HUM)"][/caption]

Penjual nasi goreng ini berjualan untuk menghidupi dua orang anaknya, yang besar sudah sekolah, sedangkan yang kecil ikut bapak ibuya berjualan. Keinginan mereka cukup sederhana, mendapatkan hasil dari jualan cukup untuk makan dan sekolah anak-anaknya, berharap anak mereka bisa sukses tanpa harus mengikuti jejak mereka.

Sedikit merenung ketika mereka mengungkapkan kegalauannya dengan issue kebijakan yang akan diterapkan di perusahaan tempat mereka mangkal. Satu pernyataan yang membuat saya kembali merenung, "Rejeki sudah ada yang ngatur Pak...salah satunya Bapak..". Satu ungkapan klise yang ditambahi dengan pernyataan yang cukup realistis menyikapi kondisi yang bakal mereka hadapi.

Ya..kadang kita dihadapkan pada sebuah pengambilan keputusan yang berimbas terhadap orang lain di sekitar kita. Tentunya butuh pertimbangan yang matang ketika mengambil keputusan tersebut. Setiap kebijakan yang diambil pasti memberikan dampak terhadap objek di sekitarnya dengan berbagai macam plus minusnya. Adaptasi terhadap perubahan tentunya diperlukan untuk mencapai titik nyaman berikutnya. Dan saya yakin jika sebuah kebijakan diterapkan dengan tujuan positif, tentunya akan memberikan dampak yang positif jika kita menyikapinya juga dengan positif.

Sebelum menginjakkan kaki di pedal untuk kembali ke titik nol, tidak lupa saya titipkan pesan sama tukang nasi goreng, "Rejeki sudah ada yang ngatur, salah satunya Bapak sendiri...terus berusaha dan tawakal, wujudkan impian anak-anak". Memang rejeki tidak pernah salah alamat, jadi kalau Anda merasa sudah peras keringat banting tulang kerja keras 24 jam tapi kok rejeki masih seret...artinya Anda perlu lapor RT/RW setempat..*:nyengir

 

Salam Gowes,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun