Mohon tunggu...
Hardius Usman
Hardius Usman Mohon Tunggu... Dosen - Humanitarian Values Seeker in Traveling

Doktor Manajemen Pemasaran dari FEUI. Dosen di Politeknik Statistika STIS. Menulis 17 buku referensi dan 3 novel, serta ratusan tulisan ilmiah populer di koran. Menulis hasil penelitian di jurnal nasional maupun internasional bereputasi. Mempunyai hobby travelling ke berbagai tempat di dunia untuk mencari nilai-nilai kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Tertipu Beijing

2 Juli 2020   08:44 Diperbarui: 2 Juli 2020   08:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beijing Station (Sumber: koleksi Pribadi)

Imajinasi kami tentang Beijing betul-betul keliru. Kami membayangkan Beijing merupakan kota besar yang padat, semrawut, dan 'sedikit' kumuh. Walau kami tidak membayangkannya seperti New Delhi di India, tetapi kami juga tidak membayangkannya seperti Singapura.

Kami benar-benar terpana ketika menyaksikan Beijing dengan mata kepala sendiri. Beijing bukan hanya tidak kalah dari Singapura, tetapi juga menyaingi Tokyo atau New York. Gedung-gedung pencakar langitnya tersebar di sana-sini. Jalan raya-nya lebar-lebar. Taman-taman dan ruang hijau juga sangat banyak tersebar di berbagai penjuru kota. Kami tidak menemui perumahan yang padat, sebab umumnya orang Beijing sudah tinggal di apartemen.

Kami tidak menemui kesemrawutan karena segala sesuatunya telah tertata dengan baik, ditambah penduduknya yang tampak sangat taat aturan. Kadang-kadang di sinilah lebihnya negara otoriter, dimana penduduknya sangat patuh, sekalipun akibat rasa takut bukan kesadaran. Daerah kumuh tempat orang miskin tentu ada di setiap kota, tetapi di sini tidak mencolok.

Yang mencolok justru mobil-mobil yang berkeliaran di jalan yang sebagian besar buatan Eropa. Kalau melihat dari perspektif ini dapat dikatakan bahwa reformasi ekonomi Tiongkok memang telah berhasil mengantarkan rakyatnya pada kesejahteraan yang lebih baik. Sungguh kami terpukau pada Beijing, karena begitu rendahnya ekspektasi kami padanya.

Imajinasi kami juga keliru dalam urusan berbelanja. Kita telah tahu bahwa dimana-mana yang namanya produk 'made in China' berharga murah kalau tidak dapat dikatakan sangat murah, yang membuat produk Tiongkok dicitrakan sebagai produk 'murahan'.

Jadi wajarlah jika kita berpikir bahwa kita bisa berbelanja berbagai merek barang dengan harga murah di Beijing. Ternyata, pemikiran itu salah besar.

Barang-barang di Beijing tergolong mahal harganya. Saat itu barulah kami menyadari mengapa para wisatawan asal Tiongkok kalau berbelanja di luar negeri tidak kira-kira banyaknya.

Sekalipun demikian, pusat perbelanjaan di sana tetap ramai pengunjung, dan tampaknya mereka santai saja mengeluarkan uang untuk produk yang tergolong mahal itu. Setidaknya ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Beijing dapat dikatakan tinggi.

img20190330155453-5efd3a45d541df24c01f54b2.jpg
img20190330155453-5efd3a45d541df24c01f54b2.jpg
Wangfujing (Sumber: Koleksi Pribadi)

Pemikiran kami juga salah besar karena menganggap Beijing merupakan kota yang tidak aman. Di berbagai tempat di Beijing, banyak sekali aparat keamanan yang berjaga-jaga.

Dengan demikian, mana mungkin ada orang yang berani melakukan tindakan kriminal, terutama di pusat-pusat wisata. Bagi turis kondisi ini tentu sangat menyenangkan karena kehadiran tentara membuat kita merasa aman. Tapi bagi masyarakat setempat, mungkin akan merasa terus-menerus diawasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun