Mohon tunggu...
Hariyanto Rangkuti
Hariyanto Rangkuti Mohon Tunggu... -

Mendidik dengan Pena

Selanjutnya

Tutup

Money

Manajemen Pembiayaan Pendidikan

12 Agustus 2014   18:17 Diperbarui: 4 April 2017   17:15 18942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah lembaga pendidikan yang sukses tidak lepas dari sokongan biaya pendidikan yang tinggi pula, karena pada hakikatnya mutu pendidikan akan berbanding lurus dengan biaya pendidikan yang dikeluarkan, semakin tinggi dan mahal biaya pendidikan yang digunakan dan dikeluarkan maka semakin baik pula layanan pendidikan tersebut dan mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang bermutu dengan hasil belajar yang tinggi. Sepertinya akan sulit merealisasikan mutu pendidikan yang baik apabila tidak didukung oleh biaya pendidikan yang tinggi pula.

Biaya pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam sektor lembaga pendidikan seperti sekolah, baik sekolah yang dikelola oleh pemerintah (sekolah Negri) dan juga sekolah yang dikelola oleh masyarakat sendiri (sekolah swasta) yang dikelola oleh yayasan atau badan penyelenggara pendidikan tertentu. Biaya-biaya pendidikan yang berputar dan dipergunakan harus terkelola dan tercatat dengan baik sehingga biaya pendidikan tersebut dapat mengefisienkan dan mengefektifkan proses pembelajaran di sekolah dan dan pelbagai program-program sekolah. Pembiayaan pendidikan yang terorganisir dengan baik akan dapat mengoptimalisasikan layanan pendidikan kepada para komsumennya baik konsumen internal seperti guru, siswa, staf, dan para karyawan yang terlibat dan konsumen external seperti masyarakat, orang tua, dan pemerintah. Namun hal sebaliknya apabila pembiayaan pendidikan tidak terorganisir dengan baik maka segala bentuk layanan pendidikan dan program-program pendidian di sekolah tidak akan berjalan dengan baik dan tidak akan menghasilkan mutu pendidikan yang ditergetkan.

Pengelolaan biaya pendidikan dilakukan sejak dari perencanaan hingga pembuatan pertanggungjawaban oleh bendaharawan sekolah, dalam konteks manajemen biaya pendidikan juga harus memiliki pendekatan sistem yang dikenal dengan Planing Programing Budgeting Systems (PPBS) pada awal tahun 1980an yang selanjutnya dikenal dengan istilah Sistem Penyusunan Program dan Anggaran (SIPPA). Untuk melakukan pendekatan ini maka bendaharawan dibawah kepala madrasah harus dapat menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi; perencanaa (planning), pelaksanaan (actuating), penataausahaan (organizing), pengawasan (controlling), pertanggungjawaban (reporting) apabila kesemua fungsi itu dapat dijalani dengan baik dan sesuai dengan apa yang seharusnya maka dipastikan biaya pendidikan yang didapat, digunakan, dan dikeluarkan akan termanaj dengan baik.

Dalam pembiayaan pendidikan ada semacam tarik ulur antara peningkatan mutu dengan pemerataan pendidikan. Dalam hal ini pemerintah akan sangat memerlukan pemikiran yang mendalam untuk menemukan jalar keluar yang akan ditempuh sebagai wujud usaha peningkatan mutu pendidikan melalui sokongan dana, karena peningkatan mutu pendidikan harus melalui peningkatan proses pembelajaran di dalam kelas, dan proses pembelajaran dikelas akan bermutu jika ada pembiayan tinggi yang terorganisir. Perhitungan alokasi biaya pendidikan (pembiayaan pendidikan) harus dilakukan seakurat mungkin sesuai dengan komponen kegiatan pendidikan dan biaya satuan, apabila sudah lilakukan maka menganalisis semua penggunaan biaya pendidikan menjadi langkah yang tidak bisa ditinggalkan.

Untuk lebih memahami bagaimana sebenarnya manajemen pembiayan pendidikan dalam lembaga pendidian ditingkat persekolahan maka dari tulisan ini mencoba menjelaskan secara singkat segala hal yang berkaitan dengan manajemen pembiayaan pendidikan, namun tidak menghilangkan substansinya. Dari hal yang akan dijelaskan dalam tulisan kali ini adalah (1) perencanaan anggaran pendidikan, (2) pelaksanaan anggaran pendidikan, (3)penataausahaan keuangan pendidikan, (4)pengawasan anggaran pendidikan, dan (5) pertanggungjawaban keuangan pendidikan

Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Dengan besarnya anggaran pendidikan yang berasal dari sumber APBN yang mencapai 20% dari total pendapatan daerah, banyak harapan masyarakat Indonesia khususnya para murid dan para orang tua dengan besarnya anggaran pendidikan bisa meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Namun hal ini berbanding terbalik dengan kenyataannya di lapangan, banyak sekolah-sekolah yang berada di bawah pemerintah pusat (sekolah negri) terbengkalai tidak terurus, atap yang dan langit-langit yang jebol termakan usia, tembok-tembok yang rapuh, dan bangunan yang kumuh, ini sekedar potret yang sesuai dengan fakta yang ada. Dengan melihat kemungkinan adanya ketersediaan anggaran yang mungkin dapat diperoleh oleh sekolah Negri dari pemerintah pusat dan sekolah swasta dari yayasan dan penyelenggara pendidikan dari golongan masyarakat maka perlu diadakan semacam perencanaan anggaran untuk menopang keberlangsungan kegiatan dan program pendidikan di sekolah.

Perencanaan Anggaran Pendidikan

Dalam sebuah manajemen apapun selalu pelaksanaannya diawali dengan perencanaan, pun begitu dengan bidang pendidikan yang berkaitan dengan penganggaran. Untuk dapat menyusun anggaran pendidikan yang tepat para administrator dan manajer pendidikan harus mengerti dan memahami segala hal yang berkaitan dengan sistem penganggaran yang berlaku di suatu Negara. Di antara sistem yang ada adalah Line Item Budgeting (LIB), Capital Budgeting (CAB), Performance Budgeting (PEB), dan Zero Based Budgeting (ZBB)

LIB adalah sistem penganggaran yang menitik beratkan pada jenis barang yang diperlukan. Pengalokasian barangnya pun disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan misalnya; komputer, kursi-meja, 12 lusin ATK, 3 LCD proyektor, dan 6 Lemari guru dan lain-lainnya. Sedangan CAB adalah sistem penganggaran yang menitik beratkan pada jangka waktu yang lama, dalam CAB ini anggaran diperhitungkan untuk jumlah anggaran yang diperlukan untuk perencanaan jangka panjang. Misalnya; rencana jangka panjang adalah membangun 15 lokal kelas, merehabilitasi gedung sekolah, membangun 10 ruang laboratorium, dan mebangun 25 gedung perpustakaan. Dalam sistem CAB ini dipergunakan untuk hal-hal yang mengandung nilai investasi jangka panjang, jadi hal ini bisa dikatakan dengan sistem pengalokasian anggaran untuk biaya modal atau biaya pembangunan.

PEB sendiri adalah sistem penganggaran pendidikan yang menitik beratkan pada jenis barang yang diperlukan dalam jangka waktu yang lebih lama lagi dan juga dikategorikan dengan keluaran. Maka dari hal itu pengeluaran ini harus ditulis secara ketat yang berkaitan dengan perumusan tujuan umum maupun tujuan khusus. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem penganggaran pendidikan yang berorientasi pada keterbatasan sumber dana. Karena dana terbatas maka dalam melakukan pengalokasian anggaran harus ada penajaman prioritas baik mengenai program, kegiatan, maupun sasaran yang ingin dicapai.

Indonesia sendiri menggunakan sistem yang dikenal dengan SIPPA yang merupakan kepanjangan dari Sistem Perencanaan, Penyusunan Program dan Anggaran. Untuk dapat melakukan SIPPA ini perlu diperhatikan langkah-langkah berikut ini; (1) merumuskan kebijakan program berdasarkan pada rencana umum yang ada, (2) menyusun alternative tujuan-tujuan program yang dijabarkan dari kebijakan program yang sudah dirumuskan, (3) memilih program dengan mempertimbangkan tujuan program, alternative-alternatif, dan cara pembiayaannya, (4) program yang terpilih selanjutnya dirumuskan dengan mangacu kepada alternative tujuan dan biaya yang dikaitkan dengan dimensi waktu.

Dalam kaitannya dengan satuan pendidikan (sekolah), maka perencanaan anggaran pendidikannya mengikuti alur berikut; perencanaan tingkat sekolah, perencanaan tingkat kabupaten/kota, dan perencanaan tingkat provinsi. Berbicara pada tatanan tingkat mikro yaitu sekolah yang merupakan unit kerja yang bertugas mengelola keuangan yang diperolehnya dari berbagai sumber serta memiliki kewenangan dalam penggunaannya dalam untuk berbagai kebutuhan seperti untuk membiayai proses belajar mengajar, melengkapi sarana sekolah, meningkatkan kesejahteraan guru, dan pekerja sekolah, dan lain-lain sebagainya, maka sekolah harus mempunyai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Kemudian RAPBS ini memuat jenis dan besarnya pendapatan serta jenis dan besarnya pengeluaran sekolah. Besarnya pengeluaran sekolah harus sesuai dengan besarnya pemasukan dan sumber daya sekolah yang berasal dari pendapatan sekolah.

Sumber pendapatan dan penerimaan sekolah dapat berasal dari pemerintah, masyarakat, organisasi dan perorangan. Anggaran yang berasal dari pemerintah berbentuk dari kegiatan-kegiatan rutin (DIK) dan proyek-proyek pembangunan (DIP). Sedangkan anggaran yang datang dari masyarakat bisa berupa bentuk SPP/DPP dan sumbangan-sumbangan sukarela. Walau banyak sumberdana yang datang namun tetap yang masih manjadi andalan setiap sekolah adalah anggaran yang datang dari pemerintah.

Dalam penyusunan RAPBS, semua aspek keuangan beserta mekanisme penerimaan dan pengeluaran serta harga satuan setiap komponen kegiatan harus diperhitungkan. Kepala sekolah harus memasukkan anggaran yang diperoleh dari pemerintah dalam usulan kebutuhannya ditahun yang akan datang. Sehingga kebutuhan besarnya biaya yang dibutuhkan akan terpenuhi dan tidak mengalami kekurangan.

Pelaksanaan Anggaran Pendidikan

Mekanisme pembiayaan pendidikan sekolah negeri di Indonesia mengalami perubahan seiring dengan pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Saat ini aliran dana dari pusat ke daerah dilakukan melalui mekanisme dan perimbangan, khususnya melalui dana alokasi umum (DAU) yang bersifat block grant. Melalui alokasi ini pemda lebih memiliki kepastian tentang waktu dan jumlah dana yang diterimanya. Dari sisi pembelanjaan, pemda juga mempunyai keleluasaan dalam merencanakan anggarannya, sehingga dapat mengalokasikan anggaran sesuai prioritas pembangunan didaerahnya. Menurut UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, selain DAU, dana perimbangan yang diterima daerah adalah dana bagi hasil dan dana alokasi khusus (DAK). Sumber penerimaan daerah lainnya adalah pendapatan asli daerah (PAD), pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD.

Selain melalui mekanisme dana perimbangan, alokasi dana pusat ke daerah juga dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pemerintah provinsi selain melaksanakan tugas desentralisasi, sekaligus juga melaksanakan tugas dekonsentralisasi yang secara operasional dilakukan oleh dinas (teknis) provinsi. Anggaran pelaksanaan dekonsentralisasi merupakan bagian dari APBN yang disalurkan melalui gubernur oleh departemen/lembaga pemerintah non-departemen terkait. Anggaran tugas pembantuan sama dengan anggaran dekonsentralisasi, tetapi dapat disalurkan baik keprovinsi maupun kabupaten/kota, bahkan langsung ke desa. Pertanggungjawaban penggunaan dana dekonsentralisasi dan tugas pembantuan langsung kepada pemerintah pusat melalui departemen/lembaga pemerintah non-departemen yang menugaskan. Administrasi penggunaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dipisahkan dari administrasi penggunaan dana desentralisasi.

Di sector pendidikan, pelimpahan kewenangan dan anggaran yang terkait dengan dekonsentralisasi dilakukan oleh depdiknas kepada gubernur yang pelaksanaannya diserahkan oleh gubernur kepada dinas pendidikan tingkat provinsi. Sementara itu pelimpahan kewenangan dan anggaran tugas pembantuan dilakukan oleh depsiknas ke dinas pendidikan provinsi, atau dinas pendidikan kabupaten/kota atau langsung ke tingkat desa.  Mengingat sebagian besar kewenangan dibidang pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah, khususnya ke pemerintah kabupaten/kota, maka seharusnya penanganan sebagian besar masalah pendidikan termasuk pengalokasian dananya menjadi tanggungjawab pemkab/pemkot. Dengan demikian, dimasa depan kemajuan pendidikan nasional akan sangat bergantung pada perhatian pemkab/pemkot pada sector pendidikan.

Saat ini peran pemerintah pusat dalam pendanaan pembangunan secara umum masih besar, hal ini terlihat dari besarnya proporsi belanja APBN yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat yang tercermin dari besarnya belanja pemerintah pusat.  Pemerintah pusat masih akan tetap berperan dalam menentukan dan mewujudkan pembangunan pada umumnya, termasuk pembangunan pendidikan yang merata dan bermutu di Indonesia.

Dalam melaksanakan anggaran pendidikan harus sesuai dengan sasaran yang tepat dan sesuai dengan sumber daya-sumbar daya yang diperoleh. Biaya pendidikan yang didapat dari sumber-sumber dana kemudian dipergunakan dan dialokasikan sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan sekolah. Dalam mengalokasikan dana pendidikan biasanya memperhatikan komponen-komponen siswa, guru, dan ruang belajar. Selain itu ada juga pengalokasian dana berdasarkan bobot-bobot tujuan pendidikan, berdasarkan tingkat angka partisipasi siswa, dan berdasarkan rumus-rumus alokasi keuangan.

Untuk mengalokasikan dana kepada siswa biaa digunakan cara yang paling mudah yaitu berdasarkan perhitungan siswa dari awal tahun, tengah tahun dan akhir tahun. Cara seperti ini sering digunakan dalam pengalokasian dana karena dianggap paling mudah, karena mudahnya sering menimbulkan ketidak akuratan data. Untuk menutupi kekurangan itu cara yang digunakan adalah menghitung jumlah rata-rata siswa setiap hari untuk mengetahui siswa yang putus sekolah dan yang tidak masuk. Sehingga memudahkan dalam pentatausahaan dan pelaporannya yang bisa dikerjakan secara tahunan, bulanan, dan mingguan.

Sedangkan pengalokasian dana bagi para guru perlu memperhatikan karakteristik dari tiap=tiap guru, karena guru yang ada itu bermacam-macam berdasarkan latar belakang pendidikannya, kehliannya baik guru kelas atau guru mata pelajaran, menurut tempat tugs di kota atau di desa. Pengalokasian dana pendidikan untuk guru ini memiliki dampak terhadap rasio siswa yang terkadang hasilnya negative. Oleh sebab itu hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik guru hrus dicermati betul.

Penatausahaan Anggaran Pendidikan

Penatausahan keuangan pendidikan adalah kegiatan pencatatan transaksi keluar masuknya uang yang digunakan untuk membiayai program pendidikan dengan maksud agar diperoleh informasi tentang pengelolaan anggaran pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini perlu diperhatikan dengan baik, karena hal ini sangat berguna dalam rangka pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengguna anggaran pendidikan.

Dalam hal penatausahaan anggaran pendidika setidaknya ada dua hal penting yang harus dilakukan yaitu; pendataan dan pelaporan keuangan pendidikan, dan pembukuan pelaksanaan anggaran pendidikan.

Dalam kegiatan pendataan ini meliputi indentifikasi dan pengukuran data keuangan, pencatatan dan pengklasifiasian data keuangan, dan melakukan pelaporan keuangan kepada oihak pengguna. Untuk mengidentifikasi data keuangan pendidikan dilakukan secara mendetil dan ditulis sear kronologis dan sistematis selama satu periode tertentu di dalam sebuah buku atau jurnal. Setiap pencatatan harus didukung dengan sejumlah faktur, kwitansi, dan nota yang sesuai dan telah disahkan oleh pihak yang berwenang mengeluarkan itu.

Dalam memproses data keuangan pendidikan hal yang perlu dilakukan adalah pencatatan, engeonpokan, dan pengiktisaran. Pencatatan trnsaksi yang dimaksud adalah pengumpulan data secara kronologis yang kemudian akan digolong-golongkan kedalam kategori tertentu agar penyajian dapat diringkaskan. Misalnya upah guru dan para staf digolongkan dalam sebuah rubric khusus “gaji pegawai”. Apabila telah digolongkan maka selanjutnya harus disajikan dalam bentuk laporan bertabel, diagram, dan paiye, agar orang lain dapat menbaca informasi yang disajikan.

Data keuangan pendidikan yang sudah dicatat, dikelompokkan, dan diikhtisarkan harus dilaporkan kepada pihak-pihak yang terkait. Pelaporan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bisanya agar laporan keuangan berguna dalam proses pengambilan keputusan, maka laporan tersebut harus dianalisis dan diinterpretasikan. Analisis laporan keuangan merupakan kegiatan menghubungkan angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan pada angka lain.

Kemudaian hal kedua yang berkaitan dengan pembukuan pelaksanaan pendidikan harus dijalani dengan baik setelah melakukan pendataan dan pelaroran keuangan. Kegiatan pembukuan adalah kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan teknis akuntansi yaitu melakukan pencatatan, penggolongan, dan pengiktisaran berbagai macam transaksi-transaksi keuangan yang beredar. Selain berhubungan dengan pencatatan akuntansi juga bergelut dengan melakukan pemerikasaan, penyusunan laporan, penafsiran laporan dan lain-lain. Jadi bisa disimpulkan bahwa akuntansi merupakan kegiatan penatausahaan keuangan suatu unit kerja.

Dari buku-buku yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan akuntansi ini adalah; buka kas umum skontro dan buku kas umum tabelaris. Semua jenis pembukuan yang digunakan dalam hal akuntansi dimaksudkan untuk memiliki kemudahan membaca informasi yang dihasilkan dari kegiatan pentatausahaan keuangan pendidikan. Maka dari itu seharusnya pencatatan keuangan pendidik ini hrus dilakukan oleh seorang professional yang memiliki keahlian dalam akuntansi

Pengawasan Anggaran Pendidikan

Dalam sebuah manajemen manapun tidak akan pernal lepas dengan pengawasan atau yang kita kenal dengan controlling. Secara istilah pengawasan ini bermakna suatu kegiatan melihat, memerhatikan, memonitor, memeriksa, menilai, dan melaporkan  pelaksaanan dari sebuah program yang telah dicanangkan untuk melihat ketercapaian tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.  Dalam kaitannya dengan pengawasan penggunaan dana pendidikan dapat diartikan dengna memperhatikan, melihat, menilai, dan melaporkan penggunaan anggaran pendidikan yang telah dialokasikan untuk membiayai program=program pendidikan agar anggaran yang dialokasikan tersebut digunakan sesuai dengan semestinya, dan program pendidikan dapat berjalan secara baik, efesian, dan efektif.

Agar pengawasan keuangan pendidikan ini dapat hasil yang diinginkan, maka pengawasan tersebut harus dijalani dengan baik secara sistematik dan sistematis muali dari kegiatan memonitor, memeriksa, menilai, dan melaporkan. Pengawasan dana pendidikan tidak dapat dilakukan dengan setengah-setengan namun ia harus dilakukan secara total. Pola pengawasan yang digunakan dalam pengawasan keuangan pendidikan ditujukan pada kondisi riil dari kinerja (input), informasi yang tepat untuk bahan pelapran kepada pihak yang berwenang melakukan pengambilan kebijaksanaan (out put), dan monitoring, evaluating, dan reporting menjadi focus utama dalam proses pengawasan.

Pengawasan penggunaan anggaran pendidikan merupakan kegiatan untuk mengamankan rencana, program, dan keputusan-keputusan yang telah dibuat dan sedang dilaksanakan di bidang pendidikan. Oleh sebab itu pengawasan penggunaan anggaran pendidikan juga dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan yang sedang dan telah dikerjakaan, menilainya, mengoreksinya dengan maksud agar pelaksaanaan pekerjaan sesuai dengan rencana awal.

Setidaknya ada ada empat presfektif pelaksanaan pengawasan biaya pendidikan di antaranya adalah; pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawsan legalistif, dan pengawasan masyarakat. Ini merupakan bentuk optimalisasikan peran pengawasan pkeuangan pendidikan.

Pertanggungjawaban Keuangan Pendidikan

Dalam pengolahan keuangan pendidikan tidak akan terlepas dari pembuatan pertanggungjawaban keuangan pendidikan, yang dimaksud dengan pertanggungjawaban keuangan pendidikan adalah aktivitas membuat laporan keuangna dari kegiatan pengelolaan keunangan pendidikan yang disusun setelah semua bukti pengeluaran diuji kebenarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan disajikan untuk atasan langsung bendaharawan atau untuk instansi yang terkait.

Kegiatan pertanggungjawaban keuangan pendidikan dilakukan dengan mengecek keabsahan bukti pengeluaran, keabsahan itu harus memiliki komponen berikut; nama instansi, nama yang berhak menerima pembayaran, uraian pembayaran, jumlah uang yang dibayar, tahun anggaran dan mata anggaran, bea materai temple. Sebenarnya masih banyak sekali hal yang terkait dengan pertanggungjawaban keuangan pendidikan, hal ini dianggap penting karena jika tidak ada pelaporan pertanggungjawaban maka bisa jadi akan terjadi penyimpangan-penyimpangan penggunaan keuangan yang ada.

Kepala sekolah wajib menyampaikan laporan di bidang keuangan terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah. Pengevaluasian dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana yang digunakan akan dipertanggung jawabkan kepada sumber dana. Jika dana tersebut diperoleh dari orang tua siswa, maka dana tersebut akan dipertanggung jawabkan oleh kepala sekolah kepada orang tua siswa. Begitu pula jika dana tersebut bersumber dari pemerintah maka akan dipertanggung jawabkan kepada pemerintah.

Pengelola anggaran sekolah biasanya adalah kepala sekolah, tetapi bisa juga guru berpengalaman (senior) atau anggota komite sekolah. Disekolah-sekolah yang lebih besar, mungkin ada pihak lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sebagian anggaran. Secara khusus, pengendalian anggaran terdiri dari serangkaian kegiatan pemeriksaan dan persetujuan untuk memastikan bahwa:

1.Dana dibelanjakan sesuai rencana,

2.Ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran pajak,

3.Pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

4.Dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan.

Hasil analisis kebutuhan secara logis diklasifikasikan ke dalam kelompok staf, materi kurikulum, barang, jasa, pemeliharaan bangunan, dsb. Pengelola anggaran sekolah diharapkan membelanjakan uang sesuai alokasi dana yang direncanakan. Setiap perubahan anggaran harus disetujui oleh komite sekolah bila memang harus ada perubahan dalam tahun berjalan.

A.PENUTUP

Dari pembahasan singkat di atas bisa kita simpulkan bawah pembiayaan pendidikan sangat penting dan harus termanaj dengan baik sehingga dapat menghasilkan efektifitas dan efesiensi pendidikan. Mustahil nampaknya pendidikan akan berjalan dengan baik jika keuangan pendidikan tersebut tidak diolah dengan sabaik mungkin. Untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia berarti sama juga dengan meningkatkan anggaran biaya pendidikan, karena biaya pendidikan yang tinggi sejalan dengan mutu pendidikan yang akan dihasikan, maka sebaliknya biaya pendidikan yang minim maka bisa jadi mutu pendidikan akan sulit berkembang.

Di sector pendidikan, pelimpahan kewenangan dan anggaran yang terkait dengan dekonsentralisasi dilakukan oleh depdiknas kepada gubernur yang pelaksanaannya diserahkan oleh gubernur kepada dinas pendidikan tingkat provinsi. Sementara itu pelimpahan kewenangan dan anggaran tugas pembantuan dilakukan oleh depsiknas ke dinas pendidikan provinsi, atau dinas pendidikan kabupaten/kota atau langsung ke tingkat desa.  Mengingat sebagian besar kewenangan dibidang pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah, khususnya ke pemerintah kabupaten/kota, maka seharusnya penanganan sebagian besar masalah pendidikan termasuk pengalokasian dananya menjadi tanggungjawab pemkab/pemkot. Dengan demikian, dimasa depan kemajuan pendidikan nasional akan sangat bergantung pada perhatian pemkab/pemkot pada sector pendidikan.

Saat ini peran pemerintah pusat dalam pendanaan pembangunan secara umum masih besar, hal ini terlihat dari besarnya proporsi belanja APBN yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat yang tercermin dari besarnya belanja pemerintah pusat.  Pemerintah pusat masih akan tetap berperan dalam menentukan dan mewujudkan pembangunan pada umumnya, termasuk pembangunan pendidikan yang merata dan bermutu di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun