Mohon tunggu...
Happy Jonathan
Happy Jonathan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Hai selamat datang di Blog saya. Blog ini untuk mengisi kesenggangan waktu saya dalam melakukan aktivitas. Selamat membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gerakan Perempuan, Memengaruh atau Dipengaruhi?

7 April 2024   22:30 Diperbarui: 7 April 2024   22:32 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://en.wikipedia.org/wiki/2017_Women%27s_March

Zaman sekarang, perempuan menjadi pembahasan eksklusif yang sering dibicarakan pada saat ini. Perkembangan waktu, isu wanita menjadi sensitif seiring dengan perkembangan gender. Kenapa perempuan masih menjadi subjek diskusi? Adakah perbedaan yang menonjol antara jenisnya yang berbeda: laki-laki? Tidak peduli seberapa pentingnya, perempuan lebih sering dikaitkan dengan mitos dan memiliki makna yang lebih besar dibandingkan laki-laki dalam sejarah kehidupan manusia (Faizain, n.d.). Seiring perkembangan zaman, stigma perempuan semakin banyak tersebar di masyarakat. Stigma negatif perempuan banyak terjadi di masyarakat. Sehingga hal itu menjadi dasar adanya gerakan perempuan di masyarakat.

             Di pertengahan abad ke-19, gerakan perempuan di Amerika mulai muncul. Dia menuntut penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan dan pemenuhan persamaan hak. Ini adalah tuntutan yang menjadi dasar gerakan perempuan yang sekarang dikenal sebagai feminisme.Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton mengadakan konvensi pada 19–20 Juli 1848. Konvensi ini membahas hak-hak sosial, sipil, dan agama kaum perempuan dan menghasilkan deklarasi yang disebut "The Declaration of Sentiment". Dari konvensi ini, mereka kemudian mendirikan National Women Suffrage Association (NWSA), yang berusaha untuk mengubah konstitusi untuk memberikan hak suara bagi kaum perempuan. Pada saat yang sama, Asosiasi Wanita Suffrage Amerika (AWSA) didirikan. Mereka sebenarnya memiliki tujuan yang sama: memperjuangkan hak suara perempuan untuk memilih. Selain memperjuangkan hak suara, gerakan perempuan Amerika pada masa itu mulai bergabung dengan organisasi sosial. Ini terjadi meskipun mayoritas anggota adalah perempuan kelas menengah ke atas. Setelah perkembangan ini, muncul berbagai kelompok perempuan yang memperjuangkan berbagai masalah. The Women's Temperance Union (WTCU) dan The Women's Trade Union League didirikan pada tahun 1874. Mereka adalah gerakan yang menentang minuman keras. Kemudian, General Federation of Women (GFW) didirikan di Amerika pada tahun 1894.

Sejarah gerakan tidak hanya terjadi di luar negeri saja. Indonesia juga mengalami adanya gerakan perempuan bahkan semenjak penjajahan. Adanya tokoh-tokoh seperti Cut Nyak Dien dan Kartini menjadi tonggak sejarah melawan patriarki penjajahan. Namun, jika dipelajari lebih lanjut, contoh-contoh ini tidak menunjukkan bahwa perempuan Indonesia tidak menghadapi masalah ketimpangan gender. Teori bahwa perempuan adalah onco wingking adalah nilai budaya yang memengaruhi bagaimana laki-laki dan perempuan membagi kekuasaan, baik di rumah maupu n di lingkungan publik. Misalnya, sementara Kartini dapat dianggap sebagai representasi perjuangan emansipasi perempuan, dia juga merupakan representasi dari ketidakberdayaan perempuan melawan masyarakat patriarki, karena dia menyerah ketika ayahnya dilarang sekolah ke Belanda dan dipaksa kawin dengan pria yang sudah menikah. Banyak perempuan yang bekerja, tetapi banyak juga di antara mereka yang mengalami diskriminasi upah, pelecehan, dan kekerasan di tempat kerja.

Keberlanjutan gerakan Indonesia kemudian dilanjutkan dengan adanya Kongres Perempuan Indonesia. Pada bulan Desember 1928, Yogyakarta menjadi tuan rumah Kongres Perempuan Indonesia Nasional pertama. Hampir 30 organisasi perempuan berpartisipasi dalam kongres ini. Mosi pendidikan dan reformasi perkawinan diterima. Walau bagaimanapun, konflik kembali muncul antara organisasi-organisasi perempuan Islam dan Kristen nasional. Organisasi-organisasi ini menentang co-edukasi (di mana lelaki dan perempuan bersekolah bersama) dan penghapusan poligami, yang juga dikenal sebagai poligami. Kongres pertama melahirkan federasi organisasi perempuan Indonesia, Persatoean Perempoean Indonesia (PPI). Nama federasi diubah menjadi Perhimpoenan Isteri Indonesia (PPII) pada tahun berikutnya. Majalah sendiri yang bergerak di bidang pendidikan diterbitkan oleh PPII, yang juga membentuk panitia untuk menghentikan perdagangan perempuan dan anak-anak. Isteri Sedar, yang didirikan pada tahun 1930, adalah satu-satunya organisasi perempuan yang tidak hadir pada sidang-sidang nasional organisasi perempuan yang tergabung dalam PPII. Perjuangan nasional secara bertahap menjadi lebih penting, dan kongres perempuan nasional berikutnya diadakan di Jakarta pada tahun 1935, Bandung pada tahun 1938, dan Semarang pada tahun 1941. Kongres tahun 1935 membentuk Kongres Perempuan Indonesia (KPI), yang secara otomatis membubarkan PPII. Meskipun kaum perempuan dan golongan miskin mendapat perhatian yang lebih besar, keanggotaan masih berasal dari lapisan atas, dan tuntutan yang disuarakan sebagian besar berfokus pada kepentingan kaum perempuan golongan atas. Meskipun gerakan nasional berkembang pesat sejak 1930, dan terlihat tanda-tanda nasionalisme dalam gerakan perempuan, Isteri Sedar adalah satu-satunya organisasi selain kaum perempuan Serikat Rakyat yang secara terbuka dan sistematis mengecam politik pemerintah kolonial Belanda dan memberi perhatian pada perjuangan Anti-Kapitalisme sampai awal pendudukan Jepang tahun 1942. Pada tahun 1939, didirikan sebuah badan untuk memeriksa hak-hak perempuan dalam perkawinan menurut hukum Islam, adat, dan hukum Eropa. Namun, badan ini tidak berhasil mencapai kesepakatan antara golongan Islam dan bukan Islam pada tahun 1942.

Jika kita melihat adanya sejarah gerakan perempuan yang terjadi baik di lokal maupun internasional, isu gender menjadi hal yang penting sekarang. Namun yang menjadi catatan untuk kita semua apakah gerakan yang dilakukan di nasional hanya sekedar seremonial saja atau terdapat kepentingan lain. Women’s march merupakan salah satu gerakan yang sekarang menjadi terkenal. Women’s march sendiri telah dimulai sejak 1913. Sejarah Women’s March dapat dilacak kembali ke awal abad ke-20, tepatnya tahun 1913, ketika perempuan berunjuk rasa menuntut hak pilih mereka. Situs NPS menjelaskan perjuangan perempuan Amerika Serikat untuk keadilan dan hak pilih pada 3 Maret 1913, sehari sebelum Presiden Woodrow Wilson diinaugurasi. Perjuangan revolusioner tersebut mencakup protes perempuan di Pennsylvania Avenue, yang menghasilkan amandemen konstitusi AS yang memberikan hak pilih tanpa batasan gender.

Di zaman sekarang, pengaruh Women’s March mulai masuk ke Indonesia. Istilah Women’s March mulai digunakan di Indonesia. Di banyak daerah mulai terdapat gerakan perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Namun jika berkaca, gerakan perempuan seringkali ditunggangi untuk hal yang tidak berkaitan dengan perjuangan hak-hak perempuan. Beberapa waktu yang lalu, terdapat pemberitaan di media tentang gerakan perempuan yang ditunggangi demi tujuan politik. Banyak media yang memberitakan tentang keburukan Presiden Jokowi dalam isu hak perempuan. Banyak pamflet maupun kertas-kertas yang menuliskan keburukan Presiden Jokowi dalam membela hak perempuan. Dan hal ini menjadi catatan untuk gerakan perempuan di Indonesia.

Gerakan perempuan memang menjadi hal yang baik untuk di Indonesia. Namun yang perlu kita ketahui, apakah budaya ini mempengaruhi pola pikir perempuan atau malah kita yang menjadi dipengaruhi oleh budaya ini. Perlu diingat gerakan perempuan tidak hanya sekedar membawa dampak positif untuk membela hak-hak perempuan. Namun ini juga dapat membawa pengaruh negatif karena dapat ditunggangi oleh sebagian orang untuk hal-hal yang tidak berguna. Melalui artikel ini, kita belajar bahwa gerakan perempuan dapat menjadi pro atau kontra bergantung dengan siapa yang menjadi aktor dari adanya gerakan ini. Jika gerakan perempuan apapun itu namanya bila memperjuangkan sesuai dengan tujuan dari adanya gerakan tersebut, pasti itu akan menjadi baik. Namun tidak menutup kemungkinan gerakan perempuan juga menjadi negatif dan membawa dampak buruk bagi suatu negara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun