Mohon tunggu...
Hanzizar
Hanzizar Mohon Tunggu... Pengamatiran

Pengamat sosial, penulis, pembelajar yang ikut mengajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Halte Jaga Jakarta, Terang yang Tak Bisa Dikuasai Gelap

9 September 2025   12:57 Diperbarui: 9 September 2025   12:57 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halte Jaga Jakarta (Sumber: Disway)

Jakarta pernah terasa seperti kota yang dirundung malam. Jalanan berdebu, langit penuh kabut, dan hati orang-orang berjalan dengan langkah berat. Di tengah kegelapan itu, sebuah nama muncul---sederhana tapi penuh makna: Halte Jaga Jakarta. Nama ini seperti cahaya kecil yang menembus lorong panjang, sebuah pengingat bahwa kota ini tidak dibiarkan sendirian.

Alkitab pernah berkata, "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya" (Yohanes 1:5). Kalimat ini bukan sekadar penghiburan rohani, melainkan juga sebuah prinsip kehidupan. Terang tidak hanya dimiliki oleh orang percaya dalam iman khusus, tetapi juga hadir dalam anugerah umum, ketika manusia diberi kesempatan untuk melihat, merasakan, dan menjaga dunia yang ditempatinya. Nama Jaga Jakarta menjadi manifestasi kecil dari terang itu: cahaya yang dipinjamkan Tuhan untuk semua orang, tanpa memandang siapa mereka.

"Jaga Jakarta" adalah seruan moral, sebuah doa yang dijahit ke dalam papan nama halte. Ia mengingatkan bahwa kota ini bisa kembali ke pelukan terang jika warganya mau merawatnya. Dari sebuah tempat menunggu bus, lahirlah pesan universal: jangan biarkan gelap menguasai. Jaga kota ini dengan tanganmu, jaga dengan matamu, jaga dengan hatimu.

Kini halte itu bukan lagi sekadar ruang transit, melainkan simbol cinta yang bekerja dalam kesunyian. Tiang-tiangnya berdiri seperti penjaga malam, kaca-kacanya memantulkan fajar, bangku-bangkunya seperti sahabat yang mengajak orang istirahat sejenak sambil berdoa. Setiap detailnya bersuara, setiap sudutnya berbisik: "Jagalah aku, agar terang tetap tinggal di sini."

Di balik semua itu, ada karya kasih dari Pak Pramono Anung dan tim. Mereka tidak sekadar memperbaiki kerusakan, tetapi menyulam makna. Mereka memilih untuk membiarkan terang berbicara melalui sebuah nama, agar setiap kali pengumuman terdengar, "Halte Jaga Jakarta," hati orang-orang ikut bergetar. Itu bukan hanya pemberitahuan teknis, melainkan pengingat bahwa terang masih ada, dan terang itu harus dijaga bersama.

Maka hari ini, kita bisa berkata dengan penuh syukur: gelap pernah ada, tetapi terang telah menang. Halte Jaga Jakarta adalah anugerah umum yang Tuhan titipkan melalui kerja keras manusia, agar kita semua, tanpa terkecuali, bisa belajar menjaga. Terima kasih, Pak Pramono, terima kasih kepada seluruh tim. Karena lewat kalian, terang itu bukan hanya firman, tapi nyata: ia menyala di jalanan, ia tinggal di halte, ia hidup di tengah Jakarta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun