Di tengah gegap gempita politik internal Partai Solidaritas Indonesia (PSI), satu nama justru bersinar lebih terang di balik bayang-bayang kekalahan: Ronald Aristone Sinaga, yang akrab disapa Bro Ron. Ia mungkin tidak berhasil menduduki kursi Ketua Umum, namun ia justru meraih posisi yang jauh lebih substansial dan langka dalam politik Indonesia: posisi sebagai simbol moral, keteladanan, dan cinta tulus dari akar rumput.
Kekalahan Bro Ron bukan kekalahan biasa. Ia tidak digulingkan karena skandal, tidak juga ditinggalkan karena kinerja buruk. Ia kalah dalam kontestasi formal yang berlangsung di ruang kongres, namun menang di ruang batin para kader yang mengenalnya.
Reaksi spontan di media sosial, dari para kader, relawan, hingga simpatisan, mewujud dalam gelombang "Bro Ron Kalah, Kami Log Out." Sebuah ekspresi emosional yang mencerminkan betapa dalamnya pengaruh Bro Ron di lapisan bawah partai. Dan lebih dari itu, mencerminkan betapa kemenangan dalam politik tidak selalu ditentukan oleh kotak suara.
Namun yang luar biasa adalah bagaimana Bro Ron merespons semua itu. Tidak ada kegeraman. Tidak ada narasi konfrontatif. Tidak ada upaya menggugat. Dalam balasan santai nan jenaka di sebuah unggahan Instagram yang viral, ia hanya menulis, "Hahaha jangan gitu lah gaez."
Sebuah kalimat pendek, tapi sarat makna. Sebuah sikap yang menunjukkan kedewasaan politik dan jiwa besar yang langka ditemui di republik ini.
Di sinilah letak kekuatan sejati Bro Ron: ia tidak menyerang saat kalah, justru ia merangkul. Ia tidak membakar jembatan, justru membangun jalan tengah. Dan seperti kata Sun Tzu dalam Art of War, "The greatest victory is that which requires no battle." Bro Ron tak perlu mengobarkan perlawanan untuk membuktikan dirinya. Karena cinta akar rumput tidak lahir dari propaganda, tapi dari pengabdian yang nyata.
Para pengamat mungkin akan menyebut reaksi pendukung Bro Ron sebagai bentuk "infantilisme politik", emosi sesaat karena jagoan mereka tidak menang. Namun mereka lupa: dalam politik yang sehat, ekspresi kekecewaan publik adalah indikator vital dari ikatan emosional antara pemimpin dan rakyat.
Loyalitas seperti ini tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa diciptakan lewat pencitraan instan, dan tidak bisa dibangun hanya dalam beberapa bulan.
Bro Ron adalah kader tulen. Ia hadir di PSI bukan lewat pintu belakang, melainkan menempuh jalur panjang: dari aktivisme, pengorganisasian basis, hingga membangun struktur partai di lapangan.
Ia bukan produk momentum, tetapi buah dari konsistensi. Dan karena itu pula, para pendukungnya bukan sekadar penonton pasif, tapi bagian dari perjalanan politiknya. Mereka tidak melihat Bro Ron sebagai elite partai, tapi sebagai kawan seperjuangan. Ketika ia kalah, mereka merasa turut dikalahkan.