Izinkan saya untuk mengajak kita bersama-sama untuk melakukan pengandaian bercermin dari apa yang terjadi belakangan ini mengenai minimnya literasi mahasiswa yang kelihatannya bukan dikarenakan oleh mereka tapi karena tidak adanya akses untuk mengetahui undang-undang yang akan direncanakan untuk militer.
Demokrasi sejati tercermin dari kemampuan lembaga perwakilan rakyat untuk secara transparan dan komprehensif menjelaskan setiap kebijakan yang dihasilkan. Kasus terbaru pengesahan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI menjadi potret nyata betapa lemahnya komunikasi politik yang dilakukan oleh para legislator saat ini.
Krisis Literasi Politik: Sebuah Tantangan Demokrasi
Minimnya literasi terhadap draft RUU TNI bukan semata-mata disebabkan oleh kurangnya minat mahasiswa atau masyarakat untuk membaca, melainkan absennya upaya konkret dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjelaskan substansi rancangan undang-undang tersebut. Padahal, sejatinya DPR adalah representasi langsung dari suara rakyat yang berkewajiban mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Dalam arsitektur demokrasi, pilar-pilar utama seperti eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers memiliki peran strategis untuk saling berkolaborasi. Setiap pilar harus mampu berkontribusi secara konstruktif dalam membangun negara yang dinamis dan terus berkembang.
Keengganan Menjelaskan: Sebuah Paradoks Demokrasi
Fenomena enggannya anggota DPR memberikan penjelasan rinci tentang rancangan undang-undang yang disahkan merupakan sebuah paradoks demokrasi. Dalih "takut disalahartikan" justru menunjukkan kelemahan fundamental dalam komunikasi politik. Sejatinya, penjelasan komprehensif dan transparan adalah kunci untuk menghindari kesalahpahaman.
Potensi Partai Solidaritas Indonesia: Harapan Baru Demokrasi
Di tengah situasi ini, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) muncul sebagai alternatif segar dalam lanskap politik nasional. Dengan kader-kader berkualitas dan pendekatan progresif, PSI berpotensi mengubah paradigma komunikasi politik di Indonesia. Kehadiran mereka di Senayan dapat menjadi katalis perubahan dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik.
Membangun Literasi: Tanggung Jawab Bersama