Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Hardiknas: Pendidikan dan Demokratisasi

2 Mei 2019   09:30 Diperbarui: 2 Mei 2019   09:30 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2019 akan menjadi momentum yang berarti bagi seluruh warga negara. Hari Pendidikan Nasional tahun ini diselenggarakan dalam suasana pemilu yang penuh dengan hoaks dan sikap-sikap tak patut sejumlah netizen. Pendidikan bukan prioritas di negeri ini. Masyarakat Indonesia tidak memandang seseorang dari pendidikannya, tapi kekayaannya.

Oleh karena itu buku-buku self-help menjadi sangat laku di negeri ini, terutama bagaimana mendirikan bisnis dan mencetak profit. Pendidikan bukan sesuatu yang penting bagi orang Indonesia kebanyakan karena yang dilihat sejauh mana mereka mendapatkan kekayaan.

Guru juga bukan profesi yang populer di Indonesia karena gajinya yang kecil. Peran guru semakin menyurut di masyarakat. Di tengah masyarakat yang materialistik, peran nilai, norma, dan budaya menjadi semakin tidak berarti.

Pendidikan adalah sokoguru pembangunan Indonesia. Pendidikan erat kaitannya dengan demokratisasi. Karena dengan mencetak insan-insan yang berpendidikan maka demokratisasi dapat berjalan dengan baik. Secara teoritik, demokrasi baru berjalan dengan baik jika kelas menengah tumbuh dan berkembang. Kelas menengah yang kritis dan berpendidikan akan mentransformasi sebuah bangsa menjadi demokratis.

Perjuangan untuk menuntut demokrasi selalu dimulai dari kelas menengah terdidik, terutama para mahasiswa. Mereka yang mempelajari ide-ide baru dari Barat dan merasa tercerahkan. Demokrasi memang telah menyihir banyak orang muda dengan ide-ide tentang kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.

Banyak rezim ingin membunuh demokrasi, namun dalam kenyataan demokrasi tidak bisa dibunuh justru semakin membesar. Demokrasi sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Demokrasi merupakan sistem politik yang melembagakan perwakilan publik dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut masa depan rakyat banyak. Demokrasi membutuhkan masyarakat yang cerdas dan mampu menyampaikan aspirasinya dengan santun.

Pendidikan merupakan pembangunan manusia. Manusia dididik dan dilatih agar menjadi warga negara yang baik. Semakin tinggi pendidikan seseorang, seharusnya ia mampu berkontribusi yang besar kepada masyarakat. Seorang insan terdidik akan menjadi tumpuan harapan warga masyarakat yang lain. Pendidikan menyiapkan seorang insan untuk berperan dan berfungsi di tengah masyarakatnya.

Sayangnya, makna pendidikan kini sudah berubah. Pendidikan bukan lagi pembangunan manusia, melainkan memproduksi tenaga kerja siap pakai di dunia industri. Sekolah bukan tempat untuk mendidik karakter seorang siswa atau siswi, melainkan sebuah pabrik. Pendidikan itu mahal. Jadi orang tua harus membayar ekstra kalau anaknya mau masuk lembaga pendidikan yang  bagus.

Komersialisasi pendidikan bukan barang baru lagi di telinga kita. Sejak dimulainya era reformasi, pemerintah berusaha meliberalisasikan sektor pendidikan. Pendidikan tidak lagi dianggap pelayanan publik, melainkan sektor jasa. Pendidikan tidak lagi berfungsi untuk mencerahkan akal dan kalbu seorang anak manusis, melainkan sekedar transfer pengetahuan dan keterampilan teknis di dalam dunia industri. Pendek kata, lulusan sekolah dididik untuk bermental robot ketimbang manusia merdeka.

Manusia yang dipasung kebebasan dan kreativitasnya. Manusia yang teralienasi dari lingkungan sekitarnya. Hanya mengerjakan pekerjaan rutin dari waktu ke waktu. Tak ada waktu untuk meningkatkan keterampilan diri.

Manusia semacam ini tak lebih baik dari budak. Mereka menjadi sekrup-sekrup industri. Buruh adalah modal utama dalam proses industri. Buruh di Indonesia kebanyakan berpendidikan rendah. Konsekuensinya mereka pun dibayar murah juga. Kadang kaum buruh tidak mempunyai posisi tawar juga dihadapan pengusaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun