Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Kreativitas: antara Asia dan Barat

4 Februari 2017   09:46 Diperbarui: 6 Februari 2017   11:14 1603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

Ng Aik Wang, profesor psikologi di Singapura, mengutarakan perbedaan antara masyarakat Asia versus masyarakat Barat dalam hal kreativitas, pendidikan, intelektualisme, dan teknologi dalam bukunya Masyarakat Asia versus Barat yang baru-baru diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ia mengatakan bahwa masyarakat Barat lebih kreatif daripada masyarakat Asia. Tentu saja ini pernyataan yang kontroversial.

Walaupun ia hanya menyoroti masyarakat Asia Timur, apa ia tidak melihat kreativitas masyarakat pembangunan ekonomi yang mencengangkan? Bangsa-bangsa Asia hanya butuh beberapa puluh tahun dan bahkan ada yang hanya sebelas tahun seperti Korea Selatan untuk menjadi bangsa-bangsa dengan petumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.

Ternyata persoalannya lebih mendalam daripada hal itu. Bangsa-bangsa Asia kebanyakan hanya mencontek penemuan ilmiah dan teknologi Barat dengan menambahkan sedikit inovasi. Lihat saja mobil-mobil produksi Jepang yang kebanyakan menyontek Barat dan membuatnya lebih murah dengan sedikit penambahan. Begitu pula dengan masalah kreativitas. Banyak orang Asia yang meniru Barat. Bahkan kini produk China meniru produk Jepang, Tidak banyak ilmuwan Asia yang memenangi hadiah Nobel dan menciptakan penemuan baru.

Pada umumnya orang Asia terikat pada kelompok dan sukunya. Mereka sangat tergantung pada perspsi orang terhadap diri dan kelompok. Sedangkan orang Barat lebih luwes dan cenderung ekstrovert. Orang Barat cenderung individualistis. Mereka menjunjung free will (kehendak bebas) sebagai sesuatu yang penting dalam penempaan pribadi orang Barat. Mereka terbiasa untuk hidup mandiri dan mempunyai pendapat sendiri. Di Barat, adalah lazim seorang anak mengutarakan pendapatnya sendiri tanpa dihalang-halangi oleh orang tua atau lingkungan sekitar.

Sedangkan orang-orang Asia sangat takut melawan otoritas yang lebih tinggi seperti orang tua, keluarga, keluarga besar maupun kelompoknya atau suku bangsanya masing-masing. Sedangkan orang Barat dibesarkan dalam lingkungan lebih kecil. Mereka tidak terikat pada kesukuan dan klan tertentu. Memang klan masih ada di Barat tapi kehidupan di Barat lebih bebas daripada di Asia.

Orang Asia cenderung tidak mau menonjolkan kelompoknya sendiri. Mereka setia kepada kelompoknya masing-masing. Senioritas amat dijunjung di Asia, baik dalam pendidikan maupun pekerjaan. Di Jepang, setiap karyawan baru harus hormat kepada karyawan yang lebih tua. Sistem mentoring berlaku di pabrik-pabrik Jepang. Orang Asia terlalu menekankan harmoni dan menghindari konflik. Mereka berpendapat konflik itu buruk. Hal ini berbeda dengan orang Barat yang menganggap konflik itu sesuatu yang tidak terhindarkan dalam pergaulan.

Begitu juga dalam pendidikan. Siswa-siswa dan mahasiswa Asia cenderung memilih bidang studi yang mempunyai nilai pasar tinggi, walaupun bukan passion-nya. Tak heran, jurusan bisnis, ekonomi, teknik, dan IT lebih diminati daripada jurusan seperti sejarah, sastra, filsafat, dan ilmu sosial yang mempunyai nilai pasar tidak terlalu tinggi. Seorang peneliti pendidikan menganggap pelajar Asia kurang memiliki passion terhadap apa yang dipelajarinya.

Dalam diskusi di kelas, pelajar dan mahasiswa Asia cenderung pasif. Mereka terlalu takut untuk menyatakan pendapatnyaa. Pelajar dan mahasiswa Asia cenderung ingin disuapi oleh staf pengajar dan tidak punya kreativitasnya sendiri. Mereka tidak memilih bidang studi karena mereka menyukainya, melainkan karena nilai pasarnya yang tinggi.

Kalau kita ingin mencari penyebab itu, bisa dikatakan penyebabnya adalah etika Konfusian. Mayoritas rakyat negara-negara Asia Timur (China, Jepang, dan Korea plus Singapura) adalah penganut agama Kong Hu Cu. Etika Konfusian sangat mementingkan adab murid terhadap guru. Etika ini menyebabkan setiap murid harus hormat kepada guru dan keluarga. Seorang murid tidak boleh membantah apalagi menyanggah pendapat guru walaupun dia benar. Murid harus duduk tenang di dalam kelas dan mendengarkan setiap perkataan guru. Pendidikan ala Konfusian lebih mementingkan harmoni daripada diskusi yang intens di kelas. Anak-anak murid harus berhati-hati dalam berkata di dalam kelas agar tidak salah. Yang salah tentu akan mendapat malu atau dimarahi guru.

Hal ini berbeda dengan kondisi di Barat. Di Barat, pendapat seorang pelajar atau mahasiswa amat dihargai oleh dosen dan guru. Dalam kebudayaan yang demokratis, pendapat pelajar dan mahasiwa akan sangat dihargai. Ini berbeda dengan kebudayaan Asia yang cenderung feodal.

Di Barat, pelajar dan mahasiswa akan didorong untuk lebih kreatif. Mereka didorong untuk menciptakan karya-karya dan penemuan baru. Iklim demokratis menyebabkan pendapat-pendapat mereka berkembang dan dihargai otoritas pendidikan. Sedangkan di Asia, di negara-negara dengan budaya feodal, penemuan dan inovasi baru kurang dihargai. Setiap inovasi baru akan mendapat penentangan dari negara dan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun