Pagi ini ada beberapa artikel yang kontan menarik perhatian penulis. Artikel-artikel itu membahas tentang biografi dan autobiografi. Tentu saja antara keduanya (autobigrafi dan biografi) berbeda. Namun bagi penulis perbedaannya paling utama adalah soal point of view atau sudut pandang penulisan: "akuan" atau "diaan"?
Kalau "akuan" itu namanya autobiografi. Sebaliknya, "diaan" biografi. Ringkasnya, autobiografi adalah tulisan tentang diri sendiri, maka subjeknya "aku", akuan, atau "sayaan". Yang penting diketahui, autobiografi tidak harus ditulis oleh orang yang bersangkutan. Sebab nyatanya kan tidak semua orang dikaruniai bakat atau talenta menulis buku.
Sementara biografi sudah jelas adalah buku tentang orang lain. Tapi meski demikian, bukan berarti penulis sebuah buku biografi itu orang lain, tetapi bisa juga orangnya sendiri. Hanya, dalam penulisan itu orangnya menggunakan sudut pandang "diaan".
Jadi, autobiografi dan biografi pada dasarnya bukan tentang siapa yang menulis, namun dari sudut pandang mana buku itu ditulis? Kalau berdasarakan "akuan", itu namanya autobiografi, dan sebaliknya bila "diaan", maka itu jenis biografi.
Salah satu buku autobiografi yang terkenal berjudul Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya. Buku ini diterbitkan pada tahun 1989. Fisiknya cukup tebal, 599 halaman ; 22 cm. Dari judulnya saja, kita tahu bahwa itu berisi tentang Soeharto, presiden RI ke-2 yang berkuasa dari tahun 1967 - 1998. Dan berdasarkan judulnya, buku itu berjenis autobiografi, sebab yang bercerita di sepanjang buku itu adalah "saya" dalam hal ini Soeharto.
Namun demikian, bukan Soeharto yang menulis buku tebal itu. Beliau tak mungkin punya waktu, sebab ketika itu (tahun 1989) posisinya sangat kuat dan kokoh. Sebagai kepala negara yang ketika itu giat melakukan pembangunan "di segala bidang", Pak Harto pasti tidak memiliki waktu luang untuk menulis tentang dirinya.
Buku itu ditulis oleh G. Dwipayana dan Ramadhan KH. Kedua nama itu bahkan terpampang dengan jelas di cover depan. Dalam proses penulisannya, G. Dwipayana dan Ramadhan KH, secara rutin mengunjungi dan mewawancarai Pak Harto di kala beliau punya waktu untuk itu. Jadi, bisa saja aktivitas pengumpulan data atau wawancara dilakukan di Istana Negara, rumah pribadi yang waktu itu di Jl. Cendana Jakarta, atau di tempat lain.
Pak Harto bercerita atau menjawab pertanyaan-pertanyaan kedua pewawancara yang direkam dalam perangkat elektronik yang sudah tergolong canggih di zaman itu, yakni tape recorder. Hasil wawancara itu ditranskrip, disusun, diedit sedemikian rupa sehingga menjadi bahasa buku (bahasa tulisan). Dan yang utama, sudut pandang penulisan berdasarkan kata-kata Soeharto sendiri yakni "saya". Bahkan judul buku itu pun semakin menegaskan bahwa buku itu autobiografi: Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.
Jika ingin mengubah jenis buku autobioigrafi itu jadi biografi, tinggal mengubah atau mengganti point of view buku tersebut menjadi misalnya: Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakannya (atau Tindakan Dia). Di bagian dalam, isinya pun tentu disesuaikan, di mana subjek menjadi "dia".
Ada banyak buku tentang Soeharto yang ditulis oleh orang lain, bahkan oleh penulis-penulis asing, dalam bahasa asing. Buku-buku itu memang tentang Soeharto, tapi belum tentu bercorak biografi -- apalagi autobiografi.Â