Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat Sebaiknya Merapat ke Jokowi

20 Juli 2018   14:41 Diperbarui: 20 Juli 2018   15:05 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: kompasiana.com

Kalau tidak ada dinamika yang luar biasa, hampir dapat dipastikan bahwa capres yang akan berlaga pada Pilpres 2019 tahun depan masih sama dengan tahun 2014, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Yang berbeda kali ini tentu cawapres masing-masing. Jokowi, meskipun pencapresannya sudah jelas dan mantap sejak beberapa tahun lalu, namun soal nama cawapres yang akan mendampinginya untuk 2029-2024, hingga kini belum terungkap ke publik.

Pun dengan Prabowo, yang status pencapresannya belum setegas Jokowi, maka tentu saja cawapresnya pun masih gelap. Hingga kini, yang tetap konsisten mengusung Prabowo untuk menjadi capres baru partainya sendiri, Gerindra. Sementara parpol-parpol lain yang dulu disebut-sebut sebagai "kawan seperjuangan", belum pasti ke arah mana bola akan ditendang oleh mereka. PKS santer disebut-sebut ingin mengusung kader mereka sendiri untuk capres--yang berarti bukan Prabowo.

Tentang capres untuk Prabowo, lembaga-lembaga survei, mencoba menyandingkan beberapa nama dengan mantan Danjen Kopassus ini. Misalnya Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, Agus Yudhoyono, dan lain sebagainya. Dari beberapa nama tersebut, nama gubernur DKI Anies Baswedan disebut-sebut lebih ber-elektabilitas untuk dipasangkan dengan Prabowo. Bahkan pihak Gerindra sendiri pun kelihatannya klop dengan nama mantan menteri pendidikan di Kabinet Jokowi - JK tersebut. Namun tampaknya rekan-rekan seperjuangan lain belum sepaham, membuat siapa yang akan menjadi cawapresnya Prabowo belum pasti.

Partai Demokrat (PD) seperti biasa selalu memainkan peran yang membuat banyak pihak wait and see. Sikap  PD ini membuat parpol lain merasa perlu untuk mengadakan pendekatan khusus dan masif ke Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pendiri dan sekaligus kini pemimpin parpol berlambang "Mercy" ini. 

Maka tidaklah mengherankan ketika belum lama ini SBY berbaring di  RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat--karena kelelahan--kata banyak orang, Prabowo pun buru-buru ke sana membezoek, Rabu malam 18/7/2018. Hal yang sama dilakukan oleh Presiden Jokowi esok harinya didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, beserta istri masing-masing, yang datang mengunjungi presiden RI ke-6  itu pada Kamis (19/7/2018).

Berhubung ini tahun politik, maka kunjungan ke RS itu pun pasti dibumbui isu politik. Ketika Prabowo datang berkunjung, dua putra Yudhoyono--AHY dan Ibas--mendampingi. Bahkan dalam foto tampak AHY ketika itu mengenakan setelan jas. Orang iseng pun mengomentari stelan jas AHY ini sebagai isyarat: siap jadi cawapres Anda.

Partai Demokrat yang juga belum pasti ke mana berlabuh, dituntut untuk dapat memainkan peran yang bisa  mereka manfaatkan sebagai investasi politik di masa depan. Sebab untuk menjajakan Agus Yudhoyono sebagai calon presiden saat ini kelihatannya belum begitu menjanjikan. Bahkan untuk menjadi cawapres pun "anak" ini belumlah pantas. 

Pensiunan mayor TNI ini masih membutuhkan waktu yang sangat panjang berkiprah di dunia politik. Maka alangkah eloknya apabila selama periode  ini (2019 - 2024) dia manfaatkan untuk full sebagai politikus Partai Demokrat, dengan menjadi ketua umum, misalnya. Dengan demikian, diharapkan pada Pilpres 2024 kapasitas dan kapabilitasnya sudah cukup matang untuk tampil sebagai capres atau cawapres. 

Partai Demokrat, dengan segala kondisinya yang ada pada saat ini, tidak akan gegebah mengusung kadernya sendiri menjadi capres. Alternatif yang rasional adalah menyodorkan AHY sebagai cawapres bagi capres-capres yang sosoknya sudah jelas semacam Jokowi atau Prabowo. 

Di kubu Jokowi sendiri yang punya banyak "stock" cawapres, sosok AHY tentu belum begitu menarik. Kondisi yang sama tampaknya juga demikian di kubu capres sebelah, di mana Gerindra lebih klop dengan Anies Baswedan. 

Dari segi ketokohan dan popularitas, nama mantan rektor Universitas Paramadhina tersebut memang lebih layak jual. Tapi ungkapan bahwa "politik itu selalu penuh dengan kejutan dan seringkali tidak terduga", tetap berlaku saat ini. Dinamika politik bisa saja menelurkan sesuatu keputusan yang tadinya berada di luar dugaan dan ekspektasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun