Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebebasan yang Tanpa Aturan, Mungkinkah?

27 Desember 2013   22:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:25 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tarik menarik antara freedom (kebebasan/kemerdekaan) dan form (bentuk) termanifestasi dalam setiap aspek kehidupan kita.  Sifat dari freedom adalah tidak ada paksaan, sementara dilain pihak form mengharuskan adanya aturan-aturan untuk dipaksakan sampai terjadi bentuk yang di kehendaki.

Dalam musik, ketika kita mau memainkan musik klasik maka ada aturan yang harus ditaati, idiom-idiom klasik yang harus dimainkan.  Demikikan juga dalam jazz, keroncong, dangdut, dan pop misalnya masing-masing ada aturan-aturannya sendiri.  Padahal musik membutuhkan freedom dalam berekspresi. Tapi rupa-rupanya membutuhkan  form sebagai wadah ekspresi itu.

Dalam bahasa, kita ada grammar (tata bahasa) yang berisi aturan-aturan berbahasa yang baik. Subyek - Predikat - Obyek - Keteranan (SPOK) kita pelajari sejak Sekolah Dasar.  Tetapi, ketika kita berkomunikasi tidak ada satupun komunikasi verbal yang kaku dengan kalimat yang sama di ulang-ulang.  Answering machine (mesin penjawab telpon) mungkin diulang-ulang, tapi kita manusia normal akan bebas menentukan diksi, konten, gaya bahasa, intonasi, dsb.

Dalam masyarakat, kita ada aturan hukum tertulis maupun norma yang tidak tertulis.  Hukum bahkan memiliki kekuata yang disebut law enforcement.  Alias kata, memaksa kita menurut hukum. Kebebasan masyarakat berpendapat, menjalani kehidupan, dsb di atur dalam KUHP dan KUHPerdata.

Dalam beragama, kita di batasi dengan aturan-aturan agama.  Kebebasan ekspresi manusia di atur oleh "kitab suci".  Selama di anggap tidak melanggar kitab suci, maka manusia bebas melakukan apapun.  Apapun, bahkan kadang termasuk membunuh.  Aturan-aturan kitab suci ini memaksa sedemikan rupa sehingga seakan-akan manusia tidak memiliki kebebasan atas dirinya lagi.

Ke-4 contoh di atas memperlihatkan bahwa tidak ada kebebasan yang mutlak yang kita lihat sehari-hari. Karena apabila kebebasan-kebebasan yang ada masih di atur oleh aturan, maka kebebasan itu tidak lagi bebas. Pertanyaannya, apakah mungkin kebebasan yang tanpa aturan?

Penganut liberalisme, atheis, agnostik mungkin merasa sering merasa di tuduh "melanggar aturan", dan "melanggar pakem".  Sebab itu mereka balik menuduh kaum agamawi adalah kaum yang suka memaksakan kehendaknya.  Sebaliknya kaum agamawi melihat kebebasan yang tanpa aturan akan membuat aturan sendiri, yaitu aturan untuk tidak ada aturan.  Kita bisa lihat tensi antara freedom and form melekat dengan kuat dalam kehidupan kita. Sekali lagi dipertanyakan, bisakah terpisahkan?

Penganut theisme percaya bahwa Tuhan itu sempurna.  Yang paling MAHA.  Sebab itu Tuhan MAHA BEBAS. Tidak ada aturan yang bisa memaksa Tuhan.  Satu-satunya yang tidak perlu aturan adalah Tuhan.  Dia berhak 100% berkuasa atas semua bentuk keputusan.  Kemutlakan Tuhan inilah yang membawa kebebasan sejati.

Perbedaan muncul ketika kita menerapkan aturan yang berbeda.  Sebab itu penting kita selalu menempatkan diri di "aturan" yang mana kita sedang berada.  Apabila kita salah menerapkan aturan maka terjadilah perselisihan bahkan sampai peperangan.  Dan aturan tidak bisa dihapuskan selama kita masih belum "menjadi seperti Tuhan" atau mungkin "sudah kembali ke Tuhan".

Hal ini berarti, dalam konteks berbangsa dan bermasyarakat, kita masih membutuhkan aturan-aturan bersama yang harus di taati.  Dalam ranah privat, kebebasan itu bisa total tak terhingga "selama tidak melanggar aturan bersama".   Bagaimana kalau aturan Tuhan yang kita anut melawan aturan kebersamaan yang kita sepakati?  Alias kata, bagaimana apabila Tuhan melanggar KUHP?

Jawaban singkat saya adalah, seharusnya Tuhan tidak mungkin melanggar aturan positif apapun termasuk KUHP.  Karena Tuhan tidak mungkin menyuruh berbohong, berzinah, membunuh, mencuri, ataupun sekedar menyakiti orang lain.  Kalau ada Tuhan yang menyuruh kita melakukan itu, mungkin itu Tuhan yang salah.

Pendekar Solo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun