Mohon tunggu...
Hanna HN
Hanna HN Mohon Tunggu... Jurnalis - Author biasa

Hanya seorang mahasiswi jurnalistik biasa yang memiliki suara dalam bentuk tulisan untuk dapat disebarkan kepada khalayak demi kebenaran hati dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Si Introvert, Ekstrovert, dan Ambivert

11 Juni 2020   06:41 Diperbarui: 11 Juni 2020   07:00 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap manusia pasti pernah merasa kesepian dan merasa dirinya tidak pantas dalam lingkungan yang ia jalani, berat? Pastinya. Kembali lagi pada hakikatnya bahwa manusia adalah makhluk yang tidak bisa berdiri sendiri. Manusia adalah makhluk sosial. Dan dari hal itulah setiap manusia berkembang baik secara mental maupun secara fisik serta akalnya. Maka, lahirlah perbedaan perspektif yang dinamis mengenai berbagai hal pada setiap diri manusia.

Terkadang dalam lika-liku kehidupan yang serba hingar bingar ini, manusia harus cepat beradaptasi dan terkadang pun menjadi pribadi yang selalu harus bisa menjadi apa yang di inginkan masyarakat, hingga bahkan mereka lupa siapa diri mereka karena mengikuti arus kehidupan yang seperti dalam sangkar. Tak heran jika sering kali permasalahan psikis dan fisik pun dialami, dimana kehidupan serba-serbi mewah dan kehidupan terjang ini yang menyebabkan perbedaan kepribadian hingga menderita gangguan dalam emosi maupun mentalnya, bahkan mempengaruhi bagaimana ia bersosialisasi dalam lingkungannya.

Akhir-akhir ini, kita mengenal perbedaan kepribadian untuk mereka yang tidak pandai bersosialisasi dan cenderung menutup diri dengan sebutan anti sosial yang kerap kali disamakan dengan Introvert dan mereka yang mudah bersosialisasi atau biasa disebut juga dengan Extrovert. Intovert dan Extrovert mulai dikenalkan dan dijelaskan oleh tokoh psikologi bernama Carl Gustav Jung pada tahun 1921 dalam buku berjudul Psychologische Typen, Rascher Verlag dan Zurich. Sebenarnya dalam memahami hal ini, banyak sekali perbedaan perspektif semenjak bocornya alat tes MBTI ke internet. Carl Jung mengatakan bahwa manusia itu mempunyai suatu mekanisme yang disebut dengan sikap jiwa, yaitu orientasi pilihan seseorang dalam mengisi kembali energi dalam dirinya dengan cara yang berbeda, dan inilah perbedaan pengisian energi yang kita kenal sekarang dengan Introvert dan Extrovert.

Introvert merupakan tipe manusia yang membutuhkan energi ketika ia berada dalam situasi yang sunyi, hanya sendirian, dan menyepi ke tempat yang memang menenangkan jiwanya. Sementara Extrovert merupakan tipe manusia yang membutuhkan energi ketika mereka dalam situasi yang ramai, situasi dimana terdapat teman-teman sebayanya berkumpul, bercerita dan bercanda tawa bersama. Di antara kecenderungan kedua hal tersebut, terdapat Ambivert yang merupakan kepribadian penengah antara Introvert dan Extrovert. Meskipun terdapat perbedaan kontras antara Introvert dan Extrovert, Carl Jung menganggap bahwa jarang terdapat manusia yang sepenuhnya ada pada dua sisi tersebut, karena pada dasarnya setiap orang memiliki sisi Introvert dan Extrovert dalam kepribadian mereka masing-masing. Akan tetapi, salah satu sisi akan muncul lebih dominan dalam karakter orang tersebut.

Disini kita sudah paham bagaimana perbedaan kepribadian itu begitu mencolok dikarenakan tiap mental, fisik, dan akal manusia berbeda-beda, begitu dinamis. Namun bagi mereka yang sudah tidak tahan dengan kehidupannya dan sulit untuk mengisi energi positif dalam hidupnya, jarang sekali diperhatikan dalam masyarakatnya. Kembali lagi pada pembahasan mengenai gangguan kejiwaan dimana untuk mengobatinya pun harus ditangani oleh pihak psikiater maupun lingkungannya.

Sebenarnya, isu mengenai Mental Illness masih menjadi hal yang tabu di Indonesia. Kasusnya pun bertambah dari tahun ke tahun. Contoh kasus yang sempat dibicarakan publik yakni kasus seorang anak yang membunuh balita lantaran memiliki gangguan dalam mental anak tersebut.

Dalam kehidupan ini tentu tidak pernah ada yang sempurna. Sering dijumpai lika-liku bebatuan yang kerap kali menekan pikiran hingga batin. Dan diakhiri dengan hilangnya gairah hidup yang kini dikenal dengan istilah Depresi. Itu adalah satu dari beberapa gejala Mental Illness yang pembahasannya masih cukup tabu di Indonesia. Penyakit kejiwaan atau Mental Illness, dimana penderita mengalami “Penekanan” emosional, jiwa hingga fisik yang sangat memilukan akibat trauma masa lalu, dsb. Beberapa di antaranya yaitu Bipolar, Anxiety, Eating Disorder, Skizofrenia, Kepribadian Ganda/Multiple Personality Disorder, dsb. Contoh kasus yang disebutkan adalah satu dari sekian kasus yang masih belum terkuak di media.

Maka peran didikan serta peran lingkungan mempengaruhi pola pikir maupun mental seseorang. Kembali kepada bagaimana manusia dapat mengubah kembali stabilitas diri dan mental melalui lingkungan yang ramai, kesendirian, maupun keduanya seperti pada pembahasan Introvert, Extrovert serta Ambivert. Dalam setiap diri manusia, pasti memiliki ketiga kepribadian tersebut, maka rasa toleransi pun sangat diperlukan.  

Namun, yang sering ditemui ialah kesalahan perspektif dari pemahaman mengenai bagaimana manusia Introvert maupun Ekstrovert. Sudah pasti manusia memiliki kedua sikap jiwa atau pengisian energi tersebut dalam dirinya, tetapi dari kedua hal tersebut mana yang lebih condong bagi manusia itu sendiri. Terkadang, waktu untuk diri sendiri atau biasa yang disebut me time diperlukan oleh ia yang terlihat Ekstrovert, begitu pun waktu yang di perlukan seorang Introvert untuk tetap berkumpul dan bertukar pikiran dengan lingkungannya.

Maka, pemahaman mengenai seseorang yang cenderung terlihat pemalu, anti sosial, kutu buku, serta selalu terlihat sendiri bukan sepenuhnya seorang yang Introvert. Seseorang yang cenderung berpikiran dangkal, mudah bergaul dan senang menjadi pusat perhatian, tidak sepenuhnya adalah seorang yang Ekstrovert. Manusia dapat memiliki kombinasi keduanya atau Ambivert, namun secara dinamis dapat condong menjadi salah satu dari dua sisi pengisian energi tersebut sesuai dengan keadaannya yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial.

Dari ketiga kepribadian tersebut, masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian. Tidak perlu memikirkan untung maupun rugi. Hingga emosi sedang menurun, ketiga hal itu adalah hal yang wajar kita rasakan. Selain itu, jika kita dapat memahami diri kita sendiri, apa yang kita inginkan, apa yang akan membuat kita bahagia, semua itu dimulai ketika kita dapat mencintai dan memahami diri sendiri. Tentu memang hal tersebut bukanlah hal yang mudah, prosesnya pun terbilang cukup panjang dan sulit. Namun ketika kita sudah dapat mempelajari diri sendiri, segala sesuatu yang terjadi akan terlihat mudah. Setelah kita dapat mengatur emosi diri, seiring berjalannya waktu, pola piker pun akan berubah. Kita akan melihat sisi lain dari dunia, membuka mata terhadap hal-hal yang tersembunyi, menemukan hal-hal unik yang terjadi di sekitar kita. Melalui pemahaman diri, kita pun dapat memahami satu sama lain, bagaimana cara berinteraksi yang baik, bagaimana perbedaan pendapat tidak menghalangi kita untuk tetap berkomunikasi, serta bagaimana suatu hal dapat terjadi dengan pemikiran yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun