Mohon tunggu...
Hanung Hanindhito
Hanung Hanindhito Mohon Tunggu... -

hanya manusia biasa :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seppuku

30 Desember 2010   09:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:12 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kalau di Jepang, seharusnya Nurdin itu sudah harakiri" ~ IGK Manila

Kurang lebih begitu bunyi headline yang terbaca di salah satu media massa nasional tadi pagi.

Namun, bukan mengenai seorang Nurdin Halid yang harus melakukan harakiri yang akan saya singgung.

Saya belum pernah ke Jepang. Tapi saya tertarik dengan kata harakiri.

Harakiri (merobek perut) adalah istilah yang lebih dikenal daripada SEPPUKU.

Suatu kebiasaan yang dilakukan oleh seorang samurai Jepang ketika gagal dalam melaksanakan tugas.

Sesuai dengan artinya, Harakiri dilakukan oleh seorang samurai dengan menancapkan sebuah katana (pedang kecil), yang sudah diikatkan dengan seutas kain, ke perut.

Lalu pedang ditarik dari kiri ke kanan, seperti sebuah gerakan merobek.

Tindakan ini dianggap sebagai suatu tindakan ksatria (bushido) yang dipercayai dapat kembali memulihkan nama baik seorang samurai, serta menunjukkan kesetiaan mereka kapada daimsyo, sebutan untuk tuan tanah di Jepang.

Karena setelah mereka mati, pedang yang digunakan untuk berperang itu akan dibawa pulang kembali untuk diserahkan kepada daimsyo.

12937016181924909657
12937016181924909657

Dari berbagai literatur yang saya peroleh, tidak ada petunjuk pasti kapan kebiasaan ini pertama kali dilakukan.

Saya heran dengan kebiasaan ini.

Heran…….Kenapa sungguh begitu besar rasa tanggung jawab seorang pria di Jepang ketika dia mengemban amanah untuk melaksanakan tugas, sehingga ketika dirinya gagal, harus ditebus dengan nyawanya sendiri.

Tapi kembali saya tersadar… kenapa harus heran? karena itulah yang seharusnya terjadi.

Maksudnya, mengemban tugas dengan penuh rasa tanggung jawab tentunya.

Bukan menghilangkan nyawa sendiri.

Seorang pemimpin, akan layak disebut pemimpin, ketika dia  dapat dijadikan panutan, dapat menjadi seorang sahabat kita, dan dapat mendorong kita dari belakang ketika kita sedang tertinggal.

Ing Ngarso Sung Tulodo,

Ing Madyo Mbangun Karso,

Tut Wuri Handayani

Tenang… saya tidak akan membahas teori kenegaraan, karena itu jauh berada di luar jangkauan kepala saya.....

Saya hanya rindu akan kehadiran sosok seorang pemimpin yang memang harus bertindak sebagai seorang pemimpin layaknya.

Sehingga dia bisa dijadikan inspirasi bagi setiap orang yang dipimpinnya.

“I’m a dreamer but I’m not the only one” ~ John Lennon

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun