Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Memahami Jebakan Peran Kepala Keluarga Bagi Perempuan

6 Mei 2024   21:36 Diperbarui: 6 Mei 2024   21:36 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memahami Jebakan Peran Kepala Keluarga Bagi Perempuan

Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag

Sungguh kasihan nasib perempuan di negeri ini. Tak cukup dibebankan mengurus keluarga, mereka juga dibebankan untuk memenuhi nafkah keluarga. Hal ini telah menjadi komitmen bagi provinsi KALTIM sebagai bentuk pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG). Sebagaimana telah diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berkomitmen dalam peningkatan pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) melalui program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan.

Menurut Kepala DKP3A Kaltim, Noryani Sorayalita, dalam Rakorda PPPA Kaltim 2024 yang diselenggarakan tanggal 25 Februari 2024 lalu, mengatakan bahwa program Peningkatan Kapasitas Perempuan Kepala Keluarga adalah penting karena dapat memberikan akses yang setara terhadap peluang bisnis dan sumber daya. Hal ini tidak hanya membuka pintu kemajuan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan keluarga, memupuk perubahan positif dalam dinamika sosial serta menciptakan kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Noryani melanjutkan bahwa upaya ini dapat mengangkat sumbangan pendapatan perempuan di Kalimantan Timur. Begitupun Sektretaris Kabupaten PPU, Tohir yang juga menambahkan persoalan ekonomi masyarakat yang kompleks salah satunya juga dimungkinkan karena kondisi seperti ketimpangan dan belum setaranya peluang bagi seluruh gender. Harapannya melalui rakorda ini dapat dirumuskan langkah-langkah yang tepat berkaitan dengan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan perempuan.

Memang benar, bahwa berbagai permasalahan di negeri ini seringnya disebabkan oleh masalah ekonomi. Banyak orang yang melakukan tindak kriminal atau rusaknya moral mereka, kebanyakan motifnya adalah motif ekonomi. Ketika mereka tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya, maka jalan kriminal seperti mencuri, merampok, korupsi bahkan terlibat pinjol seakan menjadi jalan pintas satu-satunya untuk menyelesaikan masalah mereka.

Oleh karenanya wajar adanya jika lembaga-lembaga terkait berusaha mencari solusi bagaimana negeri ini keluar dari persoalan ekonomi yang membelit. Salah satu langkah mereka adalah memberdayakan perempuan sebagai salah satu tonggak dalam menyumbang pendapatan negara dan kemajuan ekonomi dengan menjadi kepala keluarga atau pelaku usaha. Namun cukupkah dengan langkah tersebut ekonomi negara akan membaik atau justru malah menambah masalah baru?

Memahami Jebakan

Program atau strategi pemberdayaan perempuan agar setara dengan laki-laki sejatinya adalah jebakan yang jarang disadari oleh kaum perempuan. Bagaimana tidak disebut jebakan jika tugas utama perempuan yaitu sebagai ibu dan pengurus rumah tangga termarginalisasi dengan tambahan beban yang lain itu harus menjadi kepala keluarga atau wanita karir. Bagaimana perempuan bisa fokus dalam mengasuh anak-anaknya dan mengurus keluarganya jika disaat yang bersamaan ia juga dituntut untuk menyumbang pendapatan negara? Inilah sejatinya jebakan dalam sistem kapitalisme yang di terapkan negara hari ini.

Dalam sistem kapitalisme, perempuan hanyalah dipandang sebagi objek materi yang harus diperas keuntungannya. Perempuan akan direndahkan atau dinilai tak berdaya jika ia tak bisa menghasilkan materi. Akhirnya banyak muncul perempuan yang keluar dari fitrahnya. Mereka rela mempertontokan auratnya atau tenggelam dalam pekerjaan yang haram demi eksistensi semata dan bonus cuan yang besar. Begitupun nasib perempuan lainnya yang terpaksa meninggalkan rumah dan anak-anaknya demi memenuhi kebutuhan keluarga. Akhirnya fitrah perempuan kian tercederai karena lebih nyaman beraktivitas di luar rumah bahkan mirisnya mereka tak ingin menikah karena menurut mereka pernikahan hanyalah bentuk pengekangan terhadap diri perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun