Mohon tunggu...
Hani La Shifa
Hani La Shifa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Secangkir mendung di bawah langit teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Orang Lain

27 Mei 2018   02:21 Diperbarui: 27 Mei 2018   02:21 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita memang orang asing. Kamu asing bagiku, aku asing bagi kamu. Bahkan masing-masing dari kita tidak ingin bersusah payah mengakrab. Kenal nama saja tidak. Aku hanya mendengar temanku memanggil namamu. Begitu pun hal lainnnya, kerabatku kerap kali bercerita tentangmu.  

Awalnya tidak peduli hingga pada suatu saat aku melihat kamu tersenyum. Tunggu. Bukan padaku. Kamu tersenyum pada orang lain. aku? Ehm aku tepat di sampingmu saat itu. Tidak sengaja berjumpa dengan senyum sederhana itu. Hanya sepersekian detik dan tanpa sadar aku ikut tersenyum. Seakan ada letupan kecil di hati yang tengah mengembang.

Sejak saat itulah aku senang menikmati senyummu. Namun aku segera menundukkan pandangan di hadapanmu untuk menyembunyikan kekagumanku, yang muncul diam-diam. Kacau. Rindu sudah berani mengindahkan seseorang yang bahkan belum pernah bertutur sapa.  

Lalu untuk pertama kalinya kita sepakat menyudahi keasingan ini. Kita memilih mengakrabi satu sama lain. Ternyata tertawa bersamamu lebih meyenangkan daripada hanya memandang tawamu dari jauh. Tawa yang tulus dan tidak disengaja itu membawa warna baru dalam relung. Tidak hanya meletup, namun benar-benar meledak dibuatnya. Gurauan ringan yang kamu buat terasa seperti suluh mungil yang cahayanya berpendar dalam gelap.

Hari ke hari keakraban kian menemani kita. Menjamah keterdiaman yang agak lama singgah. Hingga pada suatu hari dimana aku harus pergi meninggalkan keakraban, meninggalkanmu, kembali pada keasingan. Suluh itu redup, bahkan padam. Lagi lagi rindu berperan menyongsong perpisahan kecil ini.

Sesungguhnya aku ingin tinggal atau paling tidak singgah beberapa waktu lagi, namun ku pikir... mungkin kita tidak seharusnya mengakrab. Mungkin kita benar-benar hanya sebagai orang asing yang bebas pergi setelah singgah. Dari orang lain, kita kembali menjadi orang lain. Sampai jumpa, kalau begitu. Atau... Selamat tinggal.

Namun rupanya tak semudah itu mengucapkan salam perpisahan. Ada rasa yang perlu dipertanggungjawabkan. Tetapi siapa yang peduli? Lagi lagi masing-masing dari kita tidak mau bersusah payah mengungkapkan. Kita memilih mengingkari rasa yang terlanjur merekat bahkan menetap. Kita memaksa hati untuk bungkam, memeluknya erat-erat dan menguburnya dalam-dalam. Aku pergi jauh layaknya orang asing dan  kamu tinggal layaknya orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun