Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merindukan Temon di Hari Perfilman Nasional

31 Maret 2016   13:15 Diperbarui: 31 Maret 2016   13:27 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih ingat Temon? Ya, bocah yang suka mengelap ingus itu lekat di ingatan kami yang merindukan kebangkitan film yang mengusung nasionalisme dan kebangsaan. “Pak.. Pak’e,” suara temon yang lugu itu terus teringat. Meski dihadirkan dengan teknologi yang sederhana, film “Serangan Fajar” itu lekat terus dalam ingatan.

Musik lagu Maju Tak Gentar terdengar. Lalu bergantian dengan suara kokok ayam di fajar pagi. Lantas terdengar suara tandas Sukarno membacakan Proklamasi ditingkahi dengan teriakan merdeka! Merdeka! Serta iringan gamelan dilanjutkan dengan derap suara kereta kuda. Suara desingan peluru ditingkah teriakan “Allahu Akbar...” berulang kali. Bahasa film yang sungguh luar biasa.

Menarik melihat kebangkitan film-film bertemakan religi yang dimulai dengan mengebraknya film yang diusung dari Novel Asma Nadia yang berjudul “Istana Kedua” yang kemudian diadop menjadi “Surga Yang Tak Dirindukan”. Namun di hari perfilman nasional kemarin, seolah ingatan berputar, betapa hebatnya semangat nasionalisme dan kebangsaan mewarnai sejumlah film-film yang beredar di negeri ini. Ingatan tentang Temon dan kisah perjuangan udara dengan pesawat Cureng dalam film “Serangan Fajar” adalah salah satu pemantik kerinduan hadirnya film-film bernafaskan semangat kebangsaan.

Kisah tentang temon dalam “Serangan Fajar” bukanlah konstruksi sejarah. Sama halnya dengan film animasi “The Battle of Surabaya” dengan Musa, film “Serangan Fajar” adalah film yang mengunakan latar belakang sejarah perjuangan bangsa. Namun keseriusan mengarap sejarah yang diungkap dalam film tersebut layak diacungi jempol. Konon, Sang Sutradara Arifin C Noer bahkan mewawancarai Presiden Soeharto karena beliau adalah salah satu dari pelaku penyerbuan karkas Kidobutai di Kotabaru, Yogyakarta.

Gambaran kereta fajar yang datang dan teriakan Temon di tingkah sinar matahari pagi yang nyalang dan parau, “Pak.. Pak’e” seolah mengingatkan kepada kita semua, betapa besar pengorbanan yang harus dikorbankan demi sebuah kemerdekaan. Kisah penderitaan penjajahan yang diwakili Temon yang harus kehilangan ayahnya yang diambil paksa untuk dijadikan romusha menghadirkan kerinduan akan hadirnya film-film yang mengusung semangat kebangsaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun