Bentuk baru organisasi Perum Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia sempat menjadi perdebatan antara Perum atau Badan Layanan Umum (BLU). Sejumlah praktisi menyebutkan ada kekurangan dan kelebihan masing-masing dari bentuk lembaga tersebut salah satunya jika bentuk BLU maka diharapkan personil ATC bisa memiliki jenjang karir hingga Dirjen. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. Jika BLU mendapatkan keuntungan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kinerja lembaganya dan jika BLU mengalami kekurangan bisa mendapat tambahan dan dari APBN. Sedang Perum kelebihannya adalah seluruh keuntungan menjadi keuntungan negara, menyediakan jasa bagi masyarakat serta merupakan saran untuk melaksanakan pembangunan. Sementara kekurangannya pengelolaan perum sangat ditentukan oleh kemampuan keuangan negara serta biasanya memiliki hambatan birokratis dalam hal pengembangannya.
Soal beban tugas ATC ? jangan ditanya.. Tak hanya butuh kecermatan namun juga kesigapan dalam menghadapi peristiwa darurat seperti kejadian pada 18 Maret 2004 Pukul 12.55, disaat komputer pengatur radar otomatis Air Traffic Controller (ATC) Bandara Soekarno Hatta, Jakarta mendadak hang dan sistem cadangan tak bisa otomatis mengambil alih tugas sistem utama. Petugas ATC pun terpaksa memakai metode primitif, memandu pesawat-pesawat itu secara manual. Mereka mengontak satu per satu pesawat, menanyakan posisi dan nomor penerbangan. semua petugas tegang. Bulir-bulir keringat seukuran biji jagung mengucur deras di wajah mereka. Wajar mereka tegang. Boleh dibilang, nasib kru dan penumpang pesawat ketika ada di angkasa ada di tangan mereka. Kesalahan komunikasi petugas ATC dengan pilot bisa berakibat fatal. Tak sedikit kecelakaan kapal terbang akibat kesalahan komunikasi. Di sisi lain, pengoperasian Air Traffic Control Tower memang membutuhkan kucuran dana yang sangat besar. Peremajaan perangkat di ATC tower memang membutuhkan dana yang membebani negara. Jangankan di Indonesia, Di Amerika, 9 April 2013 lalu senat tengah mendorong disetujuinya rancangan undang-undang yang melarang penutupan ATC tower dengan alasan apapun. Pada rancangan undang-undang itu disebutkan penangguhan atau penghentikan pengoperasian beroperasinya menara kontrol lalu lintas udara yang dilakukan setelah tanggal 1 Maret 2013 harus dihentikan. Jika menara kontrol lalu lintas udara sudah ditangguhkan atau dihentikan pengoperasian menara kontrol lalu lintas udara setelah 1 Maret 2013, maka sebelum tanggal berlakunya UU tersebut harus dioperasikan kembali sesegera mungkin. Hal tersebut menunjukkan betapa tidak murahnya pengoperasian satu menara kontrol lalu lintas udara.
Lantas bagaimana dengan tingkatan petugas ATC ? Mulya Abdi, bekas petugas ATC yang kini menjabat Deputy Senior General Manager PT Angkasa Pura (AP) II Bandara Soekarno Hatta, mengatakan, ada empat tingkatan petugas ATC. Pertama, junior air traffic control, yakni pengawas pada unit aerodrome control service atau tower control. Tugas mereka antara lain memandu pesawat yang bergerak di kawasan bandara, serta pergerakan pesawat saat di ruang udara bandara dengan ketinggian maksimal 2.500 kaki.
Kedua, senior air traffic control, yaitu pengawas di unit approach control service. Tugas mereka melayani lalu lintas penerbangan, dari tinggal landas menuju jalur penerbangan en-route yang direncanakan, atau dari tahapan en-route menuju pendaratan di bandara.
Pesawat yang masuk dalam layanan approach control berada pada ketinggian di atas 2.500 kaki hingga 24.500 kaki dimana petugas ATC berada di dalam suatu ruangan dengan memakai peralatan yang ada tanpa melihat landasan. Ketiga, radar controller, yakni pengawas di unit area control service bagian sistem radar. Mereka bertugas mengawasi pesawat yang berada di ketinggian lebih dari 24.500 kaki. Keempat, supervisor ATC. Pekerjaannya bersifat manajerial lantaran memimpin kegiatan pemanduan lalu lintas penerbangan di dalam ATC.
Setiap tingkatan petugas ATC punya lisensi dan peringkat (rating). Tapi, setiap enam bulan sekali, ATC checker akan menilai performa mereka. Penilaian ini menggunakan sistem gugur. Sehingga, seorang senior air traffic controller bisa turun pangkat jadi junior air traffic control atau dari radar controller jadi senior air traffic controller.
Untuk menjadi petugas ATC, seseorang mesti mengikuti pendidikan khusus di lembaga yang ada di bawah naungan Kementerian Perhubungan. Misalnya, di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI), Curug, Tangerang. Lembaga pendidikan serupa saat ini juga berdiri di Medan dan Surabaya. Bagi mereka yang berminat menjadi petugas ATC dapat mengambil Jurusan Pengatur Lalu Lintas Udara. Calon petugas ATC akan menempuh pendidikan selama setahun. Selama masa pendidikan setahun itu bisa saja gugur karena dinilai kemampuannya memang tidak ada.
Bagi yang lulus, siswa akan menjalani on the job training selama enam bulan di bandara yang lalu lintas penerbangannya tidak terlalu ramai. Jika lulus dari pelatihan ini, mereka resmi menyandang status junior air traffic controller. Setelah melewati masa tugas dua tahun sebagai junior air traffic controller, petugas ATC akan melakoni pendidikan selama setahun di STPI untuk mengambil posisi senior air traffic controller. Setelah lulus, mereka harus menjalani job training selama enam
bulan dulu, baru bisa menjadi senior air traffic controller. Bagi yang sudah menggeluti senior air traffic controller dua tahun, mereka bisa mengikuti pendidikan radar controller selama setahun. Lokasi pendidikan bisa di Indonesia, Singapura, Thailand, atau Prancis. Sebagai radar controller, petugas ATC bisa mengambil ATC Automation, yaitu pendidikan khusus untuk memandu pesawat yang terbang mengandalkan instrument flight rules atau sistem komputer.
Sayangnya beban berat para petugas ATC tidak sebanding dengan penghasilannya. Masih banyak petugas ATC mendapat gaji di bawah upah minimum regional (UMR). Data dari organisasi Profesi ATC (IATCA) menyebutkan, gaji terendah ATC Indonesia Rp 1,6 juta dan tertinggi Rp 8 juta. Ini artinya hanya sebesar 5 persen - 25 persen dari gaji ATC Thailand yang tingkat ekonominya relatif sama, tetapi beban kerja dan resiko yang jauh di bawah ATC Indonesia. Meski impian yang diamanatkan dalam UU Penerbangan tentang terbangunnya satu sistem terpadu Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (PPNI) akhirnya terwujud pada Januari 2013 lalu dengan terbentuknya Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.77 Tahun 2012 tentang erusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia , tapi tampaknya profesionalitas ATC harus terus didorong demi terwujudnya profesionalitas ATC dan lebih menjamin keselamatan penerbangan di Indonesia.
Bahan :
1. Accent Modification: Accents as Safety Issues Part , http://www.jandarpan.com/article-detail /accent-modification-accents-as-safety-issues-part-i.htmdiakses 15 April 2013.