Jarak tempuh dari Bandara Internasional Minangkabau kira2 30 menit dengan jarak kurang lebih 25 km sampai ke Restoran. Tapi sopir barusan mengatakan bahwa saya harus langsung menuju bank karena makan siang sudah disiapkan. Sebetulnya saya mau menolak karena ingat kepala ikan dengan segala kombinasinya, tapi tiba-tiba masuk lagi telpon dari staff biro hukum bank yang mengatakan hal yang sama. Terpaksa saya menyerah.
Makan Siang Bersama
Sesampainya di bank, saya disambut oleh Satpam yang juga sudah saya kenal  dan langsung digiring kedalam lift menuju lantai 4 tempat Biro Hukum bank tersebut berkantor. Di lantai 4 juga sudah menunggu sekretaris dari Sekretariat Perusahaan mengarahkan saya langsung ke ruang rapat yang ternyata telah dipenuhi peserta rapat.
Masing-masing peserta rapat sudah duduk di posisi dengan meja berbentuk u, dihadapannya diatas meja sudah tersedia nasi bungkus. Ada satu kursi di bagian tengah ruang rapat yang kosong yang rupanya disediakan buat saya. Di atas meja kursi kosong tersebut juga telah tersedia nasi bungkus.Â
Setelah sedikit basa basi menyapa seluruh yang hadir dalam ruangan yang sebagian besar sudah saya kenal, mereka menyampaikan bahwa sebelum rapat kita makan siang terlebih dahulu. Dalam hati saya sangat kecewa karena saya telah kehilangan kesempatan makan kepala ikan yang lezat, tau2 hanya disuguhi nasi bungkus untuk makan siang sebagai gantinya. Tentunya raut wajah kecewa tidak saya pamerkan kepada peserta rapat, bank yang menjamu saya.Â
Tanpa menunggu lama karena senyatanya mereka betul-betul hanya menunggu saya untuk makan siang bareng, kami mulai melakukan seremonial buka nasi bungkus. Hal yang membuat saya masih berbesar hati bahwa ada rasa penghargaan pihak bank sebagai klien yang telah mau menunggu saya untuk makan siang bersama.Â
Tidak bisa saya bayangkan bila tadi saya tidak peduli dan saya tetap makan dulu di Restoran Keluarga, sementara mereka tetap menunggu saya untuk makan siang. Bila hal itu terjadi pasti saya akan merasa menyesal tanpa henti.Â
Selain nasi bungkus yang ditataki dengan piring ada juga jus jeruk dingin, air mineral dan kerupuk kulit dibungkus plastik disampingnya. Ada yang menarik dari nasi bungkus yang ada dihadapan saya bahwa selain ukurannya lebih besar dari nasi bungkus yang kita kenal di Jakarta, juga beda dengan bahan pembungkusnya.
Nasi tersebut full dibungkus dengan daun pisang yang sudah disangrai. Bahan bungkus yang begini belum pernah saya lihat sebelumnya, biasanya dibungkus dengan kertas coklat dilapis plastik, kalaupun ada daun biasanya hanya sekedar pelapis bagian dalam.
Tapi nasi bungkus ini dibungkus full dengan daun pisang. Keanehan yang saya rasakan makin berlanjut ketika saya mulai membukanya. Bau harum dari daun karena panasnya nasi bercampur dengan bau rendang padang yang khas, betul-betul membuat saraf otak saya bekerja secepat kilat membangunkan rasa lapar tidak terkendali.Â
Suapan pertama berlanjut dengan suapan selanjutnya, kombinasi nasi rendang hitam yang yummi pedas dengan timun potong memanjang ditambah lagi dengan udang kecil balado membuat bintik-bintik keringat di dahi.Â