Mohon tunggu...
Handoko Sufalal
Handoko Sufalal Mohon Tunggu... -

simple

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tara Si Janin Hitam Hutan Anjara

9 November 2011   13:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:52 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tara Si Janin Hitam Hutan Anjara Aku masih ingat kala itu, dia si janin hitam Tara, merangkak di semak-semak belukar hutan Anjara. Air matanya tak henti-henti meneriakkan kepedihan takdirnya,  dan liurnya melambangkan kebuasan tak terperi. Adianta, lelaki paruh baya si pencari kayu di hutan Anjara, tak pernah takut dengan kabar berita kebengisan Tara. Tara si janin hitam memang terkenal pemangsa manusia. Taring-taringnya yang ganas dan perutnya yang selalu lapar membuatnya siap memangsa apa pun yang berada di sekitarnya, tak luput manusia. Tara adalah setan penguasa hutan Anjara. Bangsa siluman yang sangat mengerikan. Cerita yang beredar, Tara sebenarnya dulu hanyalah janin korban aborsi yang dibuang di hutan Anjara. Ibu Tara adalah kekasih gelap Adianta yang juga dihabisinya dan mayatnya dimutilasi. [caption id="attachment_141239" align="aligncenter" width="600" caption="Tara adalah kamu, adalah kita, adalah jiwa yang hidup di jaman tanpa akidah"][/caption] Awalnya Adianta tak pernah datang kehutan Anjara setelah peristiwa malam itu. Malam dimana ia membuang janinnya yang masih berada di rahim Tala yang ia potong setelah Tala meregangkan nyawanya. Setelah malam itu Adianta bertekat pergi jauh dan mengubur kenangan keji itu. Dia pergi ke rumah saudara jauhnya di pulau sebrang, sebuah pulau yang bernama Kaltamarta. Pualau yang damai dan terasing. Penduduknya masih sedikit dan dipastikan pulau itu terpisah dari hiruk pikuk perburuan polisi yang siap menangkapnya. Hari berganti, minggu, bulan berlalu. Menginjak tahun ke dua pelariannya, pada sebuah malam yang sangli, Adianta bertemu lagi dengan Tala. Kekasih yang telah mati ditangannya. Dalam mimpinya, Tala meminta Adianta untuk datang ke hutan Anjara setiap malam ke tujuh bulan pertama, karena Tara anaknya akan memangsa siapapun yang ia temui kalau tak diberikan sesaji. Awalnya Adianta tak menghiraukan mimpi itu. Ia menganggap mimpi itu hanya buah dari pikirannya yang selalu dikejar rasa bersalah karena perbuatan kejinya. Namun ia salah. Siang itu, ia mendapati ruh Tala yang menjelma menjadi ular raksasa dan melilit tubuh Adianta. Ular itu tak menggigitnya namun ia hanya berkata: aku taksanggup mengendalikan Tara anak kita, kalau kau tak mau datang ke Anjara, aku akan membunuhmu. Siang belum berganti petang. Adianta berkemas dan pergi ke Anjara untuk melakukan ritual seperti perintah Tala. Ritual berlalu setiap bulannya, dan ia bahkan belum pernah bertemu dengan Tara. Anaknya. Kali ini sudah ritual ke 203, namun ia tak juga kunjung bertemu dengan Tara. Dalam mimpinya kala itu Tala sempat berpesan: 'ritualmu berakhir saat kau sudah bertemu dengan Tara. Anakmu'. Untuk menghindari sangkaan miring dari penduduk kampung sekitar hutan Anjara, Adianta menyamar menjadi tukang pencari kayu. Penduduk kampung sudah sangat hafal dengannya, dan menjulukinya orang sinting, karena ia rela menantang maut di hutan angker itu demi seonggok kayu bakar. Awalnya penduduk kampung sering menesehatinya untuk tak lagi mencari kayu di hutan itu, namun ia tetap tak mengindahkan nasehat itu, ia tetap saja datang ke hutan itu. Hingga suatu saat, tetua kampung itu mengadakan rapat besar membahas masalah ini dan memanggil Adianta untuk dinasehati, namun hasilnya tetap saja nihil, Adianta tetap bersikukuh untuk mencari kayu di hutan Anjara. Dalam hatinya, Adianta sebenarnya ingin sekali mengikuti saran warga kampung itu, namun ia tak pernal lupa dengan kata-kata Tala waktu itu. Hari ini adalah hari ke tujuh sekaligus kali ke 1000 ritual Adianta di hutan Anjara. Ia sudah tak memikirkan dan tak berharap lagi untuk bertemu dengan Tara. Bagi Adianta, Tara hanyalah mitos yang takpernah ada dan ritualnya hanyalah hukuman yang diberikan Tala kepadanya. Namun sangkaanya itu ternyata salah, hari itu ia bertemu dengan Tara. Anaknya. Tara berwujud bayi mungil yang putih, ia merangkak dengan pandangan matanya yang merah menyala. Tak ada sedikitpun rasa yang menakutkan ketika melihatnya, tak seperti yang dikatakan warga kampung kepadanya. Tara mendekati sesaji yang dibawa Adianta, lalu ia memakannya. Adianta awalanya berada agak jauh dari Tara, namun rasa penasarannya membuat ia mendekati Tara. Tara tersenyum pada Adianta, dan Adianta mulai mengelus-elus punggung Tara sambil menatap mata merah Tara. Senyuman Tara lama-lama menjadi sangat mengerikan, taring-taringnya mulai keluar dan kuku-kukunya memanjang, mencabik-cabik muka Adianta. Dengan buasnya Tara memakan Adianta hidup-hidup dan menikmati setiap tetes darahnya, sementara tak ia sadari, Tala ada didekat Tara dan ikut menikmati saat-saat kematian Adianta. Malam memakan merahnya siluet matahari sore itu bersama kematian Adianta. Malam itu adalah malam kedamaian yang pertama dan hutan Anjara tak lagi menjadi momok bagi siapa saja yang ingin mengenalnya. Salakan, 8 November 2001

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun