Cinta selalu datang tak tepat waktu, tak bisa diduga. Ia singgah begitu saja pada orang-orang yang kadang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Serupa dengan lagu ini, cinta justru datang menggoda, ketika kita tengah ada yang memiliki. Serta sialnya lagi, harus dialamatkan kepada orang yang juga sudah ada pemiliknya.
Tak salah jika lagu ini ditutup pada bagian refrain, yang liriknya sedikit dipermanis. Seolah garnis dari buih krim susu, yang menyembunyikan getir secangkir kopi pagi saya hari ini.
Ijinkanlah aku mencintaimu, atau bolehkanlah ku sekadar sayang padamu
Maafkan jika ku mencintaimu, lalu biarkan ku mengharap kau, sayang padaku.
Ijinkanlah aku mencintaimu
bolehkanlah ku sekadar sayang padamu.
lalu biarkan ku mengharap kau, sayang padaku.
Kesimpulannya, lagu ini amat enak didengarkan sebagai teman berdialog dengan diri sendiri, saat sedang di perjalanan, atau saat hendak beristirahat. Musiknya yang tenang dan liriknya yang syahdu, merupakan obat terbaik bagi keletihan berpikir sehari-hari.
Namun satu saja kritiknya, jika saja Ariel lebih cermat dalam melafal "sekadar" dan bukan "sekedar", tentu tidak ada celah bagi saya untuk menangkap apa yang kurang di lagu ini.
Lalu pertanyaannya sekarang, seberapa siapkah kita kala cinta yang semenyebalkan ini, datang menggoda?