Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sarri, Pelatih Spesialis Ribuan Jurus yang "Setengah-setengah"

9 Juli 2020   10:28 Diperbarui: 9 Juli 2020   16:13 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarri, Pelatih Juventus. Sumber: kompas.com

Di dunia persilatan, ada sebuah ungkapan bijak yang relevan untuk kita renungkan. Yakni, takutlah kepada satu orang yang hanya punya satu jurus, namun dia begitu menguasai jurus itu. Ketimbang takut pada satu orang yang punya banyak jurus, tetapi dia hanya menguasainya "setengah-setengah".

Di sepakbola, kita mengenal banyak juru racik strategi hebat, yang lewat tangan dinginnya, berhasil membawa timnya meraih banyak gelar.

Kita mengenal Jose Mourinho dengan skema 'negative football'-nya, kita juga tahu Juergen Klopp & Pep Guardiola dengan sepakbola menyerangnya.

Ketiga nama ini adalah pelatih nomor Wahid yang sama-sama memiliki satu kesamaan, yakni sama-sama miskin taktik. Mereka seolah hanya memiliki satu saja jurus, namun begitu menguasainya. 

Ya, harus diakui, baik Mou, Klopp dan Pep, ketiganya dikenal sebagai pelatih yang tidak memiliki plan A, plan B.

Jika skema negative football milik Mou tidak bekerja sesuai harapan, maka jangan harap Mou akan mengganti strategi dengan skema total football.

Begitu pun dengan Klopp dan Pep, jika Gegen Pressing dan Tiki-Taka menemui jalan buntu, maka tinggal menunggu waktu saja bagi keduanya untuk memperoleh hasil imbang, atau bahkan pulang dengan tangan hampa.

Namun hal positif dari ketiga pelatih ini ialah, mereka berhasil menciptakan nyawa ke dalam tim, yang membuat para pemain tahu harus melakukan apa di lapangan. Harry Kane tahu bahwa di bawah instruksi Mou, ia akan lebih sering banyak menunggu bola, karena rekan-rekannya yang lain, akan berjibaku di lini pertahanan sembari menyiapkan serangan balik yang sporadis.

Pun demikian dengan anak-anak asuhan Klopp dan Pep. Mereka tahu untuk memenangkan pertandingan, maka yang perlu dimenangkan terlebih dulu ialah memenangkan penguasaan bola. Dengan semakin lama bola dikuasai, semakin besar pula peluang-peluang bisa diciptakan. Nyawa ini telah terbentuk menjadi karakter dalam diri setiap anak asuh Mou, Klopp dan Pep.

Lalu, bagaimana dengan Juventus? Mengapa skema SarriBall yang diusung sang pelatih, seolah tidak berjalan baik di sana? Inilah yang menjadi pembeda antara Sarri dengan Mou, Klopp dan Pep.

Sarri adalah pelatih yang tak mahir mengkomunikasikan gagasan strateginya, bahkan terhadap anak-anak asuhnya sendiri, ia tak jelas hendak mengusung skema yang bagaimana, bermain di sayap kah? Menusuk dari tengah kah? Mengandalkan serangan balik? Atau bagaimana?

Kekayaan taktikal Sarri akan menjadi mubazir jika ia tak mampu mengkomunikasikannya. Bahkan pemain sejenius Blaise Matuidi yang mengkilap di Piala Dunia bersama Timnas Perancis pun kelihatan 'linglung' menerjemahkan keinginan Sarri.

Jangankan membentuk karakter tim, membentuk karakter dirinya sendiri, Sarri tak mampu. Ia bahkan terlalu pengecut untuk berani menjelaskan situasi yang sebenarnya, mengapa Mario Mandzukic dijual, serta mengapa Emre Can disingkirkan.

Jika terhadap hal-hal semacam ini saja, ia tak berani pasang badan dan bersuara, maka tinggal menunggu waktu saja, terjadi riak-riak yang lebih besar, dan Sarri memilih berlalu bersama cerutunya.

Juventus bukan tim 'kaleng-kaleng', saat ini lini pertahanan Juve diisi oleh salah satu pemain belakang termahal dunia. Lini tengahnya pun diisi pemain tengah bergaji tinggi. Apalagi di lini depan, tak ada yang semewah Juve di Eropa. Tetapi tim ini seringkali kesulitan menghadapi tim-tim semenjana. Melawan Helas Verona saja mereka kalah, yang paling hangat, kemarin malam. Juve dibantai 2-4 oleh AC Milan di Sansiro. Menyedihkan sekali.

Sangat lucu, Juve yang telah unggul 2 gol, bisa dibalas sedemikian mudah oleh para pemain Milan, yang bahkan sejak awal musim telah menjadi olok-olok di seluruh dunia. Maka bisa dibayangkan, jika melawan Milan saja Juve bisa dibantai, apalagi menghadapi laga di Liga Champions nantinya?

Juve memang terlihat harus berbenah. Namun lebih dari itu, Sarri harus terlebih dahulu membenahi dirinya sendiri. Ia harus bisa memperbaiki komunikasi dengan anak-anak asuhnya. Ia harus bisa menegaskan bahwa kita harus bermain 'begini', dan tak boleh bermain 'begitu'. Terlalu konyol jika menyalahkan kekalahan Juve di laga semalam hanya kepada seorang Bonucci, sebab Sarri sendiri lah yang memilih pemain yang hobi 'bengong' di atas lapangan ini, merumput tadi malam.

Sarri pula yang menjadikan pemain yang sama, sebagai kapten tim, pasca cederanya Giorgio Chiellini sejak awal musim. Padahal ada banyak pemain lain yang lebih 'waras' performanya di lapangan. Ronaldo, misalnya.

Menyandingkan Sarri dengan Mou, Klopp dan Pep, memang bukanlah gagasan yang mustahil. Sarri masih memiliki waktu untuk membuktikan bahwa dirinya memang layak menukangi tim sebesar Juventus.

Namun jika ia memilih tetap 'begini-begini' saja, menganggap tak ada yang salah dari dirinya sendiri. Maka tak usah heran, jika banyak tim yang tak lagi gentar ketika menghadapi Juventus. Sebab mau seberapa mematikan pun senjata yang dimiliki Juve, entah berupa Ronaldo, Dybala, ataupun Aaron Ramsey. Sarri tetap tak ubahnya petarung yang memiliki ribuan jurus, namun tak satu jurus pun yang ia kuasai dengan benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun