Saya mencoba tersenyum dan menjawab, 'Terima kasih, Pak. Kami di sini aja... Enakan berdiri.'
'Adik berdua satu sekolah?' tanya si Bapak.
'Iya Pak, saya Handi, ini Oliver. Kami satu kampus. Bapak turun di mana?'
'Bapak pulang ke Bogor.'
Suasana jadi sedikit cair setelah saya dan Olip mengobrol dengan beberapa penumpang lain di kereta itu. Saya bahkan sampai tak terpikirkan lagi soal si Kakek yang duduk di kursi prioritas. Semua tampak normal. Walau saya tahu persis, Kakek itu masih terus mengamati saya dan Olip.
Perjalanan dari Stasiun Universitas Indonesia ke Pondok Cina biasanya tak kurang dari lima menitan, namun kereta yang saya tumpangi justru baru berhenti setelah 20 menit perjalanan. Saya lega, akhirnya bisa tiba di Pondok Cina juga.
Saya dan Olip berpamitan dengan Bapak & Ibu yang menemani kami ngobrol sepanjang perjalanan. Mereka bahkan sampai berdiri, dan melambaikan tangan di jendela saat saya dan Olip sudah berada di peron stasiun. Kami berdua balas melambai kembali, sampai kereta perlahan beranjak pergi, dan kemudian kami dikejutkan oleh satu hal.
Si Kakek yang duduk di kursi priotas, rupanya sudah berdiri tepat di hadapan kami. Ia tak sendiri, ia berdiri bersama petugas security stasiun yang sepertinya merasa heran dengan kehadiran saya dan Olip.
Sang petugas bertanya kepada saya, 'Dik, barusan kalian melambai ke siapa di kereta?'
'Maksudnya gimana, mas? Tanya saya tak mengerti.Â
'Iya, adik berdua barusan ngedadah-dadahin siapa? Bilang hati-hati ke siapa? Kereta yang kalian tumpangi itu kosong. Cuma ada kakek ini.'