Pendahuluan
Fenomena globalisasi ekonomi telah menciptakan ekosistem bisnis multinasional yang kompleks dan saling terhubung. Perusahaan multinasional (multinational enterprise/MNE) kini menjadi entitas ekonomi yang tidak hanya beroperasi dalam satu negara, tetapi menyebar ke berbagai yurisdiksi dengan struktur korporasi yang rumit. Dalam konteks ini, praktik transfer pricing (harga transfer) muncul sebagai salah satu instrumen utama dalam pengelolaan biaya dan pajak lintas negara.
Praktik transfer pricing pada dasarnya merujuk pada penetapan harga atas transaksi barang, jasa, aset tidak berwujud, maupun pembiayaan antara entitas dalam satu grup perusahaan multinasional. Meski secara legal diperbolehkan, penyalahgunaan transfer pricing untuk tujuan penghindaran pajak lintas negara menjadi perhatian serius bagi otoritas pajak global. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembahasan yang komprehensif tentang apa itu transfer pricing, mengapa hal tersebut menjadi penting dalam diskursus perpajakan internasional, dan bagaimana strategi pengawasannya di Indonesia.
Transfer pricing atau harga transfer adalah praktik penetapan harga atas transaksi antarperusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha, namun beroperasi di yurisdiksi yang berbeda. Contoh sederhana adalah ketika PT. Alpha di Indonesia menjual barang ke Alpha Ltd di Singapura, dan keduanya merupakan anak usaha dari induk perusahaan yang sama, maka harga jual tersebut merupakan transfer pricing.
Transfer pricing sebagai "the prices at which an enterprise transfers physical goods and intangible property or provides services to associated enterprises." Dalam konteks perpajakan, transfer pricing menjadi relevan karena adanya potensi pemindahan laba (profit shifting) dari negara dengan tarif pajak tinggi ke negara dengan tarif pajak rendah atau bahkan ke negara suaka pajak (tax haven).
Transfer pricing secara konseptual sah dan legal selama dilakukan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau arm's length principle (ALP), yakni harga yang seharusnya berlaku jika transaksi tersebut terjadi antar pihak independen di pasar bebas. Dalam konteks ini, Undang-Undang Perpajakan di Indonesia mengadopsi prinsip ini untuk menghindari praktik penghindaran pajak terselubung antar entitas afiliasi.
2. Mengapa Transfer Pricing Menjadi Isu Penting?