Mohon tunggu...
Hana Puspa
Hana Puspa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pertumbuhan Ekonomi RI 2025 Gagal Tembus 5%, Apa yang Salah?

7 Juni 2025   21:25 Diperbarui: 7 Juni 2025   21:25 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tahun 2025 sudah berjalan hampir setengah, dan satu hal yang semakin jelas: pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali gagal menembus angka lima persen. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 4,87% secara tahunan (yoy)---angka yang stabil, tapi tidak cukup untuk disebut impresif. Bagi banyak orang, lima persen ini bukan sekadar angka; ia semacam simbol optimisme, tanda bahwa ekonomi sedang berjalan pada jalur yang sehat. Sayangnya, kita belum sampai di sana.

Sejak awal tahun, pemerintah sebenarnya telah menebar banyak harapan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 ditargetkan pada kisaran 5,1 hingga 5,5%, sebagaimana tercantum dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025. Namun, pada praktiknya, berbagai tantangan baik dari dalam negeri maupun global justru menahan laju pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi mesin utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan kontribusi lebih dari 50%, justru mengalami perlambatan. Pertumbuhannya hanya mencapai 4,89%, yang dipengaruhi oleh tekanan inflasi terutama pada sektor pangan, ketidakpastian harga beras, serta daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya.

Sektor ekspor justru menunjukkan tren yang lebih positif. Pada kuartal I 2025, ekspor barang dan jasa tumbuh sebesar 6,78% secara tahunan, didorong oleh peningkatan ekspor komoditas nonmigas seperti minyak dan lemak hewan/nabati, besi dan baja, serta produk mesin dan kendaraan. Meski demikian, nilai ekspor sempat turun secara bulanan pada Januari 2025 akibat faktor musiman dan fluktuasi harga komoditas global. Tren ekspor yang beragam ini mencerminkan dinamika pasar global yang belum sepenuhnya stabil dan menjadi tantangan tersendiri bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Meski diharapkan menjadi pilar pertumbuhan kedua, investasi belum menunjukkan lonjakan signifikan di kuartal I 2025. Realisasi investasi tercatat Rp 465,2 triliun, tumbuh 15,9% secara tahunan, tetapi masih diwarnai tantangan. Belum ada data resmi terpisah mengenai pertumbuhan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), namun berbagai analisis menyebut bahwa PMA masih tumbuh lebih lambat dibandingkan PMDN. Hambatan seperti kepastian hukum, tumpang tindih regulasi, dan sengketa lahan masih menjadi faktor yang meredam optimisme investor. Pemerintah berupaya mengatasi ini dengan percepatan reformasi birokrasi dan pemberian insentif bagi investor, tetapi hasilnya belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi. Ke depan, stabilitas regulasi dan iklim investasi yang lebih kondusif menjadi kunci dalam menarik lebih banyak modal guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Faktor lain yang patut dicermati adalah lemahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia. Data Bank Dunia mengungkapkan bahwa output per pekerja Indonesia masih tertinggal dibanding negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia. Meskipun bonus demografi dianggap sebagai potensi besar, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan industri modern masih menjadi pekerjaan rumah utama.

Secara keseluruhan, kombinasi faktor struktural dan eksternal masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketergantungan yang masih tinggi pada ekspor komoditas mentah, birokrasi yang rumit, kualitas sumber daya manusia yang belum optimal, serta konsumsi domestik yang belum pulih sepenuhnya, menjadi tantangan yang harus ditangani secara serius.

Menuju akhir 2025, kita harus berani mengevaluasi ulang strategi pembangunan. Harapan untuk tumbuh di atas lima persen memang masih mungkin, tapi butuh langkah nyata untuk mendorong transformasi industri, menciptakan ekosistem investasi yang benar-benar ramah, memperbaiki sistem pendidikan, dan memperkuat jaring pengaman sosial. Di dunia yang makin tak pasti, negara yang bisa bertahan bukan yang paling besar, tapi yang paling sigap beradaptasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun