Mohon tunggu...
hana fatmawati
hana fatmawati Mohon Tunggu... mahasiswa

saya memiliki hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar dari Film: Mengungkap Pentingnya Bimbingan dan Konseling dalam Mendeteksi Masalah Emosional Anak Sekolah di Era Modern

18 April 2025   07:23 Diperbarui: 18 April 2025   07:23 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Serial Adolescence adalah lebih dari sekadar tontonan. Ia menjadi kaca pembesar atas realitas yang kerap terabaikan: remaja yang diam-diam menanggung luka, sekolah yang tidak responsif, dan masyarakat yang terlalu cepat menghakimi. Film yang disajikan dengan teknik pengambilan gambar kontinu tanpa potongan selama empat episode, penonton diajak menyelami tekanan psikologis Jamie Miller, seorang siswa yang dituduh membunuh teman sekelasnya, Katie.

Di balik kisah kriminal ini tersimpan pelajaran besar bagi dunia pendidikan, khususnya dalam ranah Bimbingan dan Konseling (BK).

Jamie: Wajah Lain dari Anak yang "Diam"

Jamie digambarkan sebagai anak rumahan, pendiam, dan tidak pernah terlibat masalah. Ia bukan tipikal remaja "bermasalah" secara kasat mata. Namun ketika sang ibu berkata, "Dia selalu di rumah, hanya diam di kamar," justru di sanalah letak persoalannya.

Seringkali, kita menganggap anak yang diam adalah anak yang tidak berisiko. Padahal, bisa jadi mereka menyimpan tekanan emosi, kebingungan identitas, atau trauma sosial yang tak pernah tersampaikan. Hal ini menunjukkan bahwa deteksi dini masalah emosional tidak bisa hanya mengandalkan perilaku yang tampak.

Sekolah yang Tidak Responsif: Gagal Baca Sinyal

Ketika penyelidikan polisi dilakukan di sekolah Jamie, suasana yang tergambar sungguh menyedihkan. Siswa saling mengejek, tertawa saat wawancara, bahkan bertengkar di hadapan guru. Tidak ada empati. Tidak ada kepekaan. Lingkungan sekolah digambarkan sebagai ruang yang tidak aman---baik secara fisik maupun emosional.

Bagi guru BK, ini adalah peringatan. Sekolah yang sehat bukan hanya tempat belajar kognitif, tapi juga tempat berkembangnya nilai empati dan moral. Saat suasana sosial memburuk, intervensi BK harus bersifat kolektif, bukan individual semata.

Bullying Digital: Bahasa Simbolik yang Tak Terbaca

Katie, sang korban, kerap menggunakan emoji seperti (red pill) dan (kidney bean) dalam komentarnya terhadap Jamie di Instagram. Ia bahkan melabeli Jamie sebagai "incel"---sebuah istilah yang menyakitkan dalam konteks maskulinitas dan penolakan sosial.

Ini adalah bentuk cyberbullying terselubung, menggunakan simbol-simbol yang hanya dipahami dalam budaya digital. Di sinilah pentingnya konselor sekolah memahami bahasa sosial generasi Z agar mampu mengenali bentuk kekerasan emosional yang tidak eksplisit.

Psikolog dan Proses Konseling: Ketika "Pertanyaan Sulit" Membuka Pintu Batin

Jamie menjalani sesi dengan dua psikolog. Pada psikolog pertama, ia bisa berpura-pura dan memberikan jawaban aman. Tapi pada psikolog kedua, ia mulai merasa terdesak. Pertanyaan-pertanyaan yang sulit membuatnya frustrasi hingga akhirnya meluapkan emosi secara terbuka.

Adegan ketika Jamie menolak sandwich berisi acar---lalu memakannya setelah ledakan emosi---menjadi simbol ketegangan batin: antara identitas, kontrol diri, dan rasa terpaksa. Banyak yang menilai ini sebagai "tanda bahaya", bahwa Jamie sedang mengalami disorientasi emosional yang dalam.

Penyangkalan dan Rasionalisasi: "Aku Tidak Salah. Aku Benar."

Sepanjang serial, Jamie tidak pernah secara eksplisit mengaku bahwa ia membunuh Katie. Namun ia meyakini bahwa apa yang dilakukannya "benar". Inilah bentuk rasionalisasi ekstrem---mekanisme psikologis yang digunakan untuk melindungi diri dari perasaan bersalah.

Bimbingan dan Konseling harus memahami bahwa remaja bisa sangat lihai membungkus luka dengan logika. Maka pendekatan BK tidak cukup hanya bersifat instruksional, tapi harus empatik dan berlapis.

Akhir yang Melegakan: Jamie Mengaku

Menjelang akhir episode keempat, Jamie akhirnya menelepon ayahnya dan mengatakan:"Aku akan mengaku bersalah."

Bukan karena tekanan hukum. Tapi karena proses panjang pencarian jati diri dan penerimaan. Momen ini menjadi simbol bahwa kesadaran moral dan emosional bisa tumbuh---jika remaja diberi ruang dan proses yang tepat.

Refleksi untuk Bimbingan dan Konseling

Serial ini adalah panggilan bagi semua praktisi pendidikan. Berikut poin penting yang dapat diambil untuk penguatan layanan BK di sekolah:

  1. Pentingnya Deteksi Dini yang Aktif
    BK harus proaktif, bukan reaktif. Pendekatan observasi, wawancara ringan, serta kolaborasi dengan wali kelas perlu diintensifkan.

  2. Pemahaman Budaya Sosial Digital
    Guru dan konselor harus memahami dinamika komunikasi remaja masa kini---termasuk emoji, istilah populer, hingga tren psikososial online.

  3. Membangun Relasi Emosional yang Aman
    Remaja tidak mudah terbuka. BK harus membangun hubungan yang berbasis kepercayaan, bukan sekadar formalitas layanan.

  4. Menghadirkan Pendidikan Emosi di Sekolah
    Tidak semua siswa mampu mengenali atau mengekspresikan emosi. Pendidikan emosi perlu dimasukkan dalam kurikulum atau kegiatan pendukung.

Jamie adalah potret dari banyak remaja di sekitar kita---yang terlihat tenang, tapi terluka dalam diam. Adolescence mengingatkan bahwa sekolah bukan hanya tempat mengajar, tapi tempat menyelamatkan. Dan layanan BK adalah pintu pertama untuk mengenali, memahami, dan mendampingi mereka yang tidak bisa berkata-kata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun