Mohon tunggu...
Hanadia Mumtaz
Hanadia Mumtaz Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pegiat sastra dan bahasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Urgensi Bahasa Sunda di Tanah Kelahirannya Sendiri

28 Agustus 2020   15:42 Diperbarui: 28 Agustus 2020   15:32 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bukan sesuatu yang baru lagi fakta bahwa kebanyakan orang Indonesia tumbuh dan berkembang bersama bahasa Ibunya atau juga disebut bahasa kedaerahan. Bahkan dibanyak daerah, bahasa Indonesia sendiri tak jarang menjadi bahasa sekunder orang Indonesia.

Edward Sapir dan  Benjamin Lee Whorf yaitu ahli Bahasa berkebangsaan Amerika, lewat teorinya "Hipotesis Sapir-Whorf" mengatakan bahwa bahasa bukan sekadar cara memberi kode untuk proses menyuarakan gagasan dan kebutuhan manusia, tetapi juga sebuah alat yang membuat manusia melihat dunia dengan cara-cara tertentu, mengarahkan pikiran dan perilaku manusia. Maka tak aneh melihat Indonesia dengan kekayaan budayanya mempunyai ratusan bahasa daerah karena bahasa adalah bagian dari budaya dan cara pandang manusia.

Menurut data dari Kemendikbud, pada 2012 tercatat  Indonesia memiliki 726 bahasa daerah. Salah satu bahasa dengan penutur terbanyak yaitu bahasa Sunda, dengan penutur sebanyak 34 juta orang menempati posisi ke-dua, berselisih cukup banyak dengan Bahasa Jawa yang menempati posisi pertama dengan penutur sekitar 70 juta orang. Namun berbeda dengan pesaingnya, Bahasa Sunda ternyata beresiko mengalami kepunahan meski memiliki banyak penutur.

Ade Mulyanah, seorang peneliti Balai Bahasa Jawa Barat mengatakan bahwa pada tahun 2013, hanya 40% muda mudi di Jawa Barat yang mampu berbahasa Sunda dengan baik dalam percakapan sehari-hari. Terlebih lagi, angka 40% itu didapat dari survei anak yang mempunyai orang tua asli Sunda. Jika dibiarkan, maka generasi muda di Tanah Sunda akan perlahan kehilangan kemampuan berbahasa Sunda sepenuhnya.

Melihat realita kehidupan sosial, maka bisa dilihat bahwa memudarnya eksistensi Bahasa Sunda ini benar terjadi. Sebuah hal yang tak lazim mendengar pelajar di kota-kota besar Jawa Barat bisa menyelesaikan satu kalimat dengan bahasa Sunda penuh. Hal ini dipengaruhi oleh mayoritas penduduk kota-kota besar Tatar Sunda yang lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama, sehingga terjadi pergeseran bahasa (language shifting).

Kondisi penutur bahasa Sunda yang kebanyakan bilingual atau bahkan multilingual ini membuat sering terjadinya alih kode atau code switching, yang mungkin lebih mudah didefinisikan sebagai percampuran bahasa. Kebiasaan alih kode ini meski terlihat tidak membahayakan, tetapi juga tidak menutup resiko tergerusnya bahasa daerah. Lalu letak geografis Jawa Barat sebagai salah satu daerah di Indonesia yang paling terpapar globalisasi juga menjadi alasan kepunahan bahasa.

Pada era ini, muda-mudi dituntut untuk mampu berbahasa asing demi kepentingan faktor ekonomi, sosial, dan politik, sehingga bahasa Ibu sering dianggap tidak penting untuk dipelajari.

Dari perspektif lain, Diqi Munawwar Shodiq, seorang guru Bahasa Sunda yang mengajar di SMP Islam Al-Azhar 36 Bandung berpendapat bahwa Bahasa Sunda, mungkin memang tidak akan hilang dengan puluhan juta penuturnya. Namun problem yang dihadapi kemudian adalah hilangnya esensi bahasa sebagai buah dari suatu budaya.

Nilai-nilai etika yang dibawa oleh budaya dan Bahasa sudah mulai dilupakan sekarang. Jadi, poin utamanya bukan pada jumlah penutur, tapi apakah  bahasa Sunda masih bisa mempertahankan makna utamanya?

Menanggapi urgensi tersebut, pemerintah sendiri sudah beberapa kali melakukan upaya pelestarian bahasa Sunda ini. Mulai dari mengadakan peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional dan penggelontoran dana untuk mendukung penelitian terkait bahasa Sunda. Sudah banyak pula usaha-usaha apresiasi terhadap karya-karya sastra berbahasa Sunda.

Lembaga-lembaga akademisi seperti kampus juga turut ambil peran untuk mendokumentasikan karya-karya berbahasa Sunda. Lalu dari lembaga sesederhana sekolah pun, bahasa Sunda sudah masuk kurikulum bahkan sejak jenjang sekolah dasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun