Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dilema BTS Meal: Produksi Sampah Bisa Ditekan, Penyebaran Virus Covid-19 Meningkat

10 Juni 2021   14:31 Diperbarui: 14 Juni 2021   20:52 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi mengoleksi barang-barang bertema idola kesayangan sudah bukan barang baru lagi. Hal ini pun menjadi ide penjualan BTS Meal oleh salah satu produsen makanan cepat saji. Makanan yang merupakan produk utama di sini seakan di-branding oleh embel-embel boyband tersebut, sehingga meningkatkan minat pembeli.

Barang yang viral, lalu digemari oleh banyak orang memang bukan sebuah kesalahan. Namun, di masa pandemi Covid 19 ini, pembelian secara masif yang menimbulkan kerumunan tentu saja menimbulkan permasalahan tersendiri. Tidak lain berkaitan dengan penyebaran virus yang menyerang paru-paru dan sistem pernapasan tersebut.

Di sisi lain, permasalahan sampah juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Berbagai macam cara sudah dilakukan, tetapi belum teratasi dengan baik. Bencana seperti banjir laris menjadi topik berita saat musim penghujan datang. Masyarakat memang giat menyalahkan pemerintah. Padahal, isu yang krusial ini harus diatasi oleh berbagai pihak. Kalau diperjelas lagi, Indonesia membutuhkan banyak orang-orang kreatif untuk mengelola bahan sisa tersebut agar tidak berakhir begitu saja di tempat pembuangan yang tidak sesuai (baca: sungai).

Bermula dari kecintaan penggemar terhadap BTS, bungkus makanan cepat saji yang menampilkan imej boyband tersebut terasa enggan untuk dibuang. Alhasil, mereka membuat seni kriya dari bahan sisa tersebut. Dilansir dari liputan6.com adapun beberapa hasil kerajinan berupa gantungan kunci, figura, hiasan botol minuman, dan casing ponsel pintar. Tidak kebagian produk kolaborasi ini? Melihat peluang bisnis, kemasan BTS Meal pun dijual di marketplace dengan harga tidak wajar. Masih berminat?

Jika lebih banyak masyarakat Indonesia seperti penggemar BTS yang memanfaatkan bahan sisa tersebut, maka permasalahan sampah akan perlahan teratasi. Sayangnya, harapan ini tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Seperti buah simalakama, sampah bisa ditekan, tetapi penyebaran virus Covid 19 meningkat, lantas bagaimana harus menyikapinya?

Tidak bisa dimungkiri jika permasalahan virus Covid 19 untuk saat ini lebih urgen dibandingkan sampah. Namun, bukan berarti permasalahan sampah tidak perlu mendapatkan perhatian yang sama. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan, tetapi mengurangi penyebaran virus Covid 19 memiliki aturan mutlak yaitu tidak berkerumun. Antusiasme pembeli yang tinggi pun pada akhirnya berujung dengan penyegelan restoran cepat saji yang menjual BTS Meal.

Jalan keluar yang paling instan adalah menerapkan kesadaran diri masing-masing khususnya bagi penggemar BTS. Jika sudah banyak orang yang memesan, alangkah baiknya tidak memesan juga agar mengurangi kerumunan. Kalau toh benar-benar ingin, mungkin bisa menunggu agak lama setelah orang-orang tidak begitu hype lagi dengan produk ini.

Jalan keluar selanjutnya adalah membatasi jumlah item yang dijual atau membatasi jam operasional produk tersebut dijual. Dalam hal ini, pihak restoran cepat saji juga perlu sering-sering mengabari perihal stok yang mereka punya sekarang agar tidak banyak orang yang mengantre.

Keadilan berlaku jika tidak ada pihak yang dirugikan. Kalau restoran cepat saji tetap ingin meraup keuntungan yang maksimal, berlakukan kebijakan jika pembelian BTS Meal dapat dilakukan dengan cara delivery atau drive thru. Dengan begitu, produk akan terdistribusi sebagaimana mestinya tanpa harus terjadi kerumunan di tempat.

Atau, pihak restoran cepat saji dapat melakukan sistem penjualan preorder. Dengan begitu, pembeli atau driver ojol yang sudah mengantre lama di tempat tidak kecele kalau pesanan mereka ternyata sudah habis.

Banyak cara yang bisa dilakukan agar orang-orang tidak berkerumun di suatu tempat. Jalan keluar yang baik pun tidak akan merugikan salah satu pihak. Agaknya fenomena viral ini dapat dijadikan pelajaran ke depannya. Hal lain yang tidak kalah penting adalah tidak perlu latah atau mengikuti tren jika ada dampak negatif yang ditimbulkan. FOMO berlebihan tidak akan membuat seseorang terlihat keren.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun