Mohon tunggu...
Hamzah Ismail
Hamzah Ismail Mohon Tunggu... Jamaah Maiyah Mandar, Yayasan Masyarakat Mandar Madani

Baca Buku dan sedikit menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Tuhan Cemburu pada Baharuddin Lopa

6 Oktober 2025   09:58 Diperbarui: 6 Oktober 2025   10:15 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah kebiasaan yang nyaris menjadi ritual wajib bagi Baharuddin Lopa setiap kali pulang kampung ke Pambusuang: ia selalu memanggil seorang sepuh desa, bukan sekadar untuk berbasa-basi, melainkan untuk mendengar kisah dan petuah yang hanya bisa lahir dari orang-orang tua yang bijaksana dan memiliki rasa humor yang tinggi. Salah seorang sepuh itu bernama Kurudi, yang hampir seluruh ceritanya selalu menggunakan logika terbalik.

Suatu hari, begitu kakinya menjejak tanah kampung, Baharuddin Lopa langsung menyuruh seorang perempuan muda menjemput Kurudi.

"Puaq, napanggilki Jaksa Tinggi (panggilan akrab Baharuddin Lopa)," ujar suruhan itu di depan Kurudi yang tampak terbaring di dipannya.

Padahal, sejak mendengar kabar bahwa Lopa pulang, Kurudi sengaja berpura-pura sakit. Ia menghela napas panjang, lalu berkata lirih tapi penuh siasat:

"Bilang sama Jaksa Tinggi, saya lagi sakit. Katakan juga, mulut saya ini sedang tidak berasap."

Suruhan itu bingung, tapi tetap membawa pesan apa adanya. Begitu mendengarnya, Baharuddin Lopa hanya tersenyum tipis, paham betul maksudnya.

"Belikan sebungkus rokok. Pakai uangmu dulu. Bawa ke rumah Kurudi," perintahnya.

Tak lama, rokok itu sampai di tangan Kurudi. Sepuh itu bangkit, mengatur jalannya pelan-pelan, tetap dengan gaya orang sakit. Tetapi begitu sampai di rumah Baharuddin Lopa, matanya berbinar melihat sambutan hangat tuan rumah. Kopi hitam segera disuguhkan.

"Puaq, sakit apa?" tanya Lopa, nada suaranya dalam dan penuh perhatian.

Kurudi menghela asap rokok sebelum menjawab, "Kurang tidur, Nak. Semalam saya mimpi. Mimpi berdebat dengan Tuhan. Bayangkan, jari telunjuk-Nya hampir saja menyentuh mata saya."

Alis Lopa terangkat. "Berdebat dengan Tuhan? Tentang apa, Puaq?" tanyanya, nada suaranya berubah, antara heran dan takjub.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun