Mohon tunggu...
Hamid Amren
Hamid Amren Mohon Tunggu... Administrasi - seorang pembelajar yang suka menulis

warganet

Selanjutnya

Tutup

Money

Defisit Anggaran dan Kapasitas Fiskal Daerah

25 Maret 2018   16:41 Diperbarui: 25 Maret 2018   16:46 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam dua atau tiga tahun terakhir dibanyak daerah sering kita dengar terjadi defisit anggaran. Apalagi daerah yang selama ini penerimaannya mengandalkan bagi hasil dari sektor mineral dan pertambangan. Ketika komoditas tersebut jatuh harga dipasaran dunia maka akan sangat berdampak terhadap bagi hasil yang diterima. Defisit anggaran yang  menghantui sejumlah daerah telah membuat kelimpungan para kepala daerah dalam menggerakkan pembangunan dan mengatasi berbagai masalah sosial kemasyarakatan,

Namun apa sih hantu defisit anggaran itu? Secara sederhana defisit anggaran dapat diartikan apabila pengeluaran lebih besar daripada penerimaan, lawannya surplus anggaran yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan atau jalan tengahnya anggaran berimbang (balancing budget) yaitu pengeluaran sama dengan penerimaan. Dengan kata lain jika penerimaan sebesar 1 triliun sedangkan belanja tidak melebihi 1 trilyun maka tidak akan terjadi defisit anggaran. Defiisit atau tidak adalah soal pilihan politik  kebijakan anggaran  yang  diambil, tentu dengan sujumlah variable makro dan mikro ekonomi yang harus dipertimbangkan secara matang.

Ketentuan tentang defiisit anggaran pemerintah daerah telah diatur dalam Peranturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.07/2017 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD, Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal Pinjaman Daerah Tahun 2018. 

PMK tersebut  menetapkan bahwa batas maksimal defisit APBD tahun anggaran 2018 masing-masing daerah berdasarkan kapasitas fiskal daerah yaitu 5 % dari  perkiraan pendapatan daerah untuk katagori sangat tinggi, 4,5 % dari perkiraan pendapatan daerah untuk katagori sedang, 3,5 % dari perkiraan pendapatan daerah untuk katagori rendah dan 3 % dari perkiraan pendapatan daerah untuk pendapatan sangat rendah. Silakan diteliti secara cermat daerah anda masuk katagori yang mana, rambu-rambu dari kemendagri sudah jelas, jangan sampai tersesat.

Harusnya defisit anggaran yang berdampak kepada ketidakstabilan keuangan daerah bisa dihindari. Karena ketentuannya jelas dan kebijkan politik anggaran ada ditangan kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah. Kapasitas fiskal daerah hal utama yang perlu dipahami dengan baik. Kemudian baru menentukan skala prioritas strategis. Ada  juga mandatory financing untuk pendidikan sebesar 20 % yang wajib dialokasikan, demikian juga mandatory financing dibidang kesehatan yang tidak boleh diabaikan. Juga yang tidak kalah urgen harus mendapat perhatian adalah pembiayaan yang menyangkut pelayanan dasar masyarakat.

Bahwa regim perencanaan anggaran telah berevolusi dari function follow money ke money follow function dan kemudian menjadi ke money follow program stategis itu sesuatu yang baik dan ideal. Karena dengan demikan masyarakat akan meninikmati benlanja modal pembangunan yang nyata. Namun semua itu harus dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan fiskal daerah yang mendukung. Jika tidak bukanlah harapan ideal yang didapatkan melainkan akan terjadi kekacuan anggaran di daerah. Dampaknya bisa kemana-mana, bukan saja terjadi stagnasi ekonomi di daerah, kelesuan kegiatan ekonomi warga tetapi juga merugikan penerimaan daerah. Belum lagi timbul masalah kerawanan sosial yang berpotensi terjadi  gangguan keamanan.

Tim ekonomi pemerintah daerah harus cakap, mampu memperhitungkan semua varibel makro dan mikro ekonomi, mengusai kapasitas fiskal dengan baik, sehingga penyusunan anggaran dan belanja daerah kredibel dan berkualitas. Selain itu garis batas  sesuai peraturan menteri harus dijadikan pedoman dasar dalam penyusunan anggaran daerah. Tidak tepat kalau kegiatan pembangunan yang dikerjakan pemerintah daerah diakhir tahun anggaran tidak tidak mampu bayar kemudian dianggap sebagai hutang pemerintah daerah.

Tentu saja ini keliru dan, bukan saja gagal paham, atau salah paham tetapi tidak paham. Kenapa, karena hutang pemerintah atau pemerintah daerah harus kepada lembaga yang memberi fasilitas kredit, seperti perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Kemudian kedua belah pihak juga harus membuat perjanjian hutang dengan jangka waktu pelunansan, angsuran pokok dan bunga yang telah disepakati para pihak. Sementara dengan pelaksana pekerjaan atau lazim disebut rekanan perjanjiannya bukanlah hutang piutang, tetapi kontrak kerja dengan kepastian waktu harus menyelesaikan pekerjaan, serta skema pembayaran. Dan rekanan bisa dikenakan denda jika tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Bahkan juga bisa diblack list jika dengan sengaja tidak mentaati perjanjian sebagaimana tertuang dalam perjanjian kontrak kerja.

Atau sebagai ilustrasi dapat diumpamakan jika seseorang meminta tukang membuat garasi dirumahnya kemudian selesai dikerjakan diberitahukan bahwa kita ini hutang dulu ya. Tentu saja hal yang demikian ini pastilah tidak dapat dikatakan hutang tetapi kewajiban (liabilities) yang harus dibayar oleh pemberi pekerjaan, sedangkan hutang pemerintah sebagaimana disebutkan diatas, itu biasa disebut pinjaman (loan).  Wallahu'alam. (***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun