Tentu saja, hal pertama kali yang pimpinan bimbel harus pastikan adalah kompetensi calon guru. Conversation class membutuhkan guru yang menguasai, bukan saja speaking, tapi juga writing. Terkadang, fokus speaking menjadi penegasan bahwa sang insan hebat dan piawai dalam berbahasa Inggris, tapi sebenarnya tidak sesederhana itu. Calon guru harus juga teliti dan cermat dalam menulis.Â
Kurang tepatnya penulisan beberapa kata dalam bahasa Inggris dalam materi ajar bisa menjadi indikator calon guru tidak kompeten dalam bahasa Inggris. Sehebat apa pun speaking-nya, kalau writing-nya kedodoran ya bisa menyesatkan murid. Makanya kalau calon guru mempunyai hobi menulis, khususnya menulis dalam bahasa Inggris, itu akan menjadi nilai plus tersendiri dan merupakan "jaminan" kalau dia dapat menyampaikan materi ajar dan 'pesan moral' yang terkandung dalam materi ajar tersebut dengan jelas.
Dan, yang terlebih penting adalah bagaimana calon guru mengajar di dalam kelas. Lesson plan, language teaching media, teaching learning process, dan pernak-pernik lain menjadi pertimbangan utama layak atau tidaknya sang calon guru diterima menjadi tutor yang menangani conversation class di bimbel.
2. Pimpinan bimbel harus mewawancarai calon guru dan menyampaikan tujuan diadakan kelas khusus tersebut
Wawancara adalah satu tahapan yang tidak boleh dilewatkan. Dari pertemuan tatap muka secara langsung tersebut, pimpinan bimbel bisa melihat dan mendengar secara langsung tentang kemampuan calon guru dan mengamati bidang-bidang lain yang menjadi minat calon guru yang menjadi nilai tambah dalam mengajar kelak di bimbel.
Sayangnya, Tania melewatkan tahapan ini, sehingga ketidaktahuan kemampuan Susan dalam mengajar menjadi blunder dan mempermalukan kredibilitas conversation class yang Tania gaungkan kepada para orangtua murid.Â
Menyampaikan tujuan diadakan kelas khusus, dalam hal ini, conversation class, perlu disampaikan oleh pimpinan bimbel kepada calon guru, supaya mimpi bimbel mempunyai andalan English sebagai keterampilan yang ada dan terutama di bimbel bukan menjadi halusinasi belaka.
3. Pimpinan bimbel menyatakan honor guru untuk satu pertemuan secara terang benderang di awal
Silang sengkarut informasi yang tak tersampaikan antara anak dan ibu adalah permasalahan yang pada akhirnya menjadi poin lemah untuk bertindak tegas. Mira, sang anak, tidak menyampaikan informasi perihal honor guru conversation class untuk satu pertemuan. Sang ibu, Tania, menyangka nominal honor seperti yang dia sangka.
Sudah seharusnya, penetapan honor bukan sekadar di otak saja. Harus dituliskan di atas kertas. Hitam di atas putih. Dan sepengetahuan seluruh jajaran inti di bimbel. Bukan sekadar pimpinan bimbel yang mengetahui. Dan apabila bertemu langsung saat wawancara, pimpinan bimbel harus menyatakan honor guru untuk satu pertemuan secara terang benderang di awal. Hak guru harus disampaikan dengan jelas. Dengan begitu, tidak ada keraguan dan kebingungan di kemudian hari.
Bimbel rumahan tetap harus 'profesional'
"Mungkin memang harus pakai aplikasi, pakai komputer untuk mendata semua murid," kata Tania pada suatu hari.
"Tidak mesti harus pakai teknologi kalau Anda belum sanggup untuk mengadakan dan menggunakan. Pakai yang ada saja untuk merapikan. Pakai kertas dan pulpen pun tidak masalah. Yang penting, tata kelola bisa berjalan dengan sistem yang rapi," Saya meluruskan kesalahpahaman Tania perihal teknologi yang membuat penataan menjadi rapi dan teratur, "Yang terpenting itu adalah niat yang kuat dan pelaksanaan secara nyata. Meskipun ada tersedia alat canggih seperti komputer dan laptop, kalau orangnya malas dan tidak kompeten, semua itu juga tidak ada gunanya."
Akhir kata, ketidakjelasan arah conversation class dan kelas-kelas khusus lainnya bisa diantisipasi dan ditiadakan sejak awal, jika Tania dan pimpinan bimbel rumahan lainnya memastikan kompetensi calon guru mumpuni; mewawancarai calon guru dan menyampaikan tujuan diadakan conversation class; dan menyatakan honor guru untuk satu pertemuan secara terang benderang di awal.Â