Mohon tunggu...
Halim Pratama
Halim Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa yang saling mengingatkan

sebagai makhluk sosial, mari kita saling mengingatkan dan menjaga toleransi antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkuat Literasi Keberagaman agar Menjadi Toleran

18 Januari 2020   12:03 Diperbarui: 18 Januari 2020   12:07 1436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keberagaman Budaya - nusantaranews.co

Toleransi sebenarnya bukanlah menjadi kata yang asing bagi kita masyarakat Indonesia. Toleransi merupakan karakter dari kita. Toleransi juga diadopsi dalam setiap adat istiadat budaya dari Aceh hingga Papua. 

Nilai-nilai toleransi ini juga diadopsi dalam Pancasila, yang merupakan dasar negara Indonesia. Kenapa toleransi ini penting untuk dijaga? Karena Indonesia adalah negara yang majemuk. 

Negara yang mempunyai banyak keanekaragaman budaya, keanekaragaman adat istiadat yang saling berbeda satu dengan yang lainnya. Juga keanekaragaman bahasa dan keyakinan. 

Perbedaan itu akan menjadi sebuah anugerah, jika dilihat dari sudut pandang toleransi. Namun akan menjadi sumber konflik, jika dilihat dari sudut pandang kebencian.

Saat ini, keberagaman ini seringkali dipersoalkan melalui maraknya provokasi kebencian di media sosial. Akibat maraknya provokasi ini, banyak sekali bermunculan tindakan intimidasi dan persekusi yang terkait SARA di masyarakat. 

Maraknya ujaran kebencian di media sosial, tentu saja tidak bisa dilihat sebagai hal yang berdiri sendiri. Kebencian ini sadar atau tidak, telah memicu tumbuhnya intoleransi dan radikalisme di negeri ini. Ketika kebencian terus disulut, disitulah potensi terjadinya intimidasi, persekusi hingga konflik.

Beberapa minggu lalu, di salah satu sekolah di Sragen, Jawa Tengah, telah terjadi dugaan intimidasi yang dilakukan oleh siswa kepada siswa lainnya. Ironisnya, intimidasi itu dipicu karena salah seorang siswa tidak mengenakan jilbab. Intimidasi yang dilakukan oleh siswa yang tergabung dalam kegitan ekstra rohis ini tentu sangat disayangkan.

Ada lagi di Yogyakarta. Muncul yel-yel yang dilakukan oleh pembina parmuka di salah satu sekolah. Islam Yes, Kafir No. Yel-yel ini berpotensi disalah artikan bahwa orang diluar Islam dianggap kafir. 

Karena beginilah yang terjadi saat ini. Ketka pilkada DKI Jakarta, provokasi SARA ini sempat menguat. Sebutan kafir dan tidak kafir, berterbaran di media sosial dan membuat kita merinding. Akibatnya, masyarakat menjadi terbelah dan memunculkan mobilisasi massa secara besar-besaran.

Beberapa tahun lalu pernah terjadi pembakaran beberapa tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara, karena terprovokasi sentimen SARA di media sosial. Beberapa tahun kebelakang, juga ada orang yang berani melakukan aksi meledakkan bom bunuh diri, karena terprovokasi oleh propaganda radikalisme.

Maraknya provokasi ini harus dihadapi dengan literasi tentang kebhinekaan negeri ini. Semangat bhineka tunggal ika harus menjadi dasar begi seluruh masyarkat Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun