PENDAHULUAN
Latar Belakang
Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis, yang banyak ditemui di lingkungan padat seperti pesantren (Ramadhani & Keman, 2023). Lingkungan pesantren, dengan kondisi asrama yang penuh dan adanya kebiasaan berbagi pakaian atau peralatan mandi, sangat rentan menjadi tempat penularan skabies secara cepat (Hijriani, Yulidar, & Luciana, 2023). Data menunjukkan prevalensi skabies pada populasi santri sering tinggi, seperti riset di Pesantren Makassar dengan 64% kejadian, dan penemuan kasus signifikan di sejumlah pesantren di Tuban, Pandeglang, maupun Mataram . Dampaknya bukan hanya fisik (gatal, infeksi sekunder), tetapi juga psikologis dan akademik, mengganggu konsentrasi belajar dan memunculkan stigma negatif (Sumiatin, Yunariyah, & Ningsih, 2024).
Penelitian mutakhir menegaskan bahwa intervensi edukasi dan sanitasi secara signifikan menurunkan penularan skabies di pesantren. Misalnya, program penyuluhan media video di Pesantren Makassar terbukti meningkatkan pengetahuan dan praktik pencegahan (Liambana, 2021). Di Tuban, edukasi kesehatan juga terbukti meningkatkan pengetahuan dan sikap santri terhadap PHBS dalam mencegah skabies . Selain itu, kajian di Depok menunjukkan intervensi penyuluhan dari rumah ke rumah mampu meningkatkan pengetahuan keluarga terhadap skabies secara bermakna (Kristanti, Ika Meidianab, Nareswari, Dira, & Zulhakim, 2023). Temuan-temuan ini memperkuat paradigma keperawatan komunitas yang efektif menggabungkan edukasi perilaku (hygiene) dan intervensi lingkungan (sanitasi).
Meskipun pendekatan berbasis pesantren umum dilakukan, masih sedikit yang memadukan pemberdayaan keluarga ke dalam strategi intervensi, padahal keluarga memiliki peran penting dalam pengawasan kebersihan santri di luar asrama. Di samping itu, peran kader kesehatan pesantren (seperti SIGAB) dapat dimaksimalkan untuk pendampingan berkesinambungan dan advokasi sanitasi (Ramadhani & Keman, 2023). Oleh karena itu, judul esai ini relevan karena menjembatani intervensi di pesantren dan kontrol skabies di keluarga melalui pendekatan komunitas yang utuh, inovatif, dan aplikatif.
PEMBAHASAN
A. Faktor Pengetahuan dan Sikap Keluarga dalam Pencegahan Skabies
Penelitian di Pondok Pesantren X, Karimun tahun 2023 menunjukkan hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik santri dengan kejadian skabies. Kurangnya pemahaman terkait penularan dan gejala skabies menjadi faktor utama (Oktarizal, Ab, Marlianti, Ahmadi, & Aisyah, 2024). Oleh karena itu, pemberdayaan keluarga dalam konteks pesantren, terutama peran orang tua atau wali santri melalui edukasi interaktif sangat vital. Kegiatan seperti pelatihan self-care meliputi kebersihan pakaian, tidur, dan alat ibadah, terbukti efektif meningkatkan kemampuan pencegahan skabies, sebagaimana hasil dari pelatihan di Pesantren As Syafiiyah-Unusa.
B. Peran Edukasi dan Sanitasi Berbasis PHBS
Intervensi PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Pesantren Manbaul Ulum Banjarmasin berhasil meningkatkan pengetahuan dan praktik higiene santri, mengurangi prevalensi skabies (Fetriyah et al., 2024). Demikian pula, studi di Pesantren Nurul Muttaqin Malang menunjukkan bahwa variasi PHBS berbanding terbalik dengan kejadian skabies, dengan korelasi cukup kuat (r = -0,466, p < 0,001). Edukasi mencakup teknik mencuci pakaian dengan panas tinggi, mencuci tangan, dan membersihkan lingkungan serta tempat tidur, yang perlu diadopsi dan diawasi di lingkungan keluarga dan asrama pesantren (Ibrahim, Reny Tri Febriani, & Nining Loura Sari, 2023).
C. Pemberdayaan Kader & Keluarga Melalui Pendekatan Keperawatan Komunitas