Mohon tunggu...
Hakim Djojoatmodjo
Hakim Djojoatmodjo Mohon Tunggu... -

The seeds of the dandelion you blow away.

Selanjutnya

Tutup

Money

Demi National Energy Security, Perlukah PGN Mengakuisisi Pertagas?

24 April 2014   09:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dari sisi supply, hampir semua kegiatan industri di Indonesia mengeluhkan terjadinya gas shortage  bahkan saat ini sebagian kembali beralih pada penggunaan solar sebagai bahan bakar dengan harga mencekik, seperti yang menimpa PLN dan industri-industri di Medan yang banyak gulung tikar akibat tidak sinkronnya ‘pembagian’ wilayah bisnis dan time-lining pembangunan infrastruktur gas bumi sehingga PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero Tbk. harus memindahkan proyek FSRU di Belawan ke wilayah Lampung berkenaan PT Pertamina Gas (Pertagas) yang hendak merevitalisasi LNG Arun, NAD untuk menyalurkan gas melalui pipa memasok kebutuhan gas di Medan. Dari sisi infrastruktur, dampak lemahnya implementasi roadmap mengakibatkan kompetisi yang tumpang tindih dalam penyaluran dan pendistribusian gas, mengambil contoh untuk pembangunan ruas pipa Muara Tawar – Muara Karang, PGN beranggapan wilayah tersebut adalah termasuk bagian proyek kelanjutan pengembangan jaringan distribusi gasnya untuk area Jabar sementara Pertagas berasumsi penguasaan wilayah tersebut dalam rangka efektifitas menyambungkan (integrated connection system) ruas transmisi gas Cilegon – Tegalgede di bagian utara Jabar. Dari sisi demand, munculnya gas trader (broker) yang mengambil keuntungan dari margin harga yang membebani harga jual gas di tingkat end-user mejadi jauh lebih mahal dibandingkan harga jual pokok di wellhead mengingat gas yang diangkut Pertagas terpaksa dijual ke trader karena belum terbangunnya jaringan distribusi di wilayah tersebut seperti kasus di sebagian Jatim.

Dari sekilas permasalahan diatas, muncul wacana dari Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN yang membawahi kedua perusahaan milik Negara untuk dilakukan akuisisi, untuk skenario awal PGN akan mengakuisisi Pertagas selanjutnya Pertamina (Persero) sebagai induk usaha Pertagas yang akan mengakuisisi PGN. Semangat Dahlan Iskan tak lain adalah keinginan untuk mewujudkan perusahaan migas yang besar dan kuat untuk mangatasi permasalahan akut terkait dengan minimnya investasi infrastruktur gas, tumpang tindihnya sistem distribusi gas nasional dan pemenuhan kebutuhan gas domistik berikut nilai tambahnya bagi kepentingan dalam negeri bukan semata untuk diekspor.

Sebelum membicarakan skenario awal PGN akan mengakuisisi Pertagas, perlu identifikasikan batasan bahwa scope regim usaha PGN dan Pertagas adalah perusahaan yang sama-sama bergerak di sektor hilir (downstream) sehingga diperoleh komparasi apples to apples yang seimbang. Selanjutnya kurang tepat jika banyak orang mengkomparasikan PGN dengan Pertamina (Persero) – apalagi dimerger – mengingat Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya  Pertamina EP bergerak di sektor hulu (upstream), mengingat UU Migas tahun 2002 telah mengamanatkan deregulasi pemisahan regim usaha antara sektor hulu dengan hilir. Alasan (motive) akuisisi diharapkan setidaknya mampu memberikan pencapaian nilai-nilai yang :

-Synergy; terjalinnya kerjasama, saling membantu dalam menjalankan fungsi kegiatan usaha dalam satu visi dan misi entity. Kenyataannya bahwa sebenarnya sulit menentukan bentuk merger kedua perusahaan ini, belum dapat dikatakan vertical merger (perusahaan berada di satu jalur produksi yang sama) atau pun horizontal merger (perusahaan berada di jalur bisnis yang sama), mengingat PGN bukannya merupakan konsumen Pertagas, juga Pertagas bukan sebagai produsen murni PGN; dalam hal ini Pertagas hanya berbisnis dalam pengangkutan (transporter) gas milik pemilik gas (shipper) dari produsen/KKKS di hulu ke tingkat pembeli, sementara PGN berbinis di sektor pendistribusian dan penjualan gas (commercial); hubungan keduanya bukan bersifat supplier-consumer maupun competitor satu dengan lainnya. Dalam hal ini Pemerintah harus mendefinisikan terlebih dahulu konsep merger sebagai landasan arah kerjasama bisnis selanjutnya.

-Growth; tumbuh dan berkembang baik dari sisi finansial (asset dan profit) maupun peluang dan kekuatan bisnisnya. PGN yang terdaftar sebagai perusahaan terbuka (listed di BEI dengan nama PGAS) hampir menguasai 80% dari total pipa gas di Indonesia yang pada tahun lalu berhasil menyisihkan deviden bagi Negara sebesar 2,8 trilyun (profit naik 50,6%) menggambarkan positive value, namun semenjak isu akuisisi ternyata pasar merespon negatif, ada kekhawatiran dari pemegang saham minoritas (Pemerintah memegang 57% saham PGN) bahwa independensi PGN sebagai perusahaan terbuka dan sistem transparansi keuangan bagi shareholder akan dikendalikan Pemerintah yang nantinya akan memegang share 70-74% melalui Pertamina (Persero), sementara Pertagas menjadi subsidiaries Pertamina (Persero) pada tahun 2008 tentunya belum established laporan keuangan berikut hitungan nilai asetnya. Bahkan jika eksekusi akuisisi terjadi  nilai saham PGN diperkirakan anjlok 12-29%, belum lagi hasil dari laporan BPK bahwa Pertamina (Persero) mengalami kerugian 7,7 trilyun atas bisnis LPG 12kg. Untuk mencapai keseimbangan performa akuisisi perusahaan, dalam hal ini Pertagas mengalami kenaikan sedangkan PGN menurun. Pemerintah harus mempertimbangkan benar pengelolaan resiko jangka panjang, kerugian penerimaan Negara dari deviden dan image perusahaan terhadap public shareholders’ interest serta biaya delisting terhadap saham milik publik akan membutuh dana miliaran dolar US.

-Increasing market power; terpenuhinya volume kebutuhan gas dan harga jual di tingkat konsumen akhir/masyarakat. Jika memang dilakukan merger belum tentu kedua ukuran kekuatan pasar tersebut dapat dicapai, karena memang core business keduanya tidak saling mengisi untuk menyupalai gas, Pertagas hanya bertindak sebagai transporter gas, bukan sebagai pemilik gas - shipper (produsen di wellhead maupun konsumen di plant-gate) tidak ada kepentingan dalam penjualan volume gas ke konsumen semisal PGN yang memang bisa berposisi sebagai shipper sekaligus penjual gas (commercial), keduanya tidak dalam posisi linier dalam penyuplai gas untuk kebutuhan konsumen. Begitu pula dari sisi kompetisi harga jual di konsumen, harga jual pokok gas tentunya berasal dari domain business-to-business penjual gas seperti PGN ke konsumen (kecuali harga untuk rumah tangga dan pelanggan kecil Pemerintah yang menetapkan) ditambah tarif (toll-fee) berupa persentase jasa pengangkutan gas seperti yang dilakukan Pertagas selaku pemilik pipa transmisi (transporter), tidak ada keterkaitan langsung dalam restrukturisasi harga jual gas yang menguntungkan dan murah bagi konsumen end-user karena memang tidak terdapat kompetisi harga jual gas disitu. Pemerintah hendaknya mempertimbangkan kekosongan business linkage pada kedua perusahaan tersebut.

-Acquiring better capabilities or resources; dari aksi merger diharapkan dapat membantu meningkatkan efektifitas operasional dan kemampuan operasional produktifitas terutama menyangkut financial resources termasuk penjualan, pinjaman, dan investasi perusahaan Tahun ini Forbes menganugerahkan PGN sebagai prestige public company pada peringkat 1.325 dengan nilai penjualan sebesar USD 2,6 miliar sehingga dalam hal pendanaan PGN dinilai lebih mudah untuk mendapatkan direct foreign investment (tahun 2005, PGN mendapatkan kepercayaan mendapatkan soft loan dari World Bank untuk untuk pembangunan pipa transmisi dari Sumsel ke Jabar). Adapun Pertagas baru berdiri tahun 2008 yang merupakan pengembangan salah satu subsidiaries Pertamina (Persero) yang menjalankan usaha pengangkutan gas melalui pipa transmisi yang dulunya merupakan asset Pertamina EP (upstream) yang dinormalisasi, Pertagas terus berkembang dengan revenue dari pungutan tariff (toll fee) atas jasa pengangkutan gas shipper melalui pipa transmisi miliknya. Pemerintah harus jeli memperhatikan kekuatan financial resources, jangan nantinya justru membebani salah satu kedua perusahaan tersebut; PGN akan kesulitan mendapatkan sumber pendanaan sementara Pertagas tiba-tiba terbebani operation and maintenance costs dan depreciation asset.

-Unlocking hidden value; perubahan manajemen dan restrukturisasi organisasi. Mengambil contoh joint venture antara Pertamina (Persero) dengan PGN membentuk PT Nusantara Regas dengan komposisi kepemilikan saham Pertamina sebesar 60% dan PGN sebesar 40% dengan PLN sebagai konsumen utama gas hasil regasifikasi LNG dengan fasilitas FSRU di Muara Karang, dengan skenario ini masih dimungkinkan apabila kondisi perjanjian kerjasama yang sifatnya single business transaction. Pemerintah dimungkinkan melakukan kajian joint venture antara PGN dan Pertagas dengan tetap berpegang pada batasan wilayah kerja/operasional, pembagian fungsi dan perjanjian hak dan kewajiban yang jelas dan terarah.

Harapan, melalui deregulasi retail gas market dari Pemerintah dengan skema penerapan 1) open access pipa transmisi untuk pengangkutan gas multi-shipper akan mendorong terjadinya kompetisi harga di tingkat gas seller sehingga terbentuk mekanisme pasar – free choice of supplier – bagi konsumen dalam mendapatkan harga gas yang murah dengan maksimum service-oriented; 2) function unbundling untuk memisahkan fungsi pengangkutan dan komersial terutama bagi PGN mengingat sebagian ruas pipa transmisinya masih berstatus single dedication dimana kedua fungsi tersebut masih menyatu mengarah pada controlling single seller yang cenderung semena-mena dalam menaikkan  harga jual gas dan mengendalikan pasokan; 3) natural infrastructure monopoly melalui penugasan dari Pemerintah kepada PGN maupun Pertagas untuk wajib membangun dan mengembangkan infrastruktur dan fasilitas ruas transmisi dan jaringan distribusi gas yang sudah ada (existing) berdasarkan national gas master-plan untuk mengurangi gas trader tanpa fasilitas yang hanya mencari keuntungan dari margin harga penjualan gas ke konsumen.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun