Mohon tunggu...
Hafizhah Mizli
Hafizhah Mizli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Alright

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Khilafah dan Imamah dalam Sejarah Islam

20 Oktober 2021   18:00 Diperbarui: 21 Oktober 2021   13:08 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Khilafah adalah ajaran Islam tentang sistem pemerintahan karena sebagai bagian dari ajaran Islam maka khilafah boleh didakwahkan. Tujuannya supaya umat tahu tentang sistem pemerintahan. Khilafah juga bukan hanya bagian dari ajaran agama yang kita peluk tetapi juga merupakan bagian dari sejarah kita.

Selama ini mengemuka berkaitan dengan politik Islam yaitu khilafah dan imamah. Meskipun diambil dari sumber yang sama yaitu Al-qur’an tetapi dua hal ini tentu berbeda namun imamah sendiri secara teknisnya hamper tidak terdapat perbedaan dengan khilafah, yaitu sebagai Lembaga kepemimpinan tetapi dalam praktisnya imamah tidak disandarkan kepada proses suksesi seperti yang ada dalam proses khilafah yang bernuansa sosial karena imamah sendiri cenderung dipahami bersifat doktrinal. 

Contoh yang membedakan antara keduanya dalam kasus area, khilafah adalah kepemimpinan dengan batas teritori tertentu yang berarti mengikat secara struktural warga di dalamnya dan tidak mengikat oranglain di luar area tersebut. Sedangkan imamah kepemimpinan yang melampaui batas teritori, negara, daerah tetapi mengikat dengan cara spiritual dan teologis setiap orang yang meyakininya. selain itu dalam funginya imamah yaitu bersifat spiritual dan khilafah bersifat institusional.

Dalam QS. Al-Baqarah: 124 disebutkan bahwa Imamah adalah proses penciptaan atau takwini, sedangkan khilafah adalah penetapan yang sumbernya dari tasyri'i atau kontrak sosial. Namun sebagian orang sunni dan syi'ah menganggap bahwa imamah dan khilafah adalah sebagai satu makna sehingga ini menyebabkan masalah yang memanas karena adalanya kesalahpahaman yang berkepanjangan. Seperti kasus orang syi'ah yang memunculkan terma  "perampasan hak kepemimpinan" yang seolah-olah mereduksi imamah menjadi khilafah, padahal konteks perampasan ini tidak ada dalam konteks imamah karena imamah adalah sesuatu yang tidak bisa dirampas dan diberikan kepada siapapun. 

Meski keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menegakkan dan mengatur masalah-masalah masyarakat tetapi konsep imamah lebih meyakini bahwa eorang pemimpin adalah seseorang yang sudah ditunjuk Allah. Konsep imamah ini banyak ditemui dalam literatur Syi’ah.

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa imamah bentuk dari satu arti dalam amirul mukminin sedangkan khilafah adalah suatu pemerintahan.  

Khilafah sendiri merupakan bagian dari fikih siyasah sehingga khilafah jelas ajaran Islam, bukan merupakan ajaran yang terlarang. Dalam negara khilafah juga mempunyai pemimipin yang disebut dengan Khalifah, tanggung jawab seorang khalifah yaitu melaksanakan syariat Islam dengan tujuan pembentukan negara Islam yang menuju pada kebahagiaan.

Sistem pemerintahan khilafah juga menjadi sarana untuk mengantarkan masyarakat Muslim mencapai keberhasilan baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.

Kata khilafah dalam bahasa Arab berarti bentuk kata benda verbal yang mengisyaratkan bentuk subyek atau pelaku yang aktif yang di sebut Khalifah, maka  tidak ada khilafah tanpa seorang khalifah. Sedangkan Khalifah dalam bahasa arab yaitu berasal dari kata khalafa-khlf, yang berarti menggantikan, mengikuti, atau yang datang kemudian. Bentuk jamak kata tersebut terbagi menjadi dua macam, yaitu khulafa dan khalaif. Quraish Shihab menyebutkan bahwa masing-masing makna dari kata itu tergantung atau sesuai dengan konteksnya. 

Menjadi Khalifah dalam negara Khilafah melalui pemilihan masyarakat dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, adapun syarat seseorang menjadi khalifah menurut Al-Farabi adalah (1) Sempurna anggota badannya, (2) memiliki pengertian yang besar, (3) memiliki tanggapan yang baik, (4) memiliki ingatan yang sempurna, (5) cakap dan bijak dalam berbicara, (6) mencintai inlmu pengetahuan, (7) tidak hidup mewah berfoya-foya, (8) tidak serakah, (10) mencintai keadilan dan membenci kebohongan, (11) sanggup menegakkan keadilan, (12) memiliki kehidupan yang layak.

Sebelum Nabi Muhammad SAW wafat Kedudukan Nabi adalah sebagai kepala negara sehingga otomatis berimplikasi kepada bentuk dan penyelenggaraan apapun dalam negara yang dipimpinnya. Meski tidak ada dokumen resmi yang bisa ditemukan berkaitan dengan bentuk dan dasar penyelenggaraan Negara Madinah tetapi kaum Muslimin pada umumnya sudah dapat menyimpulkan bahwa Islam yang menjadi pokok dasarnya. Hal ini diambil menggunakan pemikiran logis yang dimana Nabi Muhammad adalah pembawa agama Islam maka itu sudah jelas apabila bentuk dan penyelenggaraan negaranya berdasarkan dengn Islam. Karena alasan tersebut Negara Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW dengan sendiriya menjadi negara Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun