Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salah Kaprah tentang Manusia Pertama di Dunia? Begini Sains dan Agama Menjawabnya

19 November 2019   23:47 Diperbarui: 25 Mei 2022   22:34 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Homo neanderthal (ilustrasi). Sumber: www.npg.org

Sebelum sains berkembang sedemikian rupa, manusia telah mengenal teks-teks keagamaan sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Doktrin keagamaan itu diyakini betul kebenarannya hingga bagi mereka yang menolaknya akan dijatuhi hukuman dan sanksi. 

Pada abad ke-17 misalnya, Galileo Galilei pernah dihukum penjara oleh otoritas gereja akibat pendapatnya yang bertentangan dengan teks-teks suci. 

Pertentangan agama dan sains makin melebar, setelah Darwin muncul dengan teori evolusinya. Ia menyatakan bahwa keanekaragaman makhluk hidup yang ada sekarang adalah  hasil dari proses evolusi yang berlangsung sejak jutaan tahun lalu, begitu pula dengan manusia. Ia sama sekali tak menyebutkan manusia berasal dari kera sebagaimana yang dipahami oleh banyak orang.

 Teori ini mendapat dukungan dari para ilmuwan tatkala fosil-fosil "kera aneh" yang berumur jutaan tahun ditemukan di dalam lapisan tanah. Para Ilmuwan hampir kebingungan dengan fosil itu karena bentuk tengkoraknya menyerupai kera tetapi volumenya berbeda dengan volume tengkorak pada spesies kera yang ada sekarang. Begitu pula dengan fosil tulangnya yang lain yang mengindikasikan kera itu berjalan dengan kedua kakinya.

Mereka lantas melekatkan nama manusia purba (hominid) kepada spesies yang hidup jutaan tahun lalu itu. Mengapa disebut manusia purba? Hal ini dikarenakan mereka berjalan dengan kedua kaki mereka dan memiliki kemampuan berpikir yang lebih maju dari kera dilihat dari volume otaknya. Penamaan ini sesuai dengan definisi manusia menurut pandangan mereka.

Manusia dalam pandangan sains dipisahkan dari spesies hewan yang lain dikarenakan perbedaan-perbedaan fisiknya. Struktur rangka yang menjadikan manusia dapat berjalan dengan dua kaki (bipedal) adalah salah satu ciri manusia. Selain itu, volume otak yang menunjukkan kecerdasan juga menjadi pembeda manusia dengan hewan lain. 

Selanjutnya, teori evolusi menjadi landasan bagi para Ilmuwan untuk menjelaskan temuan fosil aneh itu. Mereka menyatakan bahwa fosil itu adalah fosil manusia yang belum mengalami proses evolusi menjadi manusia modern (Homo sapiens), yakni manusia yang ada sekarang. Meski telah berjalan dengan dua kaki, namun otak mereka belum berkembang. Mereka hanya mampu menggunakan alat sederhana untuk mencari dan mengumpulkan makanan.

Sayangnya, para ilmuwan kekurangan data fosil untuk menjelaskan rantai evolusi dari manusia purba hingga menjadi manusia modern. Mereka kemudian berusaha menjelaskan hubungan antara manusia modern dan manusia purba dengan  uji DNA. Hasilnya pun menunjukkan hasil yang menarik berupa keberadaan genom spesies manusia purba seperti Neanderthal dan Denosivans di dalam DNA manusia modern.

Lebih lanjut menurut ilmuwan, manusia purba ini telah punah akibat berbagai faktor. Manusia purba terakhir, Homo neanderthal, punah sekitar 24.000 tahun yang lalu. Sementara itu, manusia modern awal  hidup di Afrika sejak 300 ribu tahun yang lalu, mereka inilah yang menjadi leluhur dari seluruh manusia yang hidup di muka bumi hingga sekarang.

Pandangan ilmuwan sains mungkin disalahartikan oleh masyarakat awam. Mereka menyangka bahwa manusia berasal dari kera yakni kera yang mengalami evolusi sehingga menjadi manusia. 

Tentu pandangan ini bertentangan dengan doktrin keagamaan yang mereka yakini. Misalnya dalam Islam, Kristen dan Katolik, diyakini bahwa manusia pertama di dunia adalah adam serta istrinya yang bernama hawa. 

Secara biologis, sosoknya seperti sosok manusia yang ada sekarang. Hal inilah yang kembali memicu pertentangan antara sains dan agama dalam melihat manusia yang pertama di muka bumi.

Padahal bila dikaji secara mendalam, perdebatan ini seharusnya tidak perlu. Seringkali kitalah yang salah memahami tulisan ilmiah apalagi memahami teks-teks keagamaan. Akibatnya, kita cenderung mempertentangkan keduanya atau bahkan sampai berdebat dengan orang lain karena tidak sepaham dengan kita.

Kita seharusnya melihat dulu bagaimana definisi manusia menurut sains dan bagaimana definisinya menurut agama, apakah sama atau tidak. 

Sains melandasi definisi manusia mengacu pada ciri fisiknya semata seperti susunan rangka yang memengaruhi cara berjalan dan volume tengkorak yang memengaruhi cara berpikir. 

Bagaimana dengan perspektif agama memandang manusia pertama? Misalnya saja di dalam Islam.

Di dalam artikelnya yang berjudul Hakikat Manusia dalam Perspektif Alqur'an, Afrida (2018) menjelaskan bahwa definisi manusia dilandasi pada tiga konsep di dalam Alqur'an. 

Pertama, manusia sebagai makhluk biologis (Basyar). Mereka memiliki nafsu, makan, berjalan, seks dan lain-lain. Kedua, manusia sebagai khalifah atau pemikul amanat (Al-Insan). Mereka mengenal tuhan, berpikir dan mengelola alam dengan baik. Ketiga, manusia sebagai makhluk sosial (An-nas). Mereka hidup berdampingan, memiliki aturan dan norma yang ditaati. Ketiga unsur inilah yang menjadikan manusia sebagai manusia seutuhnya.

Manusia pertama dalam konteks Al-qur'an dipandang bukan sekedar memiliki nafsu dan berdasar ciri fisik semata. Akan tetapi, mereka yang mampu mengemban tugas sebagai khalifah, memiliki kepercayaan kepada Tuhan dan mampu bersosialisasi dengan baik.  

Oleh sebab itu, manusia pertama di sini mungkin bukan manusia modern terawal yang hidup di Afrika. Akan tetapi, seorang manusia modern yang pertama kali mengenal konsep ketuhanan, dan  mampu mengelola alam dengan baik.

Ia Tidak sekedar berburu untuk mengumpulkan makanan, tetapi telah mengenal cara bercocok tanam dan beternak. Dengan demikian, manusia pertama menurut perspektif agama Islam, mungkin  adalah manusia yang sedang berada di era Neolitik terawal di dunia menurut arkeologi.

Adam yang disebut sebagai manusia pertama, dijuluki pula sebagai Abul Basyar, bapaknya manusia secara biologis. Ia disebut pula sebagai khalifah/pemimpim pertama di muka bumi yang mampu memelihara alam dengan baik. 

Ia juga manusia pertama yang menetapkan norma sosial, seperti melarang anaknya menikahi saudara kembarnya, melakukan berbagai bentuk peribadatan. Adam pula yang memerintahkan anaknya untuk melakukan ibadah kurban kepada Tuhan.

Ada hal menarik, terkait kisah Adam dalam pandangan Islam dengan pandangan ilmuwan terhadap manusia modern. Menurut Islam, Adam memiliki warna kulit yang hitam legam setelah dikeluarkan dari Surga. Ia kemudian meminta ampunan Allah dan diperintahkan untuk berpuasa. Setelah menjalankan ibadah puasa tersebut, kulit adam lama kelamaan menjadi "putih" kembali. 

Cerita ini memiliki relasi dengan pandangan ilmuwan yang menyatakan kulit manusia pada awalnya berwarna hitam. Namun karena proses adaptasi pada lingkungan berbeda setelah bermigrasi dari Afrika, warna kulit mereka kemudian berubah. Ada yang berkulit putih beradaptasi dengan iklim dingin, ada pula yang berkulit kuning dan lain sebagainya.

Sebagai kesimpulan, bahwa Adam memanglah manusia pertama yaitu manusia pertama yang sempurna fisiknya, sempurna sosial dan spritualnya. Itulah sejati-jati manusia menurut agama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun