Nusa Tenggara Timur, sebuah wilayah yang bisa mencitrakan keindahan lewat hamparan sabana dan kegersangan, tak lepas pandangan kita dari untaian rasa gerah nan panas menyergap rasa untuk menghindar. Tapi sang pencipta memang melengkapi sesuatu yang jauh dari batas berpikir manusia bahwa gersang memiliki keindahan yang tersembunyi. Rangkaian gunung api yang melingkar di Indonesia, mencuatkan jajaran dataran nan tinggi yang memperlihatkan keagungan sang pencipta. Melepas rasa penat dan mencuri rasa lelah yang terlanjur di pupuk melalui hidup di perkotaan hingga menghasilkan kejenuhan. Daerah-daerah yang selama ini sering dianktirikan oleh pemerintah menghadirkan sisi berbeda yaitu keindahan. Kecendrungan akan kepastian keindahan yang kini selalu dihantui oleh kerusakan yang dibuat oleh manusia. Jejak meletus gunung Sirung di NTT yang walaupun tak menelan korban jiwa namun mampu memberikan hujan abu di sekitar wilayah gunung Sirung. Hujan abu yang terjadi juga dapat membahayakan penerbangan disekitar wilayah tersebut. Untuk itu saat letusan terjadi BMKG sudah memperingati warga agar tidak mendekati sekitar 1,5 kilometer. Gunung Sirung yang berlokasi dipulau pantar dianugrahi lukisan alam yang luar biasa. Matahari yang masih bersinar terik di pulau Pantar memperlihatkan jajaran bakau yang menampakkan keteduhan yang alami, suasana sepi dipantai yang menjadi bagian dari teluk menampakkan unsur kegentaran pada kami, tapi dengan perahu-perahu yang ‘terparkir’ di sekitar tumbak-tumbak yang memang dibuat untuk menambatkan perahu atau boat yang digunakan, sedikit meredakan rasa gentar yang ada. Tak lupa kami lihat kawanan burung terbang membatas cakrawala seperti ingin melukiskan keindahan ditempat ini. Aura yang jarang dirasakan dikota besar umumnya, penuh ketenangan disertai kedamaian. [caption id="attachment_206560" align="alignnone" width="420" caption="Hutan Bakau di Pulau Pantar (foto pribadi)"][/caption] Suasana yang beda dari biasanya dimana jajaran bakau yang terpelihara dengan baik, biasanya dikota besar seperti Jakarta, bakau adalah penghalang dari kegiatan reklamasi yang diperuntukkan bagi kepentingan bisnis maupun wisata, alhasil dengan berkurangnya bakau, maka abrasi dan banjir rob menjadi ‘sahabat’ bagi yang tinggal di sekitar pantai utara Jakarta, ironis memang karena dampak modernisasi selalu tidak sejalan dengan harmonis dengan alam dan akhirnya menyengsarakan manusia yang tidak tahu apa-apa. Suasan sepi pun menghinggapi kami ketika boat yang kami naiki sandar disekitar pantai, sepi dan seperti ditinggalkan oleh penduduknya, entah apa yang terjadi, apakah karena kedatangan kami sehingga mereka seperti takut atau menghindar untuk bertemu atau tatap muka dengan pendatang. Hal yang tentunya membuat kami penasaran, mengingat saat memasuki pantai, kami melihat beberapa boat yang tertambat ditumbak-tumbak yang ada. Kami pun duduk untuk sekedar melepas lelah dan penat dibawah pohon dekat dengan jajaran bakau yang nampaknya mulai kering akibat surut. Nampak ada nelayan dikejauhan yang sedang memeriksa bubu yang dipasangnya tak jauh didaerah area budidaya rumput laut. Dan selang beberapa menit kemudian ada seorang ibu yang berjalan dengan membawa bakul diatas kepalanya. [caption id="attachment_206562" align="alignnone" width="500" caption="Ibu Yang membawa bakul diatas kepalanya (foto pribadi)"]
Menjelang tengah hari kami pun mulai makan siang dengan bekal yang dibawa, bersama penduduk desa yang membawakan kami ikan-ikan untuk dibakar dipinggir pantai, makin menyenangkan karena suasana yang terasa sangat kekeluargaan, selesai makan kami pun segera berjalan kebelakang pantai yang kata penduduk setempat terdapat banyak padang ilalang yang luas disertai pemandangan gunung dan lautan, benar-benar indah dan mempesona, tak dapat digambarkan bagaimana keindahan suasana alami dengan hutan jati disertai ilalang, suasana yang benar-benar penduduk setempat menjaganya dengan baik. [caption id="attachment_206570" align="aligncenter" width="420" caption="rumah di kepulauan Alor (foto pribadi)"]