Mohon tunggu...
Hadits Al Hasan
Hadits Al Hasan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Perkenalkan nama saya Hadits Al Hasan. Seorang manusia biasa yang bercita - cita menjadi seorang pribadi yang luar biasa. Saya merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Saya memiliki hobi yakni membaca, menulis yang seperti bagian dari hidup saya. Tentu saja itu bukanlah satu hal yang luar biasa, akan tetapi saya akan berusaha untuk menggapainya guna bisa membahagiakan orang tua saya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Corona Mengubah Hidupku #2

24 Januari 2024   20:00 Diperbarui: 24 Januari 2024   20:28 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tanggal 23 Desember, sudah 3 hari lamanya aku, ibu dan kedua adikku dikurung di dalam rumah. Selama beberapa hari sejak hari pertama kami menjalani isolasi mandiri di penjara yang kami sebut sebagai rumah, aku, ibu dan kedua adikku selalu menyempatkan diri untuk melakukan video call dengan bapak yang saat itu sudah terbaring lemah di rumah sakit. Intinya, kami hanya mengirimkan doa - doa kepada bapak agar bapak bisa segera pulang ke rumah dalam keadaan sehat dan bisa berkumpul kembali sebagai keluarga.

Tanggal 23 itu adalah yang paling melekat didalam ingatanku. Bagaimana tidak, di tanggal itulah adikku yang paling kecil, Ilham,  merayakan ulang tahunnya yang ke 3 tahun. Di usianya yang sangat belia, ia harus menanggung semua pesakitan itu. Kami pun melakukan video call seperti biasanya. Berbicara dengan bapak yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Aku masih ingat, saat itu bapak sudah dalam kondisi sangat lemah dan tidak mampu berbicara karena sudah ada selang oksigen yang melekat di mulutnya.

Saat itu ibuku berkata lewat telepon, "Pah, hari ini Ilham ulang tahun. Bapak cepat sehat ya dan bisa kumpul lagi. Ilham kangen tahu sama bapak". Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaanku saat hari itu. Hanya bisa memandang wajah bapak lewat kamera handphone yang bapak ku saja sudah tidak mampu untuk memegangnya dan harus dibantu oleh staf medis yang ada di sana.

Pada akhirnya hari demi hari pun berlalu. Kabar demi kabar yang diterima selalu saja adalah kabar buruk dan tidak mengenakkan. Kondisi bapak terus memburuk dan sudah 2 kali masuk ke kamar ICU. Selalu seperti itu, kabar buruk selalu kami terima. Sampai pada satu malam, ibuku berkata kepada adikku yang hendak tidur di kamar yang bersebelahan denganku. Ia berkata, "Kalau bapak masih dikasih sehat dan dipanjangkan umurnya, alhamdulillah. Tapi kalau umur bapak cuma sampai sini doang, ya sudah. Kita terima saja" begitu ujarnya. 

Aku sejujurnya tidak terlalu memikirkan perkataan itu. Karena saat itu aku juga sudah mulai merasa bahwa umur bapak tidak akan lama lagi dengan kondisinya yang seperti itu. Pada akhirnya, hari demi hari berlalu dan puncaknya terjadi pada tanggal 28 Desember. Saat itu, kami diberitahu oleh pihak rumah sakit bahwa bapak masuk ke ruang ICU untuk ketiga kalinya. Seiring berjalannya waktu dari pukul 8 pagi hingga pukul 3 sore kondisinya terus menerus memburuk. Pada pukul 8 malam, kondisi bapak terus memburuk hingga pada akhirnya ia mengalami henti jantung pada awal pukul 10.

Pukul 22.45, tanggal 28 Desember 2020, bapak.... akhirnya dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit. Kami sekeluarga tentu saja merasa sangat terkejut. Kedua adikku sudah tertidur lelap pada saat itu, hanya aku dan ibuku saja yang masih terjaga. Ibuku yang menerima kabar itu dari tante ku merasa sangat shock hingga ia menangis dipojokan kamar dekat jendela sembari memegang telepon yang ia gunakan saat dihubungi oleh tanteku.

Ibu hanya bisa menangis, berusaha menolak kenyataan bahwa bapak sudah pergi meninggalkan kami untuk selama - lamanya. Tidak lama setelah itu, aku berjalan keluar dari kamar tidur ibuku dan seraya berkata didalam hatiku,"Innalillahi wa Innailaihi raji'un. Oh meninggal? Ya sudah" .

Kabar meninggalnya bapakku tersebar dengan sangat cepat di kompleks perumahan dan teman - teman dekatnya. Banyak dari mereka yang sangat terkejut dan tidak percaya akan berita meninggalnya bapak pada malam itu. Sampai - sampai salah satu dari mereka tidak dapat tidur sepanjang malam setelah mendengar berita itu.

Penderitaan kami belum selesai sampai disitu. Pasca meninggalnya bapak di tanggal 28 Desember, keesokan harinya kami dipanggil oleh pihak kesehatan kecamatan tempat kami tinggal untuk melakukan tes swab. Kami pun mau tidak mau harus pergi kesana untuk melakukan tes tersebut. Meski kami sudah menebak hasil yang akan didapatkan, yakni positif COVID-19. Pada akhirnya, dugaan kami benar - benar terjadi. Sehari setelah tes swab, diumumkan bahwa kami sekeluarga benar - benar terpapar virus COVID-19.

Alhasil, kami harus sekali lagi mendekam di dalam penjara yang kami sebut sebagai rumah untuk 14 hari kedepan. Sudah seminggu aku, ibu dan kedua adikku "dipenjara" di dalam rumah, kini kami harus mendekam di dalamnya untuk waktu yang lebih lama lagi. Mau tidak mau, kami harus melakukannya. Jika tidak, akan ada bayang  - bayang konsekuensi yang harus dibayar. Yakni, di bawa ke rumah sakit dengan alasan mendapatkan perawatan lebih lanjut. 

Akibat kami sekeluarga sudah terkena virus COVID-19, kompleks perumahan tempat kami tinggali ini memutuskan untuk melakukan karantina wilayah dan melakukan pembatasan khusus guna mencegah penyebaran virus yang lebih parah. Seluruh warga yang ada di kompleks perumahan tempatku tinggal wajib menggunakan masker, dan tentu saja ketakutan mereka pun mulai meluas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun