Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Berani Hidup Tanpa Bergantung Uang Tunai? Siapa Takut!

30 Oktober 2016   17:16 Diperbarui: 30 Oktober 2016   17:49 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan Sakuku dari BCA, smartphone bisa jadi (Fleble.com)

Bertahan hidup menjalani hari tanpa bergantung uang tunai, bisakah? 

Bagi yang terbiasa menjadikan uang tunai sebagai satu-satunya alat pembayaran, pertanyaan itu rasanya bak sebuah “yes or no question” yang jawabannya meski sekadar ya atau tidak, tetapi ternyata sulit dijawab. Untuk sekadar mengucap jawaban “bisa”, serasa sulitnya bukan main. Bayangan yang muncul adalah betapa sulitnya hidup bila tanpa memegang uang tunai di dompet ataupun di saku celana.

Padahal, kenyataannya tidak sesulit itu bila sudah mengenal uang elektronik seperti layanan SAKUKU yang merupakan produk keluaran PT Bank Centra Asia (BCA) Tbk. Bak pepatah, tak kenal maka tak sayang. Bila sudah mengenal dompet elektronik seperti Sakuku dan tahu manfaat besarnya, maka pertanyaan bisakah bertahan hidup tanpa uang tunai itu akan bisa dijawab dengan santai: “siapa takut?”.  

Gambaran tak kenal maka tak sayang  tersebut pernah dialami Binti Sholihah dalam perjalanan mengenal dompet/uang elektronik. Jurnalis muda di sebuah media nasional ini mengisahkan, perkenalan nya dengan dompet elektronik sejatinya karena terpaksa. Tepatnya ketika ia bertugas di Jakarta mulai pertengahan tahun 2014 hingga awal 2016 lalu. Profesinya yang mengharuskan berpindah-pindah liputan dari satu tempat ke tempat lain, sementara dirinya bukan pengguna setia kendaraan pribadi, membuatnya memilih moda transportas umum seperti kereta komuter maupun busway Trans Jakarta. Dari situ, perkenalannya dengan dompet elektronik terjadi.

“Saya dulu tertarik pakai uang elektronik karena awalnya dipaksa keadaan. Angkutan massal di Jakarta seperti KRL dan Trans Jakarta, bayarnya kan harus pakai uang elektronik,” ujar Binti dalam perbincangan santai tengah pekan kemarin.  

Bisa memakai uang elektronik untuk menunjang aktivitas nya sehari-hari, membuat Binti serasa menemukan harapan yang diidam-idamkan sejak lama. Sebab, dia sejatinya kurang suka membawa uang tunai. Perempuan berusia 24 tahun ini mengaku paling malas mengambil duit dari ATM. Sehingga, ketika ada transaksi yang pembayaran nya bisa dibayar non cash, dia lebih memilih membayarnya pakai debet. Dan kini bisa menggunakan uang elektronik. Apalagi, pemakaian uang eletronik tersebut tidak ribet. Karena kemudahan itu, dia tidak sampai mengalami semacam “buta teknologi” di awal menggunakan uang elektronik. Sejak itu, uang tunai mulai dilupakannya.

“Untuk duit cash palingan bawa sedikit buat jaga-jaga saja. Semisal buat jajan di Warteg,” ujarnya.

Berawal karena terpaksa, lama kelamaan, perempuan yang hobi naik gunung ini akhirnya jatuh cinta pada uang elektronik. Dia bisa merasakan betapa praktisnya uang elektronik karena dirinya tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar seperti yang selama ini dia lakukan. Uang elektronik yang dirupakan dalam bentuk card seperti halnya kartu ATM, juga lebih irit tempat karena bisa diselipkan di mana saja. Sehingga, dia tidak perlu lagi mengisi dompet nya dengan berlembar-lembar uang tunai.

Binti Sholihah, merasakan keuntungan besar uang elektronik/foto pribadi
Binti Sholihah, merasakan keuntungan besar uang elektronik/foto pribadi
Belakangan, dia semakin cinta dengan uang elektronik ketika tahu keuntungan lain nya yang bisa ia dapatkan. Dia jadi tahu ternyata kemanfaatan uang elektronik tidak hanya bisa dipakai untuk membayar moda transportasi umum seperti Trans Jakarta, tetapi juga untuk kebutuhan yang lain. “Uang elektronik ini juga bisa digunakan untuk berbagai transaksi belanja di toko-toko ritel, restoran dan lain-lain. Satu lagi manfaatnya, bisa buat bayar parkir. Jadi tidak usah mengeluarkan recehan,” sambungnya.

Ada pengalaman yang membuatnya merasa sangat beruntung sebagai pengguna uang elektronik. Pernah pada sebuah sore, ketika dirinya asyik menulis berita hasil liputan di tempat liputa tersebut, penyuka camilan ini merasakan lapar tak tertahan. Sementara, dia tidak membawa selembar pun uang tunai di dompetnya. “Untungnya masih punya uang elektronik. Akhirnya meluncur ke toko waralaba di dekat tempat liputan itu untuk beli camilan,” kenangnya.

Selama sekitar 1,5 tahun, perempuan asal Sragen yang suka baca buku ini telah terbiasa menggunakan uang elektronik. Ketika bekerja atau jalan-jalan sembari makan di resto atau juga ketika pergi nonton ke Cinema XXI saat libur kerja, dia terbiasa tidak lagi membawa uang tunai dalam jumlah besar. Sekadar membawa beberapa lembar untuk jaga-jaga bila diperlukan. Ia juga tidak terlalu khawatir ketika membaca berita maraknya peredaran uang kertas palsu karena dia tidak lagi menggunakan uang manual. Dompet nya memang tidak lagi tebal oleh lembaran uang tunai. Tetapi, bukan berarti dia tidak bisa melakukan aktivitas yang memerlukan transaksi pembayaran. Sebab, dia punya uang elektronik di dompetnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun