Tapi memang, Yang Maha Mengatur Jodoh punya skenario yang kita tidak pernah tahu. Berawal dari SMS ketika dia bertanya tentang kampung batik di Sidoarjo, kami lantas sering bertukar pesan. Jadi akrab. Meski lewat "dunia maya" versi zaman dulu.
Kencan pertama di Malang yang tidak terlupakan
Saya merasa nyaman berbincang dengan dia. Merasa ada semangat yang sama dalam memandang pekerjaan. Juga tentang hidup. Kagum dengan cara berpikirnya.
Ya, sebuah kencan pertama yang berkesan bagi saya. Tapi mungkin kurang berkesan (awalnya) bagi dia. Penyebabnya, saya datang terlambat. Meski hanya 5 menit!
Kala itu, kami janjian bertemu di Malang. Dia kebetulan sedang menginap di kost mbaknya (kakaknya). Kami sepakat bertemu di titik yang sudah disepakati. Pukul 09.00.
Saya berangkat dari Sidoarjo. Menaiki motor. Saya sudah menghitung berapa lama waktu yang saya tempuh perjalanan darat Sidoarjo-Malang. Saya masih hafal karena ketika kuliah sudah sering bolak-balik Sidoarjo-Malang menaiki motor.
Saya tidak ingin terlambat. Saya tidak ingin dia menunggu. Kalaupun saya datang lebih dulu di lokasi, biarlah. Biar saya saja yang menunggu. Begitu gelora jiwa muda saya kala itu.
Bagi saya, pertemuan kencan pertama itu lebih penting dari segala janji bertemu narasumber. Bila janjian bertemu dan mewawancara narasumber saja tidak boleh terlambat, apalagi janji bertemu calon pasangan hidup.
Saya sudah menata semuanya. Mulai dari outfit yang dipakai. Baju. Celana. Sandal gunung. Bahkan, menyiapkan 'say hello' dan obrolan awal ketika bertemu dia.
Namun, karena saking gembiranya ingin bertemu, saya melupakan satu hal. Saya lupa melihat isi bensin (bahan bakar) motor yang tinggal sedikit.