Dari penjelasan perihal risiko dan tantangan kesehatan tersebut, jelas Pilkada di masa pandemi akan berdampak pada risiko anggaran. Artinya, anggarannya bakal lebih besar dari sebelumnya.
Sebab, akan ada poin-poin yang di Pilkada sebelumnya tidak ada, kali ini akan diadakan dan memang harus ada. Dari mulai kemungkinan penambahan TPS hingga penerapan protokol kesehatan ketat di TPS, juga penyediaan masker, hingga hand sanitizer untuk pemilih.
Karenanya, tidak mengherankan bila kemudian, di kabupaten/kota yang akan menggelar Pilkada, pihak penyelenggara pilkada nya mengajukan usulan tambahan anggaran.
Melansir dari Liputan6.com, Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya mengajukan tambahan anggaran Pilkada 2020 senilai Rp 12 miliar untuk kebutuhan alat pelindung diri oleh pemerintah kota setempat.
Ketua KPU Surabaya, Nur Syamsi menyebut, pengajuan tambahan anggaran sebesar tersebut ditolak oleh pemkot dari sumber APBD. Pihaknya lantas  mengalihkan pengajuan tambahan anggaran Pilkada 2020 ke KPU RI.
Anggota Komisi A (Bidang Hukum dan Pemerintahan) DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni menyebut, penambahan anggaran pilkada di tengah pandemi ujungnya adalah menyelamatkan warga Surabaya dari potensi terinfeksi virus corona karena pilkada digelar pada masa pandemi.
Tantangan kualitas pilkada, potensi tingkat partisipasi rendah
Selain kesehatan dan anggaran, tantangan lainnya ketika menyelenggarakan Pilkada di masa pandemi adalah bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat. Sebab, ada kekhawatiran, dengan situasi pandemi yang belum usai, ada berdampak pada rendahnya partisipasi pemilih.
Melansir dari Kompas.com, dalam sebuah diskusi pada April lalu, Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, selain soal partisipasi pencoblosan, dikhawatirkan pemilih juga kurang berpartisipasi dalam kampanye calon kepala daerah.
Kita tahu, di masa pandemi, beberapa orang menyikapinya berbeda. Ada yang 'biasa saja' dalam artian tetap beraktivitas dan berani membaur dengan sesama karena sudah menerapkan protokol kesehatan. Namun, ada juga yang benar-benar membatasi bertemu orang lain di luar rumah. Â Sementara pilkadanya digelar secara manual yang mengharuskan pemilih datang ke lokasi.
Arya juga menyinggung bahwa bukan tidak mungkin, para calon kepala daerah tidak akan maksimal dalam berkampanye karena situasi pandemi Covid-19 ini. Sebab, agenda kampanye tentu tidak akan bisa mengumpulkan massa seperti dulu.