Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

OTT Bupati Sidoarjo dan Dua Pelajaran bagi Kepala Daerah

9 Januari 2020   11:01 Diperbarui: 10 Januari 2020   05:58 2200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah menggunakan rompi oranye usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020) dini hari.| Sumber: Tribunnews/Irwan Rismawan

Mendadak, Kabupaten Sidoarjo yang selama ini jarang terdengar di panggung nasional---salah satunya karena tertutupi dengan kiprah keren tetangganya (Surabaya)--sejak kemarin jadi pusat pemberitaan. 

Sidoarjo menghiasi pemberitaan di hampir semua media arus utama maupun media sosial.

Ironisnya, tampilnya Sidoarjo di panggung pemberitaan media skala nasional tersebut, bukan karena prestasi. Tapi karena kasus dugaan suap yang menimpa kepala daerah dan beberapa pejabat di pemerintahan daerahnya.

Ya, Selasa (7/1) malam, Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah bersama beberapa pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo dan dan pihak swasta, dikabarkan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di pendopo Pemkab Kabupaten Sidoarjo.

Tadi malam, Rabu (8/1), dalam keterangan kepada pers, KPK resmi menetapkan Bupati Sidoarjo sebagai tersangka dugaan suap berkaitan dengan sejumlah pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Sidoarjo. 

KPK juga menunjukkan barang bukti senilai Rp1.813.300.000 saat OTT di Sidoarjo pada Selasa (7/1/2020) malam.

Ada enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Selain bupati, terduga penerima suap lainnya yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo, Pejabat Pembuat Komitmen Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo dan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan. 

Juga terduga pemberi suap yakni dua pihak swasta berinisial IGR dan TSM seperti dikutip dari Detik.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyampaikan, KPK sebelumnya telah menjalani pemeriksaan intensif dan dilanjutkan gelar perkara, baru kemudian menyimpulkan adanya dugaan korupsi dan menaikan status perkara ke tahap penyidikan.

Bupati Sidoarjo dan lima terduga penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara terduga pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menariknya, dalam jumpa pers tersebut, Alexander Marwata menyampaikan bahwa OTT terhadap Bupati Sidoarjo dilakukan berdasar hasil penyelidikan sejak lama. Sekitar satu tahun. Termasuk melakukan penyadapan.

Penyadapan dilakukan sebelum dilantiknya Dewan Pengawas KPK. Menurutnya, penyadapan terhadap Bupati Sidoarjo ini tidak ada keterkaitannya dengan Dewas KPK. Sebab, Dewas KPK baru saja dilantik Presiden Joko Widodo pada 20 Desember 2019 lalu.

"Penyadapannya yang lama, sebelum pelantikan Dewan Pengawas. Itu kan, informasi yang sebelumnya, sudah lama," ujar Alexander Marwata dalam jumpa pers yang tadi malam ditayangkan langsung salah satu stasiun TV seperti dikutip dari Suara

Pelajaran bagi kepala daerah, "selesai dengan dirinya sendiri"
Memang, OTT terhadap Bupati Sidoarjo ini merupakan yang pertama di era kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri. Sekaligus, pertama kali sejak Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK berlaku. 

Dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, dijelaskan bahwa penyadapan harus berdasar izin dari Dewas KPK.

Namun, terlepas dari OTT terhadap Bupati Sidoarjo ini yang pertama di era kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri, tetapi toh tidak sekali ini, ada kepala daerah yang terjaring dalam OTT oleh KPK.

Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.Foto: cnnindonesia.com
Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.Foto: cnnindonesia.com
Sebelumnya, ada cukup banyak berita yang mengabarkan kepala daerah yang harus berurusan dengan lembaga anti rasuah ini. Korelasinya, seharusnya, kabar-kabar itu bisa menjadi pelajaran bagi para kepala daerah lainnya.

Pelajaran untuk lebih berhati-hati. Untuk tidak pernah tergoda dengan godaan apapun yang bisa membawanya menjadi pesakitan yang tidak hanya mencoreng dirinya, tetapi juga keluarganya. Sebab, ada 'mata' yang mengawasi. Ada yang mendengar gerak-gerik mereka. Ada KPK.

Beberapa kejadian penangkapan kepala daerah sebelumnya yang ada di pelosok daerah, seharusnya menjadi pelajaran. Jangan lantas berpikir bahwa karena KPK ada di ibu kota sehingga ketika 'bertingkah' di daerah, tidak akan ketahuan.

Saya yakin, Bupati Saiful sebelumnya juga pasti pernah mendengar dan membaca kabar perihal beberapa kepala daerah yang berurusan dengan KPK karena kejahatan korupsi maupun suap. Kok ternyata tidak menjadikan sebagai pelajaran. Entahlah.

Sebenarnya, mengapa kepala daerah berurusan dengan KPK sebagai lembaga anti rasuah?

Ada banyak ragam alasan. Tapi yang jelas, jawabannya mengerucut pada satu hal. Bahwa mereka masih belum selesai dengan dirinya sendiri.

Seharusnya, ketika menjabat kepala daerah, seseorang sudah harus merasa selesai dengan dirinya. Dalam artian, tidak lagi butuh 'tambahan'. Apalagi ingin mencari-cari tambahan. Mereka sudah merasa cukup dengan yang didapatnya.

Karena selesai dengan dirinya, dia tidak lagi tergoda dengan iming-iming untuk memperkaya diri. Karena selesai dengan dirinya, yang ada di pikirannya adalah bagaimana membuat warganya puas dan bahagia dengan kepemimpinannya.

Sebenarnya, tidak sedikit warga Sidoarjo yang berpikir bupatinya bisa seperti itu. Apa lagi yang dia cari. Lha wong hidupnya sudah paripurna. Mapan. Kaya. Terpandang.

Sebagai orang penting di Sidoarjo, dia sudah hampir 20 tahun menjabat. Ya, Saiful Ilah menjabat bupati sudah dua periode. Sebelumnya, dia juga pernah menjabat wakil bupati selama dua periode.

Bayangkan, 20 tahun menjabat. Itu bukan waktu yang singkat. Jarang ada kepala daerah dengan rentang periode memimpin yang panjang seperti dia. Bahkan mungkin, dia satu-satunya di Indonesia yang masih menjabat.

Bila dianalogikan pelatih sepak bola, bila menangani satu tim dalam periode dua dekade, dia pastinya sudah sangat paham dengan timnya. Apa kelebihannya. Apa kekurangannya. Lantas diramu menjadi tim yang menangan dan berprestasi meraih banyak gelar juara.

Bila kepala daerah, harusnya, dia sudah sangat hafal plus minus daerah yang dipimpinnya. Serta tahu bagaimana cara memajukan kota ini. Ironisnya di masa akhir masa jabatannya, Saiful malah terjerat kasus.

Menjadi kepala daerah yang melayani masyarakat
Itu pelajaran satu. Yang kedua, kasus yang menimpa Bupati Sidoarjo ini kiranya juga menjadi cerminan bagi kepala daerah. Bahwa sebagai kepala daerah, selain selesai dengan dirinya sendiri, seharusnya juga memposisikan diri sebagai pelayan masyarakat.

Seharusnya, sebagai kepala daerah, semangat utama adalah menjadi pelayan yang melayani masyarakat. 

Tugasnya melayani masyarakat melalui serangkaian kebijakan yang dibuat dan diterapkan di masa kepemimpinannya. Diantaranya pembangunan infrastruktur yang bila dilakukan dengan benar, masyarakat jelas akan senang.

Bila bisa memainkan peran sebagai pelayan masyarakat, rasanya para kepala daerah itu tidak akan berpikir untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. 

Sebab, dia akan terus tertantang untuk memunculkan inovasi-inovasi baru demi keinginan memajukan kota dan membahagiakan warganya.

Sebenarnya, apa sih definisi pejabat yang menjadi pelayan masyarakat?

Apakah seorang kepala daerah harus setiap hari turun memantau pelayanan masyarakat di dinas-dinas yang bersentuhan dengan pelayanan publik? Apakah kepala daerah harus turun hingga ke kelurahan, ikut membersihkan jalan, ataupun mengatur lalu lintas?

Tentunya tidak selalu harus begitu. Tapi, ketika menjadi pelayan masyarakat, seorang kepala daerah tidak akan segan untuk sering turun ke masyarakat. Blusukan. Tidak hanya di kantor saja.

Dengan begitu, mereka akan tahu apa saja permasalahan yang dihadapi warganya. Tidak hanya bergantung laporan dari bawahannya. Masyarakat pun akan merasa memiliki pemimpin yang dekat dan tidak berjarak dengan mereka.

Terpenting, seorang kepala daerah yang mengabdikan hidupnya untuk warga yang dipimpinnya, akan memiliki komitmen kuat untuk memajukan wilayah yang dipimpinnya.

Komitmen kuat itu tercermin dari kebijakan pemerintah daerah melalui kepanjangan tangan dinas-dinas dalam memajukan daerahnya. Dari program pembangunan infrastruktur hingga urusan kesejahteraan rakyat. Bila kotanya maju, tentunya warganya akan bahagia.

Lalu, bagaimana dengan kepala daerah yang terjaring OTT KPK. Apakah sudah menjadi pelayan masyarakat yang baik?

Ah, tanpa harus memberikan jawaban, mencuatnya kasus ini, bisa menjadi jawaban pertanyaan ini. 

Bila menjadi pelayan yang ingin melayani masyarakat, rasanya tidak mungkin sampai terkena OTT KPK karena pengadaan proyek infrastruktur. Sebab, urusan infrastruktur itu berkaitan langsung dengan kemaslahatan masyarakat.

Contohnya tentang akses jalan yang layak. Tentang pedestrian yang nyaman bagi pejalan kaki. Tentang saluran air dan rumah pompa yang mengalirkan air dan mencegah banjir ketika musim hujan dan banyak lagi.

Jadi bukan hanya tentang kesehatan dan pendidikan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Tapi bila akses jalan menuju tempat berobat ataupun ke sekolah masih belum oke, semisal bila setiap musim hujan ruas jalannya tergenang air, bagaimana bisa warganya bahagia.

Pada akhirnya, bila bisa berperan menjadi pelayan masyarakat, seorang kepala daerah akan dicintai warganya. Warganya akan merasa kehilangan seandainya pemimpinnya akan segera habis masa jabatannya.

Nah, berkorelasi dengan hal ini, sejak kemarin saya tergoda membaca beberapa komentar warganet di beberapa akun media sosial yang memberitakan tentang OTT KPK di Sidoarjo tersebut.

Dari beberapa komentar warganet, banyak dari mereka yang merespons bagus kinerja KPK. Malah, ada warganet yang merasa senang dengan kabar OTT KPK itu sembari berkomentar "usil" yang menjadi sentilan bagi Pemkab Sidoarjo sekaligus seolah menjadi luapan apa yang ingin mereka sampaikan selama ini.

Beberapa netizen lantas memaparkan bagaimana kondisi beberapa infrastruktur di Sidoarjo yang menjadi domisili mereka. Dari situ, ketahuan bila mereka memang tinggal di Sidoarjo.

Meski, ada juga yang menyayangkan. Dari beberapa obrolan dengan tetangga dan kawan, masih ada yang tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Sebab, bupati sejatinya tidak perlu seperti itu karena sudah "tidak butuh uang".

"Lha yo, Abah Ipul iku kurang sugih opo, kok yo sek gelem ngunu" (Abah Ipul--panggilan Saiful Ilah itu kurang kaya apa coba, kok malah masih mau dengan hal seperti itu)," ujar seorang kawan yang awalnya tidak percaya dengan kabar itu.

Ah, semoga, kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi kepala daerah lainnya. Sebab, katanya, menjadi pejabat itu banyak godaannya. 

Apalagi, iming-iming duit itu bisa melemahkan siapa saja selama menjadi manusia. Termasuk orang yang sudah banyak duit, masih bisa merasa kurang. Bahkan, sebelumnya, ada orang yang dalam pandangan banyak orang dianggap religius, nyatanya juga ada yang terjaring OTT KPK. 

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun