Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

"Minions" Kalah Beruntun dari Ganda Jepang, Peluang Emas Olimpiade Terancam?

15 Desember 2019   09:23 Diperbarui: 15 Desember 2019   14:14 1472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekspresi Marcus/Kevin usai dikalahkan ganda Jepang, Endo/Watanabe di semifinal BWF World Tour Finals, Sabtu (14/12). Ini kekalahan kelima beruntun mereka di tahun ini/Foto: badmintonindonesia.org

Bila sampean (Anda) mendadak dicegat reporter televisi, lantas ditanya "siapa pebulu tangkis Indonesia yang berpeluang besar meraih medali emas Olimpiade 2020 mendatang", Anda akan menjawab siapa?

Pastinya akan muncul beragam jawaban. Akan muncul nama si A, si B, si C, atau si D. Karena memang, Indonesia kini memiliki beberapa pebulu tangkis top yang bisa berjaya dalam persaingan global. Baik di sektor tunggal putra, ganda putra, ganda putri maupun ganda campuran.

Namun, saya cukup yakin, akan ada lebih banyak orang yang menjawab pasangan ganda putra, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo-lah yang dianggap paling berpeluang meraih medali emas Olimpiade 2020 ketimbang nama-nama lainnya.

Kenapa? Karena memang, sepanjang tahun 2019 ini, Marcus/Kevin memperlihatkan penampilan paling konsisten dibandingkan pebulu tangkis-pebulu tangkis Indonesia lainnya. Merekalah wakil Indonesia yang paling sering juara di turnamen BWF World Tour.

Minions--julukan Marcus/Kevin, berhasil meraih delapan (8) gelar BWF World Tour di tahun ini. Fakta itu membuat Marcus/Kevin belum tergoyahkan sebagai ganda putra rangking 1 dunia.

Bahkan, cukup sering terjadi, Minions--julukan Marcus/Kevin menjadi penyelamat "wajah" Indonesia dengan meraih satu-satunya gelar di sebuah turnamen ketika pemain Indonesia lainnya bertumbangan

Alasan lainnya, di sektor ganda putra, Marcus/Kevin memiliki head to head paling bagus ketika bertemu dengan sesama pemain Indonesia. 

Sekadar informasi, dari delapan gelar yang mereka raih, lima diantaranya diraih setelah mengalahkan senior mereka, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan.

Kekalahan kelima beruntun Marcus/Kevin dari Endo/Watanabe di tahun ini
Namun, hasil yang diraih Marcus/Kevin di BWF World Tour Finals 2019 yang digelar di Guangzhou, Tiongkok, serasa menjadi "lampu kuning". Tanda peringatan. Bahwa, harapan medali emas Olimpiade di sektor ganda putra, tidak semudah membayangkannya.

Sabtu (14/12) kemarin, Marcus/Kevin gagal lolos ke final BWF World Tour Finals. Mereka terhenti di semifinal usai dikalahkan ganda putra Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe. Marcus/Kevin kalah rubber game dengan skor, 11-21, 21-15, 10-21.

Sebenarnya, apa kaitannya kekalahan Marcus/Kevin di semifinal BWF World Tour Finals 2019 tersebut dengan peluang emas Olimpiade 2020? 

Bukankah kekalahan dalam pertandingan itu hal biasa. Siapapun bisa kalah. Termasuk pemain "World Number 1" sekalipun. Apalagi, Endo dan Watanabe juga ganda top dunia yang kini menduduki rangking 6 dunia. Jadi, kualitasnya tidak beda jauh.

Benar, dalam bulu tangkis era sekarang yang pemainnya memiliki kualitas nyaris merata, siapapun bisa saling mengalahkan. Namun, kekalahan Marcus/Kevin dari ganda putra Jepang tersebut, tidak bisa dianggap biasa saja. 

Justru, kekalahan itu wajib diperhatikan PBSI. Para Badminton Lovers (BL) Indonesia juga banyak yang penasaran dengan kekalahan itu.

Kenapa?

Sebab, ini adalah kekalahan kelima Marcus/Kevin dari Endo/Watanabe di tahun ini. Dalam lima pertemuan di tahun ini, Marcus/Kevin selalu kalah dari pasangan ganda putra Jepang "beda generasi" tersebut.

Bahkan, di World Tour Finals 2019 yang digelar dengan sistem grup di mana setiap grup ditempati empat pemain/pasangan yang saling berhadapan, Marcus/Kevin kalah dua kali dari Endo/Watanabe. 

Sebelumnya, mereka kalah di penyisihan grup. Juga lewat rubber game, 11-21, 21-14, 11-21. Siapa sangka, mereka kembali bertemu di semifinal. Dan lagi-lagi kalah dengan skor nyaris identik.

Sebelumnya, pertengahan November lalu, di perempat final Hong Kong Open 2019 (15/11), Marcus/Kevin juga takluk dari Endo/Watanabe lewat pertandingan tiga game selama 55 menit. itu kekalahan ketiga mereka tahun ini dari ganda Jepang tersebut.

Kekalahan pertama mereka terjadi di final Kejuaraan Asia pada akhir April 2019 di Wuhan, Tiongkok. Itu mungkin kekalahan paling buruk sepanjang karier Marcus/Kevin. Kok bisa? 

Bayangkan, Marcus/Kevin kalah dengan "skor 3" saja. Ganda rangking 1 dunia hanya mendapat 3 poin saja dalam satu game. Ya, Endo/Watanabe menang 21-18, 21-3 untuk meraih gelar juara Asia 2019.

Lalu, pertemuan kedua mereka terjadi di perempat final Thailand Open Super 500 pada awal Agustus lalu. Marcus/Kevin kembali kalah. 

Kali ini lewat rubber game, 17-21, 21-19, 14-21. Dan pertemuan ketiga terjadi di perempat final Hong Kong Open 2019 November lalu.

Bila di Hong Kong Open lalu, kekalahan Marcus/Kevin dikaitkan dengan kondisi mereka yang kelelahan setelah di pekan sebelumnya jadi juara di turnamen Fuzhou China Open. Namun, untuk kekalahan kali ini, rasanya tidak ada lagi alasan seperti itu.

Lha wong Marcus/Kevin tampil dalam kondisi bugar. Setidaknya, mereka tidak ikut tampil di SEA Games. Tenaga mereka tidak terkuras di SEA Games seperti halnya ganda campuran, Praveen Jordan/Melati Daeva ataupun Greysia Polii/Apriani Rahayu yang setelah meraih medali emas, langsung out di babak penyisihan BWF World Tour Finals.

Pendek kata, kekalahan kesekian kalinya Marcus/Kevin dari Endo/Watanabe ini patut menjadi perhatian khusus bagi PBSI. Utamanya bagi coach Herry Iman Pierngadi selaku pelatih ganda putra

Kekalahan kelima di tahun ini, juga menjadi tanda peringatan serius bagi Marcus/Kevin. Utamanya bila dikaitkan dengan ajang Olimpiade 2020 mendatang. 

Bahwa, Endo/Watanabe berpotensi menjadi lawan berat bagi mereka dalam upaya meraih medali emas di Olimpiade nanti. Apalagi, Endo/Watanabe akan tampil di rumahnya sendiri.

Merujuk pada peringkat BWF mereka menjelang akhir tahun 2019 ini, keduanya hampir pasti akan lolos ke Olimpiade 2020. Artinya, bukan tidak mungkin, mereka bisa bertemu di Olimpiade nanti.

Sekadar informasi, satu negara maksimal hanya mengirimkan dua wakil. Selain Endo/Watanabe, Jepang juga punya Takeshi Kamura/Keigo Sonoda. 

Namun, untuk ganda rangking 4 dunia ini, Marcus/Kevin malah lebih sering menang. Mereka juga bertemu Kamura/Sonoda di BWF World Tour Finals 2019 dan menang. Head to head mereka kini menjadi 11-5.

Mengapa Marcus/Kevin kesulitan menghadapi Endo/Watanabe
Sebenarnya, mengapa Marcus/Kevin yang dominan ketika menghadapi ganda putra dunia lainnya, justru kesulitan ketika melawan Endo/Watanabe?

Saya pernah menulis di "rumah ini" (baca Kompasiana) bahwa permainan ganda Jepang ini memang seperti menjadi "antitesis" dari permainan menyerang Marcus/Kevin. 

Sebab, Endo (32 tahun) dan Watanabe (22 tahun) memiliki kemampuan mengatur tempo permainan dan mampu bertahan solid.

Endo/Watanabe percaya diri karena punya kemampuan bertahan yang sangat baik. Agresivitas Marcus/Kevin acapkali terbentur pertahanan rapat mereka. 

Ditambah lagi dengan kesalahan sendiri Marcus/Kevin yang berbuah poin gratis untuk ganda Jepang tersebut. Pendek kata, Marcus/Kevin tidak bisa bermain nyaman ketika menghadapi mereka.

Endo/Watanabe juga piawai memainkan ritme main dengan tidak bermain bola-bola datar yang menjadi kesenangan Marcus/Kevin. 

Sebab, bila beradu bola-bola drive, mereka tahu bakal kalah cepat dari Minions. Jadilah mereka bermain kalem dengan kombinasi bermain net dan mengangkat bola ke belakang lapangan.

Seperti di pertandingan semifinal kemarin, di game pertama, Marcus/Kevin tak berkutik di game pertama. Mereka terus ditekan Endo dan Watanabe. Bahkan, di interval pertama, Endo/Watanabe unggul 11-3. Lantas terus mendominasi perolehan poin hingga unggul 21-11.

Di game kedua, Marcus/Kevin memperlambat tempo. Mereka menyerang lebih slow dengan kombinasi bola lob dan smash. Meski bermain lebih lambat, tapi hasilnya bagus. 

Mereka bisa meraih poin dengan cepat. Ditambah lagi beberapa kesalahan Endo/Watanabe. Mereka unggul 11-7 di interval pertama. Lantas unggul jauh di angka, 17-10, dan akhirnya unggul 21-15 setelah smash Endo menyangkut di net.

Di game ketiga, Marcus/Kevin sebenarnya langsung gas pol. Mereka langsung unggul 2-0. Namun, ganda Jepang bisa menyamakan skor dan tahu-tahu berbalik unggul 5-3. 

Kecerdikan Endo dan Watanabe dalam mengatur aliran bola membuat Marcus/Kevin lagi-lagi dalam posisi tertekan. Endo dan Watanabe unggul 11-5 di interval pertama.

Di interval kedua, ganda Jepang semakin mendominasi. Sementara Marcus/Kevin seolah bingung harus bagaimana. Sebab, serangan-serangan mereka bisa dikembalikan. 

Ganda Jepang bahkan unggul hingga 19-9. Lantas, menutup laga dengan skor 21-10 untuk lolos ke final. 

Bagaimana reaksi Marcus/Kevin menyikapi kekalahan ini?
Dalam wawancara dengan Badminton Indonesia, Kevin mengakui bila Endo dan Watanabe bermain lebih baik dan bisa mempertahankan ritme permainan dari awal hingga akhir. 

"Sebaliknya, kami malah masih banyak berubah-ubah. Pastinya kecewa dengan hasil ini. Intinya kami harus latihan lebih giat dan lebih keras lagi," ujar Kevin.

Marcus juga mengakui bila ganda Jepang tersebut memang tidak mudah dikalahkan. Pertahanan mereka sulit ditembus. "Kami sudah berusaha menyerang, tapi lawan memang nggak gampang mati hari ini. 

Saya pribadi jadi nggak begitu percaya diri mainnya. Mau main bagaimanapun jadi nggak enak, nggak bisa lepas juga tadi karena kepikiran terus," lanjut Marcus seperti dikutip dari Badminton Indonesia.

Kombinasi ganda putra Jepang yang satu ini memang unik. Endo yang seangkatan dengan Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan, bermain lebih kalem dengan mengandalkan penempatan bola. 

Sementara Yuta yang 10 tahun lebih muda darinya, bermain energik dengan memiliki smash dan defend yang sama bagusnya.

Watanabe juga bisa dibilang pembuka "kran rezeki" bagi Endo yang 10 tahun lebih tua darinya. Endo dulu bermain dengan Kenichi Hayakawa. 

Mereka dikenal sebagai spesialis runner-up. Bayangkan, tujuh kali masuk final super series, semuanya berakhir runner-up. Termasuk kekalahan di final All England 2014 dari Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.

Di final, Endo/Watanabe akan bertemu dengan Hendra/Ahsan yang kemarin mengalahkan ganda Taiwan, Lee Yang/Wang Chi Lin, 21-14, 21-9. Hendra/Ahsan berhasil revans setelah sebelumnya kalah dari Lee/Wang di penyisihan grup.

Menariknya, Hendra/Ahsan yang tahun ini selalu kalah dari Marcus/Kevin, justru bisa menang kala melawan Endo/Watanabe. 

Mereka sekali bertemu di final di New Zealand Open 2019 pada awal Mei lalu. Kala itu, Hendra/Ahsan juara setelah menang rubber game.

Pada akhirnya, BWF World Tour Finals 2019 menjadi turnamen penutup tahun. Dan, meski Marcus/Kevin menjadi ganda putra yang paling banyak meraih gelar, tetapi mereka menutup tahun dengan pekerjaan rumah (PR) yang rumit. 

PR untuk menemukan jurus menghadapi Endo/Watanabe. Kita tentu berharap, andai kelak berjumpa lagi di Olimpiade, Marcus/Kevin sudah tahu caranya mengalahkan Endo dan Watanabe. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun