Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berutang Memang Enak, tapi Jangan Mau Enaknya Saja

31 Juli 2019   11:14 Diperbarui: 31 Juli 2019   11:21 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berutang memang enak, tapi jangan mau enaknya saja. Bila punya duit berlebih harus segera dilunasi./Foto ilustrasi: bali.tribunnews.com


Bila harus memilih, sampean (Anda) lebih suka berada di posisi mana antara orang yang berutang ataukah yang memberikan pinjaman (baca utangan)?

Karena pernah mengalami berada di posisi keduanya, bahkan tidak sekali dua kali, saya bisa merasakan betapa berhutang dan memberikan pinjaman ke orang lain itu sebenarnya sama-sama enak.

Kok bisa memberikan utang kepada orang lain itu enak. Apa enaknya ?

Bila mereka yang datang berhutang kepada kita itu memang benar-benar membutuhkan alias duit hasil pinjamannya digunakan untuk keperluan mendesak, serta orang yang datang meminjam itu memang baik dan bisa dipercaya, sampean pastinya akan senang bisa membantu.

Bahkan, kita mungkin tidak membayangkan bila duit yang kita pinjamkan itu ternyata bermanfaat besar bagi keluarga si peminjam itu. Semisal orang yang butuh tambahan modal awal untuk berjualan, lantas bisa mengembangkan usahanya dari hasil pinjam duit itu sehingga pada akhirnya keluarganya bangkit dari keterpurukan ekonomi.

Atau juga bila duit hasil pinjaman itu dipakai untuk membayar kebutuhan sekolah, sehingga lantas anaknya tumbuh menjadi anak berprestasi dan dengan ilmunya bisa memberikan kemanfaatan pada banyak orang. Bila seperti itu, bukankah kita juga ikut andil dalam memberikan andil manfaat.  


Anggap saja meminjamkan duit itu bagian dari ikatan seduluran (pertemanan). Seperti kutipan kata eyang Pramoedya Ananta Toer dalam buku "Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer (Catatan Pulau Buru)":

"Persaudaraan yang diikat oleh sesuatu. Dengan ikatan itu mereka saling menjaga, saling membantu bila ada keperluan".

Tetapi memang, bagi kebanyakan orang, berutang itu lebih enak daripada memberikan utangan. Saya pun pernah merasakan berutang itu memang enak. Bagaimana tidak enak, lha wong kita tinggal sekadar 'bekerja meyakinkan orang' dengan ucapan, lantas mendapatkan duit dalam jumlah yang kita inginkan. Enak kan!

Itu yang pernah saya rasakan ketika dulu mengajukan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ke bank beberapa bulan sebelum menikah. Setelah semua persyaratan saya penuhi--dari mulai wawancara hingga pemberkasan dan membayar uang muka--- pihak bank pun setuju dengan besaran KPR yang saya ajukan. Jadilah rumah itu dibangun pada awal 2010 silam.

Saya masih ingat, ketika hendak membeli rumah tersebut, saya bertemu dengan seorang bapak yang juga mengambil rumah. Meski baru kenal, saya tidak pernah lupa ucapannya kala itu. Kata dia: "hanya orang-orang berani yang berani berutang. Kalau tidak berani berutang, sulit punya rumah". Ternyata si bapak itu lantas menjadi tetangga saya.

Merujuk pada ucapan bapak itu, dulu ketika masih bekerja di 'pabrik koran', saya juga pernah memberanikan diri untuk berutang di koperasi kantor. Lagi-lagi ada kebutuhan yang butuh cepat untuk diberesi. Dari semua pengalaman berutang yang pernah saya alami, meminjam duit di koperasi kantor inilah yang paling enak.

Dalam skala yang jauh lebih kecil, saya dulu juga pernah meminjam duit kepada kawan di tempat kerja. Jumlahnya tidak terlalu banyak. Gara-garanya, ada urusan mendadak yang harus segera diberesi keuangannya. Sementara kebetulan saldo di ATM kurang dari jumlah tersebut. Jadilah utang itu solusi ampuh untuk mengatasi urusan tersebut. Enak. 

Jangan mau enaknya saja, tapi juga berkomitmen mengembalikan duit pinjaman

Namun, seenak-enaknya berutang, tentu saja tidak seterusnya enak. Jangan malah keenakan. Maksudnya, jangan mau enaknya saja ketika menerima duit pinjamannya. Tapi, kita juga harus berkomitmen untuk mengembalikan duit pinjaman itu tepat waktu. Berani berutang ya harus beran melunasi.

Bukankah banyak terjadi, orang yang berhutang malah kemudian 'berkamuflase menjadi belut' sehingga licin dipegang alias sulit ditemui ketika akan ditagih. Padahal, sudah waktunya melunasi. Ironisnya, malah orang berutang yang menetapkan sendiri kapan akan melunasi, tetapi kemudian malah lupa.

Malah, ada orang yang berutang, pandai memainkan 'seni peran' layaknya aktor top. Ketika datang berutang, manis dan meyakinkan sekali ucapannya. Mimik wajahnya memelas. Plus memberikan kata sakti bahwa utangaya akan dilunasi pekan depan atau bulan depan karena akan mendapatkan arisan.

Namun, yang terjadi, giliran ditagih, malah dia berakting menjadi pemain antagonis supergalak yang bisanya marah-marah. Malah, dia pandai memutarbalikkan fakta seolah sedang didzolimi oleh orang yang sejatinya sedag menagih haknya.

Lucunya, meski beralasan belum punya duit untuk melunasi, tapi sikapnya di media sosial malah berkebalikan. Betapa tidak, dia malah posting makan-makan maupun, belanja barang di toko online atau bahkan liburan di akun media sosialnya. Bila seperti itu, siapa yang tidak sebal.

Karenanya, meski berutang itu enak, tetapi jangan mau enaknya saja, Jangan keenakan. Bila memang punya duit berlebih, ya disegerakan untuk melunasi. Tentu saja rasanya berat harus menyerahkan duit ke orang lain. Tapi, bukankah dulu ketika sampean berutang, orang yang memberikan pinjaman juga mudah saja menyerahkan duit ke sampean.  
Sekadar bercerita, dulu ketika cicilan KPR berjalan hampir empat tahun dari total durasi pelunasan 15 tahun, pas kebetulan ada duit lebih, utang ke bank itupun saya lunasi. Lega karena tidak ada lagi urusan utang dengan bank.

Begitu juga ketika berutang di koperasi tempat kerja dulu, meski pelunasannya dengan memotong gaji setiap bulan, tetapi ketika punya duit lebih, tidak ada salahnya untuk segera melunasi utang tersebut.

Namun, yang paling penting sejatinya, bersegeralah untuk melunasi utang dari teman bila memang sudah punya uang berlebih. Jangan pernah berpikir "ah orang itu (yang memberikan utangan) belum perlu duit karena duitnya banyak".

Mengapa utang kepada kawan lebih mendesak untuk dilunasi?

Sebab, urusan utang dengan kawan sendiri atau bahkan kerabat keluarga, bila tidak segera dilunasi, akibatnya bisa membahayakan. Bukan tidak mungkin, hanya karena utang, hubungan pertemanan dan kekeluargaan yang awalnya dekat dan akrab, mendadak rusak karena utang yang tidak kunjung terbayar.

Pihak yang memberikan utang pada akhirnya kehilangan kesabaran karena orang yang berutang sudah ingkar janji melunasi dari tanggal yang sudah ditentukan. Sementara yang berutang, seolah tidak ada niat untuk melunasi karena selalu menghindar bila akan diajak bertemu ataupun ketika didatangi di rumahnya.

Kecuali bila memang yang bersangkutan belum memiliki duit, bolehlah diberikan 'perpanjangan waktu'. Sebab, mau didesak seperti apapun, bila belum punya duit ya mau bagaimana lagi.

Saya pun pernah merasakan pengalaman seperti itu. Ada kawan yang meminjam duit katanya untuk keperluan mendesak dan akan dilunasi pekan depan. Besarannya tidak terlalu banyak, satu juta saja. Karena setahu saya dia orang yang tidak neko-neko, saya pun memberikan pinjaman.

Yang terjadi kemudian, sepekan berlalu, belum dilunasi. Dua tiga pekan, tetap sama. Saya sebenarnya paling malas ketika harus menagih utang ke orang. Saya lebih senang orangnya melunasi tanpa perlu ditagih.

Namun, setelah tiga bulan, ternyata belum juga dilunasi. Pada akhirnya, utang itu dilunasi oleh kakaknya. Penyebanya, terungkap bila kawan yang berutang itu juga punya utang ke tetangganya. Dari situ, lantas ketahuan aliran utangnya ke siapa saja. Termasuk saya.

Dari situ, saya bisa mengambil hikmahnya. Saya tidak kapok untuk memberikan utangan kepada orang lain. Sebab, saya juga pernah merasakan situasi ketika butuh duit dan berharap ada orang lain memberikan pinjaman. Siapa tahu memang benar-benar butuh. Toh, tidak semua orang punya pikiran licik yang maunya berutang saja tanpa ingin melunasi.

Selama bisa membantu, tidak masalah untuk membantu. Namun, yang penting untuk diperhatikan dalam urusan ini, bila sampean akan memberikan besaran utang, berpatokanlah pada kemampuan membayar orang yang berutang.

Ambil contoh, bila mereka yang berutang sebulan bergaji UMK (Upah Minimum Kota), lantas ingin berutang 8 juta, apa iya sampean langsung begitu saja memberinya? Bila seperti itu, jangan salahkan orang yang berutang bila kelak tidak mampu membayar. Namun, salahkan diri Anda sendiri. Lha wong sejak awal sampean tahu dia sepertinya tidak bisa melunasi utang besar seperti itu, malah sampean beri.

Pada akhirnya, membantu orang yang meminjam duit itu tidak masalah. Sebab, bukan tidak mungkin kelak kita juga ada di posisi seperti mereka. Namun, jangan sampai niatan membantu itu malah membuat diri Anda susah sendiri di masa nanti. Apalagi bila orang yang berutang itu ternyata mau enaknya saja. Salam.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun