Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Idul Fitri 2019, Momentum "Kembali 0-0" Pasca Pemilu

5 Juni 2019   22:42 Diperbarui: 5 Juni 2019   22:58 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idul Fitri, momentum saling memaafkan dan kembali 0-0/Foto: www.aida.or.id

Untuk itu, momen Idul Fitri kali ini yang datang pasca pemilu, seharusnya menjadi momentum bagi kita untuk kembali menjadi "0-0". Nol-nol dalam artian, kita mau meminta maaf dan juga membuka pintu maaf selebar-lebarnya kepada semua saudara kita tanpa memandang pilihan politik mereka pada pemilu lalu.

Apalagi, memaafkan merupakan sikap mulia yang amat dianjurkan dalam agama Islam. 

Dalam Surat An-Nur ayat 22 dinyatakan: "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Dan hendaklah mereka memberi maaf dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Dikutip dari www.aida.or.id, ayat tersebut menegaskan bahwa memaafkan merupakan sikap mulia yang hendaknya dimiliki setiap orang karena Allah sendiri maha pemberi maaf dan menyayangi hamba-Nya. Pemberian maaf sebagaimana ditekankan dalam ayat ini tidak harus menunggu permintaan maaf. 

Substansi memaafkan berdasarkan ayat tersebut adalah berlapang dada dan membuka pintu maaf selebar-lebarnya kepada orang lain dengan kesadaran penuh bahwa kesalahan merupakan suatu keniscayaan yang pasti pernah dilakukan oleh setiap manusia.

Nah, Idul Fitri kali ini menjadi momentum bagi kita untuk melupakan yang sudah berlalu demi membuka lembaran baru. 

Karenanya, setelah saling memaafkan, seharusnya tidak boleh lagi ada celaan cebong dan kampret, setan gundul-lah, sontoloyo atau apalah, yang selama sebelum Pemilu, sangat mudah untuk diucapkan maupun ditulis di media sosial.

Bukankah bulan Ramadan yang baru saja meninggalkan kita, ibarat menjadi pelatihan mental yang menggodok perilaku kita menjadi lebih baik?

Selama sebulan berpuasa, kita tidak hanya berpuasa menahan lapar dan haus dari waktu Shubuh hingga Maghrib. Kita juga belajar menahan diri untuk mengerem emosi dan perilaku negatif. Termasuk berupaya berperilaku baik di media sosial karena tidak mau pahala puasa kita tergerus.

Selama Ramadan, kita bisa menahan jemari kita untuk tidak mem-posting status kasar dan caci maki di media sosial ataupun menyebarkan informasi hoaks. Pasalnya, kita tidak mau pahala puasa kita lenyap hanya karena perbuatan menghasut dan benci kepada sesama.

Singkat kata, kita berjuang untuk membersihkan hati lalu membersihkan harta kita dengan membayar zakat. Kita telah berikhtiar untuk menyucikan diri di bulan Ramadan demi meraih kemenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun