Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Semangat Semarakkan Ramadan Warga Perumahan yang Beragam

30 Mei 2019   23:17 Diperbarui: 30 Mei 2019   23:40 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangat Keberagaman Semarakan Ramadan di perumahan/Foto pribadi

Siapa bilang Ramadan hanya 'ekslusif' milik kita yang menjalankan ibadah puasa? Bagi sampean (Anda) yang terbiasa tinggal dan berinteraksi hanya dengan kawan-kawan yang seragam, Anda mungkin akan keukeuh berpikiran seperti itu.

Namun, bagi sampean yang terbiasa hidup di tengah-tengah rekan kerja ataupun tetangga yang beragam, terbiasa berinteraksi dengan mereka yang tidak ikut menjalankan ibadah Ramadan, sampean bisa merasakan semangat keberagaman untuk ikut menyemarakkan Ramadan.

Nuansa seperti itulah yang sudah saya rasakan sejak mengenal lingkungan kerja pada awal tahun 2005 silam hingga kini tinggal di kompleks perumahan. Bahwa, ada toleransi dan semangat yang besar dari kawan-kawan yang tidak berpuasa, untuk ikut menghidupkan Ramadan.

Dulu, di kantor tempat saya bekerja, ketika Ramadan, tidak ada kawan yang tidak berpuasa lantas seenaknya makan siang atau makan sore di pantri ataupun di meja kerjanya. Mereka menghormati kawan-kawan yang berpuasa. Lantas, ketika waktunya berbuka puasa, tidak ada sekat antara yang berpuasa dan yang tidak. 

Semuanya ikut dalam keriuhan berbuka puasa di kantor. Meski takjilnya mungkin hanya gorengan dan juga es teh manis. Malah, tidak jarang, kawan-kawan yang tidak ikut berpuasa, membawa takjil untuk buka puasa di kantor.

Semangat keberagaman menyemarakkan Ramadan itu kini juga saya rasakan di tempat tinggal saya di perumahan. Dulu, saya sempat berpikir bila tinggal di perumahan yang katanya kelas menengah ke atas itu masing-masing penghuninya punya egoisme tinggi. Tak peduli pada tetangga bahkan mungkin tak kenal tetangga kanan-kiri rumah.

Di bulan-bulan biasa, kebiasaan mayoritas warga yang tinggal di perumahan, sepulang dari tempat kerja akan melepas penat di rumah bersama keluarga. Jarang ada yang keluar rumah. Makanya tidak heran bila banyak dari kami yang tidak saling mengenal tetangga satu kompleks. 

Jangankan satu kompleks, tetangga satu blok yang jarang keluar rumah juga tidak kenal. Palingan hanya bertegur sapa dengan menyapa "bapak/ibu" ketika bertemu tanpa tahu namanya. Ekslusifitas seperti itu sebenarnya sah-sah saja karena orang yang memilih tinggal di perumahan memang menginginkan "me time".

Namun, ekslusifitas dan keegoan warga di perumahan saya tersebut serasa lebur ketika Ramadan datang. Ramadan mengubah stigma ekslusif warga perumahan. Terutama di gang rumah saya yang terdiri kurang lebih 20 kepala keluarga.

Tahun ini, kami kembali mengadakan buka bersama antar tetangga gang sekaligus berbagi rezeki kepada anak-anak yatim piatu dari panti asuhan. Demi merealisasi acara tersebut, kami langsung sepakat untuk iuran dengan nominal tertentu.

Menariknya, di perumahan saya, utamanya gang tempat tinggal saya, penghuninya beragam. Beragam suku, pandangan politik, juga agama. Dua tetangga di depan gang rumah, merupakan warga yang keyakinannya berbeda. Namanya Bu Endang dan Bu Grace. Selama bertahun-tahun, kami bisa hidup berdampingan selayaknya tetangga.

Bila kebetulan istri memasak masakan lebih atau sekadar membuat kue, dia mengirim sebagian masakan ataupun kuenya untuk mereka. Begitu pula bila tetangga pulang dari luar kota, hampir selalu membawakan oleh-oleh untuk kami. Bila kami butuh bantuan dan begitu pula sebaliknya, tetangga-lah penolong pertama.

Nah, ketika acara buka bersama dan pemberian santunan untuk anak yatim, Bu Endang dan Bu Grace tidak mau ketinggalan. Mereka ikut menyemarakkan Ramadan di perumahan kami seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal, bisa saja, mereka memilih menutup pagar rumah mereka rapat-rapat hanya karena enggan bergabung.

Semangat keberagaman semarakkan Ramadan lewat buka bersama/Foto pribadi
Semangat keberagaman semarakkan Ramadan lewat buka bersama/Foto pribadi
Namun, mereka memiliki semangat untuk ikut menyemarakkan Ramadan. Mereka antusias untuk ikut urunan biaya. Bahkan, ketika acara buka bersama tersebut, mereka membawa kue untuk takjil buka bersama. Dan memang, urusan berbuat baik dengan tetangga dan urusan peduli kemanusiaan itu tidak ada sekat penghalangnya.

Cerita tersebut mungkin terdengar sepele. Hanya cerita receh. Namun, ketika persoalan intoleransi agama dan juga penolakan terhadap keberaaman acapkali masih menggema di beberapa tempat negeri ini, cerita ini menjadi penting untuk digaungkan.

Saya yakin, bukan hanya di perumahan saya, tetapi di banyak tempat lainnya, juga masih ada banyak cerita perihal mereka yang bersemangat merawat keberagaman dan bisa hidup berdampingan dengan ikut menyemarakkan Ramadan tahun ini.

Sebab, selain di perumahan, semangat keberagaman menyemarakkan Ramadan juga saya rasakan di acara alumni SMA yang menggelar pembagian takjil di jalanan dan bakti sosial di panti asuhan.

Ada kawan yang tidak ikut berpuasa, tetapi bersemangat untuk ikut terlibat dalam acara tersebut. Dia rela meluangkan waktu untuk datang meski kemudian buru-buru kembali katanya ada kegiatan ibadah hari Minggu. Ah, hebat ya Ramadan, bisa mengumpulkan keberagaman dalam satu wadah.

Ya, saya yakin, ada banyak semangat keberagaman dalam menyemarakkan Ramadan yang bisa ditemui di banyak tempat. Karena memang, sebagai manusia yang tinggal di bumi Indonesia yang beragam sukunya, beragam pemeluk agamanya, beragam dialek berbahasanya, kita harus siap berbeda. Siap dalam artian menerima perbedaan dan siap hidup berdampingan.

Bukankah seorang muslim yang baik adalah mereka yang bisa membuat tetangganya nyaman dan aman hidup berdampingan dengannya? Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun