Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sisi Lain Kabar Prostitusi Artis, VA Jadi "Pemersatu" Warganet

12 Januari 2019   16:02 Diperbarui: 12 Januari 2019   18:57 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Osterreich/pixabay.com)

VA. 80 juta. Cukup dengan menyebut dua kata kunci tersebut, kita sudah paham akan ke mana arah pembicaraan tertuju. Malah, rasanya akan sulit menemukan orang yang fakir informasi sehingga tidak mengetahui kabar prostitusi artis bernilai puluhan juta yang menggegerkan tersebut.

Sampean yang punya gawai, sampean yang tergabung dalam grup-grup WhatsApp, sepertinya sudah ikut menceburkan diri untuk tahu kabar itu. Bagaimana tidak tahu, sejak kabar itu pertama kali mencuat karena penangkapan yang dilakukan aparat, semua kawan di dunia maya baik yang kita kenal baik maupun tidak terlalu kenal, ramai-ramai membagikan informasi tersebut.

Tidak sulit untuk mengingat berita apa saja terkait kasus prostitusi ini yang ditulis media dan telah kita 'konsumsi'. Mulai dari awal penangkapan di Surabaya, pengakuan yang berbeda antara pihak polisi dan pihak artisnya, polisi yang membuka inisial dan juga menangkap laki-laki yang memesan 'jasa' tersebut, hingga informasi perihal beberapa artis yang diduga juga masuk dalam pusaraan 'bisnis' ini.

Bahkan, kabar terbaru, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Polda Jawa Timur atas pengecekan rekening koran salah satu mucikari, terungkap fakta mengejutkan. Bahwa ada satu transaksi dengan nominal mencapai Rp 2,8 miliar seperti dikutip dari news.detik.com

Malah, sampean yang masih penasaran karena mungkin tidak puas dengan hanya membaca link berita yang masuk ke grup WhatsApp, merasa butuh untuk terus tahu. Jadilah sampean berkunjung ke mesin pencari Google untuk tahu lebih banyak tentang VA. 

Bila sampean masuk ke Google, cukup tulis huruf V, maka Google akan menampilkan deretan kata berawalan huruf V dan nama VA akan berada di posisi teratas (setidaknya hingga siang ini). Itu pertanda nama VA paling membuat penasaran dan paling dicari.

Nah, terlepas dari semua "kabar serius" yang berseliweran di media sosial, kasus prostitusi yang melibatkan artis ini ternyata memunculkan sisi lain yang kesannya malah jenaka. Itu terkait dengan respons sebagian warganet dalam mengomentari kejadian ini.

Sampean yang aktif ber-media sosial, sampean yang sering memantau komentar-komentar warganet di kolom komentar akun Instagram pejabat negara, tokoh politik, atlet bulutangkis Indonesia hingga artis, pastinya paham bila "masyarakat media sosial" itu sangat senang berkonflik. Lebih tepatnya gemar berkonflik kata. Perang komentar.

Tengok saja, ketika ada salah satu calon presiden memposting gambar plus narasi di akun Instagramnya, postingan yang sejatinya bagus itu malah direspons rupa-rupa oleh warganet. Mereka yang mendukung dan mereka yang berseberangan, menjadikan postingan itu bak panggung untuk berdebat. Satu komentar warganet bisa berbalas hingga ratusan komentar dari warganet lainnya.

Kalau sampean penasaran bagaimana "perang komentar" warganet tersebut, silahkan masuk ke kolom komentar di media sosial salah dua pasangan yang menjadi kandaidat capres dan cawapres. Memang, bagaimana ssi komentarnya? ya begitulah.

Belum lagi ketika ada media ternama yang kini rata-rata memiliki akun Instagram dan rajin memposting informasi sebagai bagian mendekatkan media mereka dengan generasi pengguna media sosial Bila sebuah media memberitakan perihal tokoh A yang substansinya cenderung kontroversial walaupun itu memang fakta, warganet akan dengan muda menuding media tersebut pro calon A, pendukung A dan sebagainya. Sementara warganet lainnya akan menimpali komentar tersebut. Begitulah kehidupan di media sosial.

Tidak hanya di ranah politik, akun media sosial yang memposting kabar sepak bola tim Eropa, itupun bisa menjadi pemicu konflik panas antar warganet. Ambil contoh 'perang komentar' antar pendukung Real Madrid dan Barcelona, suporter Liverpool dan Manchester United atau fans nya Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Hanya karena informasi yang terbilang begitu saja, warganet langsung terbelah, menjadi kelompok pendukung atau penyinyir.

Bahkan, kabar tentang atlet bulutangkis Indonesia saja masih ada yang berkomentar nyinyir bahkan cenderung merundung. Terlebih ketika pebulutangkis Indonesia tidak mampu tampil bagus di sebuah turnamen.

Nah, di tengah mudahnya warganet berkonflik dan beradu komentar di media sosial, kabar prostitusi itu seolah menjadi 'pemersatu' diantara mereka. Ketika sebuah akun media sosial, memposting berita tentang VA ini, tidak ada perang komentar. Yang ada malah celetukan-celetukan lucu ala warganet.

Seperti pada 5 Januari lalu, ketika kasus ini sedang ramai-ramainya, sebuah akun media sosial yang biasanya fokus mengabarkan kabar sepak bola dalam dan luar negeri, mendadak memposting berita dari sebuah media online terkenal berjudul "Tarif Prostitusi Online Artis VA Capai Rp 80 juta". Postingan itu dikomentari oleh hampir 300 warganet. Jauh lebih banyak dari postingan bola.

Lucunya, ketika ada warganet berkomentar "Ngapain lu ikutan min? Apa mau beralih jadi akun lambe-lambe". Komentar tersebut lantas dijawab dengan jawaban "hanya ginian yang bikin fans bola Indo bersatu". Warganet lainnya berujar "postingan pemersatu bangsa".

Lucunya lagi, ketika ada akun yang memposting nama-nama inisial artis yang diduga juga ikut tercebur dalam pusaran prostitusi online ini, itupun ditanggapi dengan kocak oleh beberapa warganet. 

Semisal inisial VA, ada yang menyebutnya Victor Igbonefo (pesepak bola naturalisasi yang membela Persib Bandung), Vermansah Andik (balikan nama dari pemain Timnas) hingga warganet yang 'maksa' menyebut nama plesetan Vigit Aluyo (kalau nama yang ini berkaitan dengan kasus pengaturan skor di sepak bola yang masih ramai). 

Pendek kata dari hampir 300-an komentar di akun tersebut, sama sekali tidak ada warganet yang berkomentar "nge-gas", nyinyir ataupun mengucap 'penghuni kebun binatang' seperti biasanya. Berita ini bak menjadi 'pemersatu' warganet yang biasanya senang berdebat tanpa tahu wajah yang diajak beradu argumen.

Namun, terlepas dari respons jenaka para warganet di jagad media sosial, kemunculan berita ini juga memunculkan ironi. Bahwa masih ada banyak masyarakat dan warganet yang kurang berimbang dalam merespons kasus seperti ini. Semisal identitas perempuan yang lebih banyak disorot dan bahkan terkesan ada pengeksploitasian identitas. Sementara laki-laki yang "menyewa jasa" seperti dianggap tidak menarik untuk diberitakan.

Meski, juga tidak lantas kemudian membalik porsi itu. Dalam ranah wajar, pemberitaan kasus prostitusi di media, seharusnya menjadi momentum kapok bagi mereka yang juga melakukan hal serupa. Mereka harusnya paham, perbuatan mereka tidak hanya bisa mendapatkan sanksi hukum tetapi juga sanksi moral masyarakat.

Bagamanapun, sanksi itu sebagai efek jera. Sebab, bila tanpa menonjolkan sanksi yang didapat pelaku, satu hal yang membuat miris dari praktek prostitusi online seperti ini adalah penularan. Utamanya mereka yang masih muda, bahkan remaja. Khawatirnya, mereka yang memang gila materi dan enggan bekerja keras tetapi mau mendapatkan uang besar dalam sekejap, malah menjadikan kabar ini sebagai 'pekerjaan' yang bisa ditiru.

Sebab, dalam praktik prostitusi, seringkali yang menjadi korban terbesar sejatinya adalah anak-anak. Seperti halnya ketika Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menutup beberapa lokalisasi di Surabaya beberapa tahun lalu, pertimbangan utamanya adalah masa depan anak-anak. Agar anak-anak yang sejak kecil tinggal di 'lingkungan kelam', tidak terus dicekoki dengan pemandangan yang seharusnya tidak mereka lihat. Sebaliknya, mereka bisa bertumbuh dengan memiliki cita-cita besar dan benar. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun