Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Memuji Anthony Ginting, Menyemangati Jonatan Christie

22 September 2018   09:05 Diperbarui: 22 September 2018   23:05 2828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anthony Sinisuka Ginting saat beraksi pada babak 16 besar China Open 2018 yang berlangsung pada Kamis (20/9/2018). (BADMINTON INDONESIA)

"Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan".

Begitu kaya Eyang Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar yang telah menghasilkan karya-karya yang memukau dunia, dalam salah satu karya fenomenalnya, "Bumi Manusia".

Kalimat adil sejak dalam pikiran ini bisa ditarik dan diterjemahkan dalam berbagai makna. Termasuk dalam menilai karier seorang atlet olahraga. Bahwa kita juga harus memakai "kaca mata" bernama adil ini. Kaca mata adil ini bisa berwujud mengenali dan tahu perjalanan karier sang pemain. Tidak mengenalinya sepotong-sepotong atau di masa tertentu saja.

Ambil contoh pebulutangkis senior Indonesia, Liliyana Natsir. Akan sangat tidak adil bila menilai Liliyana di era sekarang ketika usianya sudah menginjak 33 tahun dan mendekati masa pensiun. Penilaiannya yang muncul bisa jadi Liliyana (bersama Tontowi Ahmad di ganda campuran) itu kalahan karena kini memang mulai sulit bersaing dengan pemain top dunia yang muda-muda.

Adil itu bila bisa mengenali Liliyana melalui jejak rekamnya di lapangan bulutangkis. Bahwa kini dia tinggal menikmati "masa senja" nya setelah menjadi kebanggaan dengan memberi puluhan gelar bergengsi untuk Indonesia. Salah satunya medali emas Olimpiade 2016. Dengan begitu, kita akan mendapati gambaran bahwa dia seorang legenda.

Pun, sama dengan memahami pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting. Perlu untuk tahu jejak rekamnya dalam beberapa tahun terakhir. Jangan hanya tahu penampilannya hanya dalam satu event saja lantas mengambil kesimpulan. Itu namanya kurang adil.

Anthony Sinisuka Ginting, mendapat pujian pemain-pemain top dunia /Foto : Twitter InaBadminton
Anthony Sinisuka Ginting, mendapat pujian pemain-pemain top dunia /Foto : Twitter InaBadminton
Namun, kenyataannya, yang terjadi seperti itu. Ada banyak penyuka (berbeda dengan pecinta) bulutangkis yang hanya menjadikan Asian Games 2018 kemarin sebagai satu-satunya referensi untuk menilai kemampuan pebulutangkis. Padahal, dalam olahraga, penampilan atlet itu terkadang naik-turun (* asal turunnya jangan keseringan sehingga bisa disebut tidak konsisten). Ada juga faktor luck alias keberuntungan.

Tanpa bermaksud membandingkan, faktanya, media-media lebih antusias menyoroti kiprah Jonatan Christie dibandingkan dengan Anthony Ginting. Wajar karena Jojo meraih medali emas dan Ginting meraih perunggu. Namun, alangkah eloknya bila porsi ekspos tersebut tidak terlalu njomplang. Toh, mereka sama-sama tunggal putra andalan Indonesia.

Dan, bila kita (termasuk penyuka bulutangkis yang mulai cinta pada olahraga ini sejak Asian Games 2018 dan mungkin berlanjut menjadi pecinta sesungguhnya sehingga mau mengikuti penampilan pebulutangkis Indonesia di turnamen-turnamen) terus memantau apa yang terjadi selepas Asian Games 2018, kita pasti tidak akan 'cuek' terhadap Ginting. Alih-alih memberikan stigma negatif. 

Pujian pemain-pemain top dunia untuk Ginting 

Ya, di dua turnamen level atas BWF World Tour yang diikuti pemain-pemain top dunia (Japan Open dan China Open 2018), Ginting memperlihatkan dirinya sebagai tunggal putra Indonesia yang paling mampu bersaing dengan pemain-pemain top dunia. Utamanya di China Open yang dimulai Selasa (18/9/2018) dan akan berakhir Minggu (23/9/2018) besok.

Ketika terhenti di round 2 Japan Open 2018, orang masih maklum karena dia kalah dari Viktor Axelsen, tunggal putra rangking 1 dunia asal Denmark. Meski, ada juga komentar nyinyir bahwa tunggal putra Indonesia memang "segitu aja". Apalagi Jonatan Christie juga langsung kalah di round 1 dari pemain India, HS Prannoy.

Ginting tampil hebat di China Open 2018/Foto: TwitterInaBadminton
Ginting tampil hebat di China Open 2018/Foto: TwitterInaBadminton
Pun, di China Open yang merupakan turnamen BWF World Tour level tertinggi, Ginting sejatinya diragukan. Dia diprediksi tidak akan bisa melangkah jauh. Sebab, drawing menempatkan dia berada di "pool neraka".

Bayangkan, di putaran pertama dia harus menghadapi Lin Dan yang meski usianya tidak muda lagi, juara Olimpiade dua kali ini acapkali tampil gila di rumahnya sendiri. Pun, bila menang, Ginting kemungkinan bertemu lagi dengan Axelsen di round 2. Dan, andai lolos, dia sangat mungkin bertemu Chen Long, si peraih medali emas Olimpiade 2016 di perempat final.

Dan memang, semua skenario itu menjadi kenyataan. Hebatnya, Ginting bisa melakoninya dengan sempurna. Dia mengalahkan Lin Dan lewat rubber game, 22-24, 21-5, 21-19. Lantas menaklukkan Axelsen dua game langsung, 21-18, 21-17. Dan kemarin, di perempat final, Ginting mengalahkan Chen Long untuk keempat kalinya di tahun 2018 ini.

Pencapaian Ginting lebih aduhai dari dua tunggal putra Indonesia lainnya (Tommy Sugiarto out di round 1 usai kalah dari pemain tuan rumah unggulan 2, Shi Yuqi dan Jonatan Christie out di round 2 usai kalah dari pemain Hongkong unggulan 8, NG ka Long Angus.

Hebatnya, Ginting tidak sekadar menang atas tiga pemain top tersebut. Dia juga mampu memenangi hati pemain-pemain hebat itu. Faktanya, seusai pertandingan, mereka menyampaikan pujian untuk Ginting.

"Ginting pemain yang sangat cepat. Pada saat saya bisa membalikkan keadaan 19-18 di game ketiga, responnya sangat cepat di depan net. Pelatih saya memberikan arahan agar saya kembali mengarahkan shuttlecock ke atas, ini juga langsung diselesaikan dengan cepat oleh Ginting dengan smash nya. Di saat genting, ia bisa tampil lebih stabil," kata Lin saat wawancara.

"Memang saya sudah kalah empat kali tahun ini dari Ginting. Dia bermain dengan style yang simple sebetulnya, mirip permainan Taufik Hidayat. Dia mengontrol permainan net dan memaksa lawan untuk mengangkat bola, kemudian dismashnya," ungkap Chen dikutip dari m.badmintonindonesia.org.

"Ginting masih muda dan dia punya banyak energi untuk tipe bermainnya dia yang seperti itu. Tahun ini dia bisa menanjak karena mental bertandingnya stabil, saya rasa ini yang bisa membuatnya ada di level yang lebih tinggi," pungkas Chen Long.

Bagaimana dengan Axelsen? 

Di Japan Open 2018 lalu, ketika Ginting dan Axelsen tengah beradu pukulan dan penampatan shuttlecock, setelah mengirimkan bola lob ke Axelsen yang lantas dikembalikan, Ginting mendadak mengirim bola net tipis. Axelsen yang tidak mampu menjangkau, mendadak langsung mengacungkan jempolnya untuk Ginting (rekaman momen ini bisa dilihat di Youtube).  

Ginting (kiri) berhasil mengalahkan Axelsen, pemain rangking 1 dunia di China Open 2018/Foto: Twitter InaBadminton
Ginting (kiri) berhasil mengalahkan Axelsen, pemain rangking 1 dunia di China Open 2018/Foto: Twitter InaBadminton
Seusai pertandingan, Axelsen menyalami Ginting lantas terlihat mengatakan sesuatu. "Dia bilang permainan saya hari ini bagus dan dia mengucapkan selamat buat saya atas capaian di Asian Games kemarin," beber Anthony ketika ditanya apa yang diucapkan Axelsen.

Ginting memang layak mendapatkan pujian dari penampilan hebatnya. Meski, tak baik bila terlalu menyanjungnya. Sebab, perjalanannya di China Open 2018 belum usai.

Hari ini, Sabtu (22/9/2018), di babak semifinal, pemain kelahiran Cimahi berusia 21 tahun ini akan berhadapan dengan Chou Tien Chen. Ini juga menjadi partai ulangan semifinal Asian Games 2018, saat itu Anthony dikalahkan Chou dengan skor 21-16, 21-23, 17-21. Kali ini, Ginting ingin revans. Meski, apapun hasilnya, Ginting sudah melakukan pencapaian hebat di China Open 2018. 

"Pastinya saya tidak mau kejadian di Asian Games terulang lagi. Saya akan pelajari lagi permainan kami di Asian Games, saya akan coba untuk menikmati permainan dan bagaimana mengatur pikiran saya," sebut juara Indonesia Masters 2018.

Menyemangati Jonatan Christie

Bagaimana dengan Jonatan Christie?

Hasil yang diraih Jonatan Christie di Japan Open dan China Open 2018 memang tidak bagus bagi dia. Langsung tersingkir di Japan Open dan out di round 2 China Open tentunya cukup mengejutkan bila merujuk pada pencapaiannya di Asian Games 2018 saat meraih medali emas nomor perorangan pada 28 Agustus lalu. Saya yakin, Jonatan pun pastinya kecewa dengan penampilannya.

Jonatan Christie diharapkan bangkit di Korea Open pekan depan/Foto: PBSI
Jonatan Christie diharapkan bangkit di Korea Open pekan depan/Foto: PBSI
Toh, ini bukan akhir baginya. Terpenting adalah bagaimana mengevaluasi penampilannya di dua turnamen tersebut. Hanya Jonatan yang paling tahu apa masalahnya sehingga tidak bisa tampil maksimal di Jepang dan Tiongkok.  

Saya mengandaikan Jojo--panggilan Jonatan--bak seorang pendaki gunung. Bahwa, keberhasilan di Asian Games menjadi bukti dia pernah bisa sampai di puncak 'gunung'. Seharusnya dia tahu jalan menuju puncak. Namun, bila di pendakian berikutnya dia ternyata gagal, mungkin karena kali ini medannya lebih berat atau bisa juga karena kondisinya yang kurang prima.

Sebab, turnamen bulutangkis sejatinya "begitu-begitu saja". Dalam artian, pemain-pemain yang dihadapi dari turnamen ke turnamen berikutnya, hampir sama itu -itu saja. Terpenting bagaimana menjaga konsistensi permainan. Dan, konsisten hanya bisa terjadi bila pemain kuat secara fisik dan mental, juga mau belajar menganalisa permainan lawan.

Pada akhirnya, saya berharap Ginting dan Jojo bisa konsisten tampil bagus. Bisa sering bertemu di laga-laga final turnamen BWF. Sebab, bila terus meraih hasil buruk di turnamen BWF yang berimbas pada posisi rangking, bisa-bisa 'tiket' ke Olimpiade 2020 gagal diraih.  

Ya, semoga Ginting bisa terus tampil sesuai standar yang diperlihatkannya di China Open 2018. Dan semoga Jonatan bisa bangkit dan bisa menampilkan permainan terbaiknya di turnamen Korea Open yang dimulai pekan depan.

Siapa sih yang tidak pengen, Indonesia memiliki dua tunggal putra yang sama-sama bagusnya. Seperti dulu kita memiliki Liem Swie King dan Icuk Sugiarto, Alan Budikusuma dan Ardy B Wiranata, Haryanto Arbi dan Joko Supriyanto hingga Taufik Hidayat dan Hendrawan. Semoga era keemasan tunggal putra Indonesia itu bisa terulang. Salam bulutangkis.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun