Pendahuluan
Di era digital yang penuh dengan feeds dan notifikasi, kita seolah-olah hidup dalam dua realitas, yaitu dunia fisik dan dunia maya. Sayangnya, dunia maya telah menjadi wilayah yang subur akan penyebaran hoaks (informasi yang dirancang untuk memanipulasi dan menyesatkan). Mengapa masyarakat modern, yang seharusnya semakin teredukasi, begitu rentan dan mudah menelan informasi palsu? Padahal mereka di setting untuk menjadi pribadi yang dapat berpikir kritis (Hakim, 2022).
Untuk menjawab pertanyaan kritis ini, kita perlu kembali ke fondasi cara berpikir yang paling mendasar dan sistematis, yaitu Filsafat Ilmu. Bukan sekadar teori yang rumit, Filsafat Ilmu menyediakan kerangka kerja logis, yaitu tiga pilar utamanya, diantaranya : Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi, yang mana ketiganya berfungsi sebagai sistem pertahanan terbaik kita untuk melawan badai disinformasi. Artikel ini akan mengupas singkat bagaimana ketiga pilar ini membongkar kelemahan kita dan memberikan solusi untuk menjadi pembaca yang lebih kritis agar tidak termakan dan terbius oleh hoaks yang beredar.
Pembahasan
Seperti yang telah dibahas di atas, akan dijelaskan mengenai Tiga Pilar Kritis dalam Ilmu Pengetahuan, sebagai berikut :
1. Ontologi: Mempertanyakan Hakikat "Kebenaran" di Balik Layar
Ontologi adalah pilar pertama dalam Filsafat Ilmu. Cabang ini berfokus pada studi tentang hakikat atau keberadaan dari objek yang dikaji ilmu pengetahuan. Ia memaksa kita untuk bertanya-tanya tentang apa itu kebenaran? Apa realitas yang sesungguhnya?
Dalam konteks hoaks, kegagalan ontologis terjadi ketika kita gagal membedakan antara realitas yang terverifikasi dengan realitas yang viral. Realitas di media sosial (dunia maya) seringkali merupakan realitas semu (simulasi) yang terasa lebih nyata daripada fakta (Syaifullah & Prasetiawan, 2022). Namun, Ontologi menuntut kita untuk selalu memeriksa apakah objek informasi ini benar-benar ada dan sesuai dengan fakta empiris di dunia nyata, terlepas dari seberapa masif penyebarannya? Tanpa sikap ontologis yang kritis, kita rentan menganggap ilusi sebagai kebenaran.
2. Epistemologi: Filter Metode Validasi dan Senjata Anti-Hoaks
Jika Ontologi menguji apa yang ada, maka Epistemologi menguji bagaimana kita mengetahuinya. Epistemologi adalah studi yang fokus pada asal-usul, metode, dan validitas pengetahuan. Ini adalah pilar yang paling praktis dalam memerangi hoaks.
Kita mudah percaya hoaks karena seringkali mengabaikan metode perolehan pengetahuan yang disajikan. Hoaks didefinisikan sebagai usaha untuk menipu pembaca agar mempercayai sesuatu (Ratnawati, 2021), dan ini berhasil karena kita mengabaikan proses pengecekan kebenaran. Epistemologi mengajarkan bahwa pengetahuan harus dipertanggungjawabkan melalui proses yang logis dan teruji.
Hoaks seringkali hanya menyajikan klaim (kesimpulan) tanpa metodologi yang jelas. Epistemologi, dengan menuntut adanya korespondensi (kesesuaian dengan fakta) dan koherensi (kesesuaian dengan pengetahuan yang sudah diterima), berfungsi sebagai sistem filter yang sangat ketat (Nasution, 2020). Kemampuan kita untuk memeriksa sumbber data dan menguji konsistensi klaim adalah prasyarat dasar literasi digital.
3. Aksiologi: Tanggung Jawab Moral dalam Menyebarkan Informasi
Pilar terakhir, yaitu Aksiologi adalah studi tentang nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan yang mencakup etika. Aksiologi menjawab untuk apa pengetahuan ini digunakan? atau apa nilai etis di baliknya?
Kemudahan kita memercayai, dan lebih buruk lagi menyebarkan hoaks menunjukkan adanya kelemahan aksiologis. Etika digital menyoroti bahwa individu diharapkan memikul tanggung jawab penuh dalam pemanfaatan teknologi, termasuk praktik penggunaan yang bertanggung jawab terhadap informasi (Dewi et al., 2024). Penggunaan pengetahuan untuk manipulasi, pemecah belah, atau kepentingan politik sempit melanggar prinsip Aksiologi.
Aksiologi menuntut pertanggungjawaban moral dari setiap individu yang terlibat. Etika berusaha untuk memahami apa yang benar dan salah, baik dan buruk, serta bagaimana manusia harus bertindak dalam berbagai situasi (Zainuddin dalam Fatma et al., 2024). Tanpa kontrol Aksiologi, informasi (ilmu) berpotensi besar menjadi senjata destruktif.
Penutup
Hoaks berkembang bukan hanya  karena ada pembuatnya, tetapi karena ada masyarakat yang rentan secara filosofis. Jawaban atas pertanyaan mengapa kita mudah percaya hoaks terletak pada kegagalan kita menerapkan tiga pilar Filsafat Ilmu antara ontologi (gagal menguji hakikat), epistemologi (gagal menuntut bukti), dan aksiologi (gagal memegang tanggung jawab moral).
Menguasai dan menerapkan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam kehidupan sehari-hari akan melatih diri kita menjadi individu yang tidak hanya cerdas dalam menerima informasi, tetapi juga bertanggung jawab secara etis dalam menyebarkannya. Filsafat Ilmu, pada akhirnya, adalah senjata terbaik untuk memenangkan pertempuran melawan kebodohan di era digital.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, F., Yassi, A. H., & Gusnawaty, G. (2020). Modalitas dalam teks berita hoaks: Kajian linguistik sistemik-fungsional. Jurnal Ilmu Budaya, 8(1), 37--45. https://doi.org/10.34050/jib.v8i1.8831
Baudrillard, J. (1994). Simulacra and Simulation (S. F. Glaser, Trans.). University of Michigan Press.
Dewi, L., Hasanah, N., & Ramadhani, D. (2024). Pentingnya pendidikan etika digital dalam konteks SDGs 2030. Perspektif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 7(1), 55--67. https://journal.staiypiqbaubau.ac.id/index.php/Perspektif/article/download/1259/1324/5354
Fatma, A., Ramadhani, R., & Yuliani, S. (2024). Etika dan moral dalam ilmu pengetahuan. Diklat Review: Jurnal Manajemen Pendidikan dan Pelatihan, 2(1), 77--89. https://ejournal.kompetif.com/index.php/diklatreview/article/download/1761/1220/6919
Hakim, L., Rochim, A. I., & Prasetyo, B. (2022). Hoax dalam ilustrasi Jean Baudrillard. RELASI: Jurnal Penelitian Komunikasi, 2(2), 40--48. https://doi.org/10.69957/relasi.v2i02.410
Nasution, H. (1986). Filsafat Ilmu dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Ratnawati, E. T. R. (2021). Perlindungan hukum bagi korban yang dirugikan akibat penyebaran berita bohong. Pranata Hukum, 3(1), 93--110. https://ejournal.widyamataram.ac.id/index.php/pranata/article/view/271/185
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI