Mohon tunggu...
Aprilian Sumodiningrat
Aprilian Sumodiningrat Mohon Tunggu... Pengacara - Penulis, Pemerhati

Menyelesaikan Studi S1 Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum Tata Negara Universitas Jember, S2 pada Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan, Kluster Kenegaraan pada Universitas Gadjah Mada. Saat ini berprofesi sebagai Pengacara pada Tarigan Law Office, dan berdomisili di Jember.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Masa Depan Demokrasi dalam Distorsi Artificial Intelligence

7 Maret 2023   12:07 Diperbarui: 7 Maret 2023   15:48 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Shutterstock via UW Center for Journalism, Media and Democracy)

Artificial Intelligence dewasa ini sangat marak digunakan dalam banyak peralatan manusia sehari-hari. Mulai dari smartphone, mobil, televisi, internet, media sosial, jam tangan, dan segala hal yang hari ini dapat atau lazim berimbuhan "smart" artinya benda itu memiliki teknologi Artificial Intelligence (AI).

AI memudahkan beragam pekerjaan dalam hidup manusia, mulai dari sebagai alat komunikasi, pemerhati kebiasaan, hiburan, bahkan kendaraan otomatis seperti yang dapat ditawarkan oleh perusahaan teknologi Tesla milik Elon Musk.

Meski tidak semua yang berteknologi AI saat ini dapat terjangkau dan dinikmati seluruh lapisan masyarakat, namun dimasa depan, AI tentu menjadi harapan segenap umat manusia. Sampai di sini, AI masih memiliki citra positif sebagai kandidat teknologi masa depan yang banyak diharapkan untuk lebih luas dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan.

Namun, bagaimana jika kita melihat tantangan AI tidak hanya berangkat dari aspek-aspek pengembangan teknologi, atau sains pada umumnya, melainkan juga terhadap demokrasi itu sendiri? Apakah dalam prespektif demokrasi misalnya, AI dapat menjadi hambatan, atau justru menunjang keberlangsungan demokrasi itu sendiri pada era masyarakat yang bergerak menuju society 5.0? 

AI dalam satu dekade terakhir, selalu menjadi perbincangan masyarakat dunia seiring besarnya dampak yang dihasilkan oleh AI pada perubahan dunia.

Jika dikaitkan dalam proses demokrasi, salah satu peran AI yang amat berpotensi mengambil alih peran manusia dalam pemerintahan negara misalnya dalam ranah pengambilan keputusan kebijakan. Apalagi saat ini, sudah selang beberapa tahun pemerintahan Indonesaia mulai mencanangkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang dinilai lebih praktis, cepat, dan transparan ketimbang birokrasi konvensional pada umumnya.(Budianta, 2020)

Pencanangan kebijakan pemerintahan berbasis elektronik tersebut menandakan bahwa ke depan AI akan menjadi kawan baik bagi pemerintah, khususnya dalam memecahkan persoalan teknis, yang akan menunjang kebijakan. 

Di sisi lain, penggunaan AI juga dapat meresahkan masyarakat. Seperti yang diungkapkan beberapa waktu lalu, menko maritim Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), yang meneyebutkan memiliki "Big Data" soal wacana penundaan pemilu.

(Mangihot, 2022) Big Data yang dimaksud, diolah oleh Artificial Intelligence, yang kemudian menghasilkan kesimpulan seperti yang disampaikan LBP tersebut. Meski akhirnya masyarakat tidak mendapatkan keterbukaan mengenai big data yang dimaksud, hal ini tentu akan menjadi cerminan kedepan bagaimana AI akan mempengaruhi wajah demokrasi.

Sumber: futuristspeaker.com
Sumber: futuristspeaker.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun